Vie bangun dari terjatuhnya dengan dibantu oleh Fiqer. Dikibas-kibas celana yang kotor karena terjatuh tadi.
"Hasilnya, kami yang menang." ucap Kelvi dengan memperlihatkan hasil gol yang tercetak.
Terlihat bahwa Vie berserta timnya kalah dua gol dari tim Fiqer.
"Oke tidak masalah. Senang bermain dengan kalian." ucap Vie.
Kelvi mengangguk mendengar hal itu. Dia segera memberikan handuk kecil kepada Vie.
Belum sampai di depan Vie, Fiqer segera mengambil handuk kecil itu dan mengenakannya.
Kelvi seketika diam melihat Fiqer yang mengambil handuk darinya. "Huh, Kakak ini benar-benar." benak Kelvi.
Fiqer melangkah pergi meninggalkan lapangan futsal. Sedangkan Vie ikut pergi tanpa sengaja bersamaan dengannya.
"Kau membuntutiku?" lirik Fiqer dengan mata elang.
Vie merindik mendengar ucapan itu. "Membuntutimu? Maaf, jalan keluar cuma di sini." sahut Vie.
Untuk keluar dari lapangan futsal, Vie dan yang lain hanya melewati satu jalan. Setelah melewati jalan itu, mereka akan berpisah dengan memasuki lantai pertama.Tidak heran jika Vie satu arah dengan Fiqer.
Vie mengusap jidatnya yang basah. Dia tidak menduga olah raga kali ini mengeluarkan banyak keringat.
Sebuah handuk tiba-tiba ada di kepala. Vie mengambil handuk itu dan melihat Pria di sampingnya melangkah pergi.
"Cih, berikan handuk yang bersih, bukan handuk bekas keringatmu!" teriak Vie.
Fiqer berbalik badan, "setidaknya aku membantumu." ucapnya.
Setelah berucap demikian, pria itu pergi meninggalkan Vie yang tercenga.
"Membantu katanya, apa yang membantu hah?" Vie mengusap keringatnya dengan handuk yang Fiqer berikan.
Kaki jenjang itu melangkah menuju ke kamar pribadinya. Hari mulai tampak sore dengan warna jingga yang menghiasi langit.
Vie menatap keindahan matahari yang akan tengelam itu. Saat ini dia baru saja selesai Mandi, rambut panjang sepinggul terurai dengan aroma wangi yang tercium di hidungnya.
"Sekolah calon istri. Aku tidak mengerti dengan hal ini, kenapa mereka membuat program yang aneh. Yeah, namanya juga keluarga aneh!" gerutuk Vie.
Malam hari telah tiba, Vie melangkah keluar kamar untuk mencari makan malam. Seperti yang dia tahu, kalau menginginkan sesuatu perlu usaha sendiri.
"Malas ah, aku tidak ada niat membuat makan malam. Hm, ada mie instan engak ya?" gumam Vie.
Tiba di lantai pertama, banyak wanita yang berkumpul di ruang dapur.
"Apa yang mereka lakukan?" tanya Vie dengan menatap bingung. Wanita-wanita yang ada di sana tampak sibuk.
"Mereka sedang berlomba untuk menghidangkan makan malam. Para penerus Michael, mereka juga akan makan malam di sini." jawab Wanita asing yang memiliki paras cantik.
Vie hanya melirik ke arahnya. Dia tidak mengenal siapa yang menjawab pertanyaannya ini. "Oh, begitu ya." imbuhnya.
"Kau, Vie Maherqi bukan?" Wanita itu bertanya untuk memulai pembicaraan mereka.
Vie engan menjawab bahkan merespon. Namun, saat ini dia merasa sedikit kesepian. Jadi, tidak ada masalah untuknya berteman.
"Benar, lalu siapa dirimu. Maaf, daya ingatku menurun. Jadi tidak bisa mengingat semua nama orang yang ada di sini." sahut Vie.
Wanita itu tersenyum, "kalau begitu ingatlah namaku ini. Putri, Putri Reila."
Vie mengangguk kepala. "Baiklah, Putri Reila. Kau tampak seperti keturunan kerajaan."
"Haha, ucapanmu benar. Aku memiliki darah dari keturunan raja. Raja Rei." jelasnya.
Vie ingin tertawa. "Seseorang membanggakan dirinya. Yeah, keturunan kerajaan harus bangga. Sedangkan kau yang seperti sampah ini, jangan banyak berlagak." benaknya.
"Ooh, lalu kenapa kau malah di sini. Tidak bergabung dengan mereka?" tanya Vie sembari melangkah menuju ke dapur. Matanya baru saja melihat seseorang yang sedang sibuk di sana.
"Aku? Aku tidak pantas untuk berada di dapur. Jadi, aku memutuskan untuk tidak melakukan apa pun di sana." jawab Putri.
Vie menghentikan langkahnya, "Tidak pantas?" mata Vie ingin melompat keluar dari tempatnya.
"Hm, tidak pantas." ucap Putri kembali.
Vie tertawa di dalam benaknya. Siapa yang menduga, kalau keturunan kerajaan ini tidak mau memasak. "Tinggal bilang malas saja, apa susahnya sih." benak Vie.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak memasak?" tanya Putri.
Sebelum Vie menjawab, seseorang datang membawakan sepiring spageti dengan ayam bakar di dalamnya.
"Vie, makanlah!" ucap Otavi.
Vie tersenyum melihat hidangannya telah siap. Dia segera mengambil piring itu dan menghirup aroma makanan yang masih hangat. "Aku tidak perlu memasak, karena ada seseorang yang akan menghidangkannya."
Vie menatap wanita yang ada di depannya. Dia berucap seperti itu untuk menjawab apa yang baru saja Putri tanyakan.
Tanpa menunggu responnya kembali. Vie memutuskan untuk melangkah menuju ruang tamu yang terdapat meja di sana.
"Aku akan menyusul," ucap Otavi yang memanggil Tiasa dan Nala.
Vie mengangguk tanpa berbalik badan. Dia akan menikmati hidangan ini seorang diri tanpa ada yang menganggu dirinya.
Setibanya di ruang tamu, niat yang ingin makan seorang diri seketika menghilang. Mata Vie menangkap seorang pria yang tertidur pulas di sofa.
Lebih parahnya lagi, Pria itu di kelilingi wanita yang mungkin sekitar enam orang di sana. Mereka saling membujuk untuk mengajak pria itu makan. Pria itu adalah Fiqer Michael, penerus pertama keluarga Michael.
"Tidak heran, mereka pasti ingin mendapatkan posisi menantu dari penerus pertama. Cih, memalukannya. Seperti semut yang mengejar aroma gula. Tanpa tahu, apa isi di dalam gula itu." benak Vie.
"Apa yang kau lakukan di sini? Ayo makan!" ajak Tiasa yang melangkah menuju ruang makan. Di sana terdapat penerus ketiga, kedua dan keempat.
Otavi dan Nala juga mengikuti Tiasa. Mereka tidak menyukai tontonan di ruang tengah. Terasa aneh melihat wanita merayu pria hanya untuk memakan hidangannya.
Vie juga tidak ada keinginan untuk bergabung di meja makan. Dia semakin merasa sesak dengan kerumunan wanita di sana. Bisa di bilang, para gadis berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian dari penerus kedua,tiga dan empat.
"Aku akan makan di sini," gumam Vie.
Di ruang tamu. Ada meja yang memiliki panjang satu setengah meter. Vie memutuskan untuk makan dengan duduk di sofa bersebelahan dari kerumunan wanita yang merayu pria.
"Karena makan malam itu tidak enak sendiri. Mending kita menonton siaran langsung. Bagaimana wanita membangunkan suaminya untuk makan malam. Yeah, Tontonan yang menarik." benak Vie.
Matanya melihat enam wanita yang membawakan berbagai macam hidangan di tangan mereka masing-masing. Lalu, cara mereka membangunkan pria yang menjadi hal terunik untuk Vie.
"Ayo tuan muda, makam malam dulu. Kasihan cacing-cacing diperut Anda. Sini, biar aku yang menyuapinya." ucap salah seorang yang berada di kaki Fiqer. Dia membawa sup ikan bening di tangannya.
"Tuan muda, bangun yuk ... makan malam dulu, ini aku buati nasi spesial, enak loh." goda wanita lainnya.
"Makan malam dulu tuan. Anda pasti lapar kan. Aku sudah membawakan sup singkong nih. Enak pasti!"
Dari banyaknya godaan, hanya itu yang menarik perhatian Vie. Dia ingin tertawa tapi makanan dimulutnya sudah penuh. Bisa-bisa, seluruh mie yang dia makan akan tersembur keluar.
"Sial, mereka ini dari keluarga ternama kan? Nama makanannya seperti makanan desa. Yeah, makanan yang selalu di buat oleh Ibuku." gerutuk Vie.
Asik makan seorang diri sembari menyaksikan drama keluarga. Vie melihat pria itu bangun dengan mata langsung melirik ke arahnya.
"Kenapa?" gumam Vie.
Fiqer, pria itu bangun dari tempat tidurnya. Dia melangkah mendekati Vie tanpa memperdulikan wanita-wanita lain yang mengodanya.
"Aku ingin makan malammu, kemarikan." ucapnya.
Vie sudah setengah memakan spageti buatan Otavi. Dia tidak akan berbagi dengan pria aneh di depannya ini. "Engak, buat sendiri sana." tolak Vie.
Fiqer segera mengusir enam wanita yang membawa hidangan di tangan mereka. Selera makannya menghilang karena di ganggu. Dia ingin tertidur lelap tapi aroma makana tiba-tiba masuk ke dalam hidungnya.
Makan itu ada dipangkuan Vie. Rasa lapar yang menghilang, kini muncul kembali.
Mendapat penolakkan Vie. Fiqer segera menahan bahu wanita di depannya dan segera mengambil sepiring spageti yang Vie bawa.
"Hei, dasar ya ... itu buatan Otavi, kau minta kepadanya saja." pekik Vie sembari berdiri.
Fiqer tidak memperdulikan apa yang Vie katakan. Dia menyuap Spageti itu dengan begitu lahap.
"Hei! Waah engak beres ini orang." gerutuk Vie. Dia segera menarik piring yang ada di tangan Fiqer.
Suasana berubah seketika, keduanya saling tarik menarik untuk bisa mendapatkan sepiring spageti.
Otavi, Tiasa dan Nala menghampiri keributan yang terjadi. Tidak hanya mereka, penerus Michael pun ikut memperhatikan.
"Kemarikan!" teriak Vie.
"Engak, aku kan sudah bilang, ini makan malamku!" tolak Fiqer.
Keduanya yang tidak mau mengalah membuat piring itu lepas seketika dan terjatuh di lantai. Hingga,sisa spageti itu berjatuhan di sana.
Fiqer memerah melihat makan malamnya menjadi seperti ini. Dia berdiri di depan Vie dan menunjuk wanita itu.
"Kalau Kau engak mau menjadi calon istri di sini, mending pergilah dan tinggalkan Vila ini, Mengerti!" tegas Fiqer yang kemudian memilih pergi.
Kerumunan orang-orang itu segera berpencar. Mereka cukup melihat kesengitan yang terjadi. Ada dua pelayan yang segera membersihkan lantai kotor itu.
"Hm, maafkan atas sikap-," Kelvi ingin menenangkan Vie. Namun, ucapannya langsung di hentikan oleh wanita itu sendiri.
"Tidak perlu mengkhawatirkanku." ucap Vie yang kemudian berbalik badan. Matanya melihat Otavi yang tersenyum padanya.
"Hei, buatkan aku spageti lagi!" perintah Vie. Otavi mengangguk dan segera menuju ke dapur. Sedangkan Tiasa dan Nala, mereka mendekati Vie.
"Kenapa denganmu, apa salahnya berbagi." tegur Tiasa dengan bersedekap di dada.
Vie memilih duduk sebelum menjawab teguran itu. Dia mengkibas-kibas celananya dengan lembut. "Kalau soal makanan, berbagi adalah hal sulit untukku."
Tiasa dan Nala tersenyum mendengarnya. Vie, cucu pertama keluarga Maherqi memang unik. Jika di tanya, apa yang paling di suka Vie. Jawabannya adalah Makanan. Tidak heran kejadian itu terjadi.
Setelah makan malam yang bermasalah itu. Vie beristirahat di dalam kamar. Dia mengenakan baju selutut dengan lengan pendek. Seperti daster tapi ketebalan baju itu mampu melindunginya dari kedinginan.
"Kamar sudah di kunci, ponsel dan alarm pagi juga sudah. Besok bangun pagi, jogging dan sarapan. Sisanya, entahlah." gumam Vie.
Saat ingin memejamkan matanya, tiba-tiba Vie melihat layar ponselnya menyala. "Sudah mengunakan mode senyap. Masih saja ada yang menganggu." gerutuknya.
Di layar ponsel, terdapat panggilan masuk oleh Nala. Adik sepupunya itu menelpon di jam tidur seperti ini. Vie segera mengangkatnya.
"Ke-,"
"WAAAH, KAK VIE! KOPERKU ADA CICAK. TOLONG AKU! HELEPEME!"
Vie meringis mendengar teriakkan Nala. "Help Me!" ucap Vie dengan mematikan ponselnya.
Dia segera bangun dan menuju ke kamar Nala. Meninggalkan pintu kamar yang sedikit terbuka.
Setiba di sana, Vie memandang datar melihat Otavi dan Tiasa. "Kenapa kau menelponku jika ada Tiasa dan Otavi di sini." celetuknya.
Nala hanya tercengir dengan deretan gigi putih yang rapi.
"Sudahlah, cicaknya telah lepas, kita tidak tahu dia ada di mana." ucap Otavi dengan menunjukkan hasil kerja keras mereka.
"Oh, baguslah ... laporkan saja kepada Faga, biar dia yang mencarinya besok." usul Vie.
Tiasa mengangguk setuju. "Benar, nanti kita laporkan padanya."
"Oke, karena sudah selesai. Aku ingin kembali ke sarangku." ucap Vie. Tiga orang wanita yang ada di dalam kamar mengangguk.
Vie melangkahkan kakinya kembali ke kamar. Jarak kamar Nala darinya lumayan menghilangkan kantuk. Namun, ini Vie, wanita yang tidurnya akan terlelap dalam sekali tutupan mata.
Saat tiba di kamar, Vie mengerutkan alis melihat pintu kamarnya tertutup rapat. "Saat aku keluar, aku sengaja tidak menutup rapat pintu kamar ini. Apa ada hantu di sini?" gumamnya.
Malas berpikir yang tidak-tidak, Vie membuka pintu kamar dan segera masuk. Di kunci pintu itu dengan pelan, lalu kuncinya di gantung pada gantungan kunci.
"Sial, Nala menganggu tidurku." racau Vie.
Di lempar tubuh itu saat tiba di kasur. Namun, bukan rasa empuk yang Vie rasa tapi rasa sakit yang mengenai dadanya.
"Cih, siapa sih!"
Mata yang sayup itu membelak seketika. Vie berdiri dan menarik selimut yang ada di kasur. Terlihat seorang pria yang bangun dengan mengosok matanya.
"NGAPAIN KAU DI SINI HAH?!" teriak Vie. Dia benar-benar tidak mengerti dengan pria yang ada di depannya ini.
Barusan mereka memperebutkan makan malam, sekarang mereka dipertemukan seperti ini. Apa lagi, Pria itu dipenuhi aroma minuman.
"Fiqer Michael, keluar dari kamarku!" usir Vie.
Mendengar namanya di panggil, Fiqer menatap dengan setengah sadar. Dia berdiri sambil berpegangan di sisi kasur.
"Oh, wanita yang menganggu makan malamku." celetuk Fiqer.
Keduanya saling bertatap dengan jarak yang begitu dekat. Fiqer bahkan memegang bahu Vie dengan begitu kuat.
"Sakit, Tol*l!" hardik Vie dengan menepis tangan yang menompang di bahunya.
Fiqer mendengus, dia segera mendekatkan Vie dengan menarik pinggangnya. "Kau sudah mengangguku saat tiba di sini. Dari bermain bola, makan malam dan sekarang di kamarku. Apa kau begitu ingin menjadi menantu pertama dengan Marga Fiqer Michael."
Vie mengkibas-kibas di depan hidungnya. Aroma minuman itu benar-benar mengerikan.
"Bermimpilah. Aku tidak akan pernah mau menjadi Nyonya Michael, apa lagi Fiqer Michael." sahut Vie.
Fiqer mengerutkan alisnya. Vie yang melihat kerutan itu hanya mendengus. "Lagi pula, mohon maaf tuan muda. ini kamarku, bukan kamarmu." sambung Vie.
"Hah? Ini kamarmu? Apa kau menjebakku dengan alasan seperti itu agar besok paginya, kau bilang ke semua orang kalau kita tidur bersama?"
Tamparan melesat di pipi, Vie menampar pria di depannya. Dia menjadi kesal hingga moodnya pun menjadi buruk.
Tangan Fiqer terangkat di udara. Vie siap menerima apa yang dia dapat. Namun, bukannya mendapat rasa sakit, Vie malah mendapati benda kenyal menyentuh bibirnya.
"Ayo tidur! Mataku menggantuk," ucap Fiqer. Dia dengan santai menarik Vie dalam dekapannya dan berbaring di kasur yang sama.
"Eh?" Vie menatap bingung dengan apa yang terjadi. Dia melihat jelas pipi pria di dadanya itu memerah. Lalu, posisi tidur mereka, agak sedikit menyimpang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments