Mimpi yang begitu indah bagi Vie saat masih memejamkan matanya. Namun tiba-tiba saja dia merasakan rasa sakit yang menjalar hingga ke kepalanya.
"BANGS** SIAPA YANG...," Vie terdiam melihat seorang pria tengah bersedekap di dada.
Wajah yang tadinya penuh amarah kini mereda, diganti dengan wajah datarnya. "Oh, kau sudah bangun ... pergikah ke kamarmu dan jangan pernah kemari." ucap Vie.
Perlahan Vie duduk di kasurnya dan ingin segera tidur kembali. Dia sudah mengatur alarmnya untuk bangun di jam sembilan pagi.
Namun, lagi-lagi Vie mendapatkan dorong yang hampir saja menjatuhkannya. Dengan kesal Vie menatap pria yang masih duduk tenang.
"Kenapa sih, ganggu banget!" gerutuk Vie.
Pria yang dari tadi duduk dan mendorong Vie, dia adalah Fiqer. Saat bangun dari tidurnya, Fiqer merasakan benda kenyal di kedua pipi. Yang lebih parahnya lagi, Dia sulit bernapas.
Membuka matanya perlahan, Fiqer mendapati sesuatu yang tampak jelas di matanya. Dia tidak menduga kalau pagi-pagi sudah mendapati hal seperti ini.
Akan tetapi, Fiqer merasa ada yang salah di sini. 'Kenapa wanita ini ada kamarku?' Itu lah yang ada di dalam pikiran Fiqer. Dengan cepat dia mendorong wanita tersebut hingga jatuh dari tempat tidur.
Dia duduk dan menyaksikan reaksi dari wanita yang dia dorong. Namun, wanita itu malah mengabaikannya dan ingin melanjutkan tidur yang terganggu. Karena kesal, Fiqer kembali mendorong wanita yang dari kemarin menganggunya.
Sekarang, dia bersitatap dengan Vie. Vie maherqi, wanita yang mendapatkan undangan pertama dari keluarga Michael.
Vie menatap bingung melihat wajah Fiqer yang begitu serius. "Apa dia memikirkan kejadian tadi malam?" benak Vie.
"Kau, berikan ponselmu." ucap Fiqer.
Vie mengerutkan alisnya. "Untuk apa? Kenapa juga ponselku yang kau minta."
Fiqer semakin kesal mendengar ucapan Vie. Dia bangun dari tempat duduknya dan melangkah mendekati wanita itu.
Vie menolak di dekati, dia memilih untuk menaiki kasur dan menjaga jarak dari Fiqer. Ingatan tentang ciuman itu membekas di pikirannya.
"Kemarilah!" seru Fiqer dengan nada penuh penekanan.
Vie menggeleng kepala. Dia tidak akan mendekat dengan orang aneh di depannya. Namun Fiqer tampaknya tidak menerima penolakkan.
Fiqer mendekat dan segera meraih tangan Vie. Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Fiqer, Vie tanpa berpikir dua kali, langsung melesatkan tangannya karena merasa terancam.
"Kau!" Wajah Fiqer menjadi kesal hingga Vie bisa melihat urat-urat keluar di kepala .
"Tunggu dulu, apa yang membuatmu seperti ini. Tolong, bertanyalah dulu." ucap Vie berusaha menenangkan pria yang sudah dibakar amarah.
Fiqer mencengkram lengan Vie. Dia segera melempar Vie hingga terjatuh di kasur.
"Agh! Sakit Bang**!" pekik Vie yang kemudian bangun dari terjatuhnya.
"Kau, pasti kau sengaja tertidur di kamarku kan? Kau pasti ingin menjadikan aku sebagai batu loncatanmu untuk menjadi Nyonya Michael." ucap Fiqer tanpa jeda sekali pun.
Vie tercenga mendengar perkataan pria di depannya. Seharusnya dia yang marah karena dia yang di rugikan. Tapi, kenapa malah seperti ini jadinya.
Ikut emosi, Vie mulai membela diri. "Aku? Hallo tuan muda, tolong lihat situasi. Kau yang datang ke kamar ini dengan tiba-tiba. Mengaku-ngaku kalau kamar ini milikmu. Nyatanya ini kamarku!"
Fiqer semakin kesal, dia tidak percaya akan menghadapi wanita seperti ini. "Kau! Dengar baik-baik, jangan mencari alasan yang akan membuatmu menderita."
Vie tidak tinggal diam, dia segera membukakan pintu yang keadaannya masih sepi. "Lihat ini kamarku," Vie menutup kembali pintu agar tidak ada yang tahu keributan mereka.
"Kau datang dalam keadaan mabuk. Kau juga, menuduhku saat itu. Tapi, ta-tapi...." Vie tidak bisa melanjutkan perkataannya. Tolong jangan sadarkan dirinya, dia wanita yang belum di sentuh oleh pria.
Ciuman waktu itu adalah ciuman pertamanya. Saat bersama Surza Norka, Vie tidak pernah mau berciuman. Karena menurutnya, semua itu menjijikkan. Tapi, dia sekarang menelan salivanya sendiri. Tanpa sadar, Ciuman saat itu menjadi candu untuknya.
Fiqer mengerutkan alis, dia seketika mengingat kejadian tadi malam. Menerima tamparan dan memutuskan mencium Vie. Jika dia tidak mabuk, Vie mungkin tidak akan merasakam hal seperti itu.
Selain ingatan tentang dua hal tersebut, Fiqer mengingat bagaimana dia menyeret Vie untuk tidur bersama dan berakhir seperti sekarang.
Helaan napas berhembus, Fiqer segera menatap ke arah lain sembari mengusap wajahnya. "Sial, kenapa malah seperti ini. Lalu, tidur dengannya terasa nyaman." benak Fiqer.
"Ehem, ku harap kau tidak mengada-ngada tentang yang terjadi. Jangan menjadi jal**g di sini." tutur Fiqer.
Vie hanya mendengus dan menatap pria yang ingin melangkah pergi itu. Namun, tiba-tiba saja, Vie merasa keningnya disentil dengan kuat. Rasa sakit seketika terasa olehnya.
"Shhttt, Tol*l! Sakti tahu!" jerit Vie dengan mengusap-usap kepalanya.
Fiqer tidak tahu kalau Vie memiliki penuturan kata yang tidak baik. Dia mengusap bibir Vie dan memberikan sedikit tekanan di jempolnya untuk menekan bibir merah pucat itu.
"Ucapannya kotor, mulutnya bersih. Tolong, jangan membuat semuanya menjadi buruk hanya karena perkataanmu." ucap Fiqer yang kemudian mendekati pintu.
Pintu terbuka sedikit, Fiqer menatap ke kanan dan kiri untuk memastikan keadaannya aman. Dia tidak menduga kalau kamarnya bersampingan dengan kamar Vie.
"Wajar saja aku salah kamar tadi malam." benak Fiqer.
Saat ingin keluar, dia melihat bayangan pria yang menaiki tangga. Fiqer tahu kalau orang tersebut adalah Faga, kepala pelayan utama keluarga Michael.
"Sial!" decih Fiqer yang kemudian menutup pintu kamar. Dia berbalik badan yang langsung mendapati Vie menatapnya.
Vie sebenarnya penasaran, kenapa dengan Fiqer yang tidak jadi keluar dari kamarnya. "Kenapa?" tanya Vie.
Fiqer segera membuka jendela yang ada di kamar Vie. Dia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada yang melihatnya.
Setelah merasa aman, Fiqer menatap Vie yang memiliki rambut panjang dengan terselip jepitan kecil seperti lidi.
"Ngapain?" Vie menatap bingung dengan pria di depannya ini. Dengan mudahnya tanpa permisi menyentuh Vie berulang kali.
"Diamlah!" sahut Fiqer yang kemudian memanjat pagar untuk menyeberangi jendela. Vie hanya memperhatikan apa yang pria itu lakukan. "Aku tidak tahu, kalau tuan muda bisa melakukan tindakkan terlarang." tutur Vie.
Fiqer yang tiba di jendela kamarnya hanya mendengus. "Bersyukurlah kalau aku tidak keluar dari kamarmu. jika tidak, hari ini juga kau akan menjadi Nyonya Michael Fiqer." ujar Fiqer sembari membuka paksa jendela.
Tanpa perlu menunggu lama, jendela itu terbuka dengan cepat yang membuat Fiqer menatap ke arah Vie. "Terima kasih, makanan dan malam yang penuh kenyamanan." ucapnya sembari masuk ke dalam.
Vie memerah seketika dengan degupan di hati. Dia tidak tahu kalau Fiqer ternyata begitu usil. "Cih!" decihnya. Tanpa sengaja Vie melihat seseorang yang menatap padanya dari lantai bawah.
Seperti yang di ketahu, Vila ini berbentu persegi panjang. di samping kanan Vila terdapat lapangan futsal dan tempat olahraga lainnya. Sedangkan di samping kiri, terdapat Halaman bersantai untuk berkumpulnya keluarga.
Lalu, halaman depan terdapat labirin yang menjadi tempat bermain jika bosan. Terakhir, Halaman belakang terdapat kolam berenang yang di penuhi pemandangan kota.
Tidak heran, Vila ini berada jauh dari pemukiman karena keluasannya membuat orang menggeleng. Tidak lupa, sungai yang mengalir menjadi pembatas antara kota sesungguhnya dalam Vila Michael ini.
"Aku tidak tahu, ini menjadi masalah baru atau bukan?" gumam Vie melihat seseorang itu tidak lain adalah Michael Kelvi.
...●●●...
Di ruang makan, jam sepuluh pagi ini. Vie beserta tiga saudaranya sarapan bersama. Sarapan kali ini dibuat oleh Nala, dia membuat bubur ayam.
"Aku takut kalau cicak tadi malam tidur di kakiku." ucap Nala sembari menyuap bubur tersebut.
Tiasa yang mendengarnya tersedak seketika. Dia mengerutkan alis sambil menyeduh air putih. "Hei Nala, jangan mengatakan hal seperti itu. Jadi jijik tahu," ucapnya.
Nala tersenyum dengan wajah yang tampak sengaja melakukannya. "Maaf,maaf." ucapnya.
Otavi hanya mengeleng mendengar Nala dan Tiasa berbicara. Matanya melihat ke arah Vie yang makan dengan begitu lesu.
"Ada apa denganmu, hari pertama di sini kau tampak lemah." ucap Otavi.
Vie melirik ke arah Tantenya itu. "Aku merasa bosan. Apa hanya seperti ini kita di sini? Selain bangun, sarapan, memasak, bahkan harus bersih-bersih juga. Ini sekolah calon istri atau calon pembantu?"
Otavi, Tiasa dan Nala membelakkan mata mendengar perkataan Vie. "Cucu pertama keluarga Maherqi benar-benar berbeda," itulah yang ada di benak masing-masing.
"Ini sekolah calon istri, Vie." ucap Kelvi yang menarik kursi dari depan Vie.
Vie menjadi semakin datar melihat kedatangannya. "Oh, jelaskan kenapa seperti itu?"
Kelvi tersenyum sembari membenarkan kacamatanya. "Sekolah calon istri ini. Menilai dari kelakuan kalian. Selebihnya dari pandangan masing-masing. Dan lagi, Vie tidakkah kau harus berhati-hati,"
"Hati-hati?" Vie mengerutkan alisnya mendengar penuturan kata Kelvi.
"Posisi pertamamu akan berubah jika kau bermalas-malasan." jelas Kelvi.
Vie tersenyum mendengarnya. "Apakah masalah seperti itu harus di perhitungkan? Yeah, memang sudah seharusnya karena menilai seberapa bagusnya orang yang mereka bawa. Tenang saja, posisi pertama tidak ku inginkan. Jadi, orang lain bisa memilikinya."
Kelvi terdiam mendengar hal itu, kedatangannya di sini untuk menjelaskan semua yang ada di Vila. Namun, wanita didepannya tampak tidak perduli.
"Lalu, boleh aku bertanya ... kenapa Kak Fiqer ada di kamarmu?" tanya Kelvi. Dia melihat jelas bagaimana interaksi keduanya. Lalu, pagi tadi mereka sedikit akrab.
Otavi yang berada di samping Vie segera menatapnya. Sedangkan Tiasa dan Nala tercenga sembari menoleh perlahan.
Tidak hanya ketiga orang itu. Beberapa wanita yang merupakan calon istri ikut menatap Vie. Di dalam pikiran mereka, Vie telah melakukan hal terlarang yang bisa saja meninggalkan mereka dengan gelar Nyonya di nama panggilannya.
"Huh, Ku harap yang ada di pikiran kalian bukan tentang menjual diri atau semacamnya. Dengar, Fiqer datang ke kamarku untuk balas dendam pagi tadi,"
"Namun, dia sadar kalau perbuatannya salah dan ingin keluar dari kamar. Tapi, sepertinya di larang kalau satu kamar dengan wanita atau pun sebaliknya. Jadi, dia melompat dari jendela. Benar-benar pria tol*l." jelas Vie.
Otavi menutup mulut Vie dengan cepat. "Maaf, dia kalau kesal selalu mengeluarkan perkataan kotor." ucap Otavi.
Kelvi tersenyum dan membenarkan kembali kacamatanya. "Seperti itu ya ... apakah benar, Kak Fiqer?"
Vie melepaskan tangan Otavi, dia segera menoleh dan melihat Fiqer datang dengan pakaian santainya.
"Apa yang benar?" tanya Fiqer dengan wajah bingung.
Beberapa wanita mendekatinya dengan niat untuk memberi sarapan kepada Fiqer. Fiqer yang lapar tidak menolak apa yang mereka berikan.
"Apa kakak tidur bersama Vie?" tanya Kelvi.
Fiqer memutar bola matanya dengan malas. "Aku akan sakit perut jika tidur dengannya. Wanita yang menganggu."
Kelvi menjadi tenang kembali. Alasannya menanyakan semua itu karena keluarga Michael melarang adanya hamil di luar nikah. Jadi, dari pada berita itu tersebar, lebih baik menikahkan mereka secara tiba-tiba.
Fiqer menarik kursi di samping Kelvi. Dia menatap hidangan seorang wanita yang tidak lain adalah Putri.
Melihat ada yang ingin mendekat, Kelvi memberikan kursinya. "Pakailah Putri, aku akan duduk diruang tengah untuk menonton televisi."
Setelah perkataan pria itu, Vie melihat beberapa wanita mendekatinya. "Haha, terasa memiliki banyak selir." benak Vie.
Putri Relia tersenyum mendapati Fiqer memakan sarapannya. Matanya seketika melirik Vie yang kembali sarapan.
"Vie, bagaimana jika posisi pertamamu, aku yang merebutnya?" tanyanya dengan ramah.
Vie yang menyantap sarapannya seketika melirik. Dia melihat wanita di depannya yang mengenakan gaun dengan lengan pendek yang diselipkan pada lengannya. Hingga, bagian dada itu hampir terlihat.
"Rebutlah, aku tidak perduli." sahut Vie. Dia terlalu malas jika ada sistem rangking untuk menjadi Nyonya Michael. Lagi pula, bukan dia yang berkeinginan seperti itu.
"Tapi, undanganmu itu nomor satu. Seharusnya, kau tidak bermalas-malas seperti perkataan Tuan Kelvi." imbuh Putri.
Vie mengetuk sendok di mangkuk. Suaranya membuat semua perhatian orang tertuju padanya. "Jangan mengatakan hal seperti itu di depanku. Bukankah kemarin, Anda bilang kalau Anda tidak pantas di dapur. Lalu, apakah Seorang Putri baru saja berubah menjadi Pelayan?"
Sindiran Vie membuat Putri terdiam. Dia merasa kesal dengan hal itu hingga tanpa sadar mengepal tangannya.
Vie puas melihat mangsanya menjadi lemah. Dia dengan perlahan menompang dahunya. "Aku rasa, kau lah yang pantas menjadi istri dari Tuan Fiqer. Kalian tampak serasi." sambungnya.
Putri sedikit tenang mendengar pujian itu. Dia tersenyum dan menatap ke arah Fiqer yang berhenti sarapan.
Vie menatap ke arah lain karena tahu kalau Fiqer memperhatikannya. Dia sengaja melakukan itu untuk membuat perhatian orang-orang tidak tertuju padanya.
Fiqer segera menjauhkan makanan yang di hidangkan Putri. Moodnya seketika berubah setelah mendengar perkataan Vie. Dia tidak suka mendengarnya.
Melangkah pergi meninggalkan ruang makan. Vie menatap punggung Fiqer dengan helaan napas lega. "Semoga dia mengerti. Jika tidak, aku akan terus di beri beribu pertanyaan." benak Vie.
Putri menatap kesal dengan apa yang baru saja terjadi. Dia segera meninggalkan ruang dapur tanpa sepatah kata pun.
Semua yang ada di ruang dapur menjadi senyap seketika. Vie tidak memperdulikan perubahan itu, dia tetap melanjutkan makannya.
"Eh, kalau engak salah, di kartu undangan terdapat denah Vila ini kan. Apa kalian tahu kalau ada kolam berenang di belakang?" Nala bertanya dengan wajah serius.
Otavi, Tiasa dan Vie menjawab bersama-sama, "Tahu!"
Nala segera bungkam mendengar hal itu. Dia ingin dirinya saja yang tahu agar cerita mereka lebih panjang.
"Kenapa, apa kau ingin mandi-mandi di sana?" tanya Vie.
Nala senang mendapatkan respon seperti itu. Dia menjawab dengan antusias. "Hm, tentu saja aku ingin. Ayo, sore nanti kita ke sana!"
"Hm, boleh!" sahut Vie.
Otavi memandang ke arah Vie karena sedari tadi dipenuhi dengan rasa penasaran. "Vie, apa benar kalau tuan muda itu masuk ke dalam kamarmu. Maksudku, ceritamu itu apakah sungguhan."
"Sungguhan, kau tidak akan percaya jika aku menceritakannya yang kedua kali." sahut Vie dengan santai.
Otavi hanya terdiam mendengarnya. Dia segera menepis seluruh pemikiran negatif kepada Vie.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments