Kenangan masa remaja yang tidak mengubah kepribadiannya. Semua itu seperti cambuk untuk tetap bersyukur atas apa yang ia punya. Bagaimana tidak?
Disaat semua teman sekelas sibuk ngerumpi soal cogan atau pakaian. Aira sibuk membaca novel di perpustakaan, yah hanya tempat itu lah yang sangat nyaman untuk gadis pendiam sepertinya. Meski begitu, ia memiliki seorang sahabat yang mau berteman sejak ia pindah ke kota ini yaitu Amelia. Akan tetapi kerap dipanggil Lia. Dari sekian banyak anak, hanya Lia yang menurutnya tidak bermuka dua dan sederhana.
Ketika seluruh teman kelas nya banyak yang memandang sebelah mata karena ia tidak sederajat. Aira tidak peduli jika hanya bersahabat dengan buku pelajaran saja. Baginya pendidikan jalan pertama untuk sukses sehingga ia harus selalu serius dengan setiap pelajaran yang diterima. Maka dari itu, jangan heran jika Aira sering mengikuti lomba hingga memiliki banyak kesibukan diluar jam sekolah.
Kenangan pada masa duduk dibangku kelas dia SMP. Di saat Aira akan naik kelas tiga. Remaja itu sedang mempersiapkan untuk acara sekolah yang harus diikuti karena ia ditunjuk ikut lomba cerdas cermat bersama dua teman laki-laki sekelasnya. Acara itu biasa diadakan setelah kenaikan kelas yang biasa disebut classmeeting. Dimana setiap kelas hanya diperbolehkan mengirim tiga orang siswa untuk mewakili kelas.
Setiap mengikuti acara-acara, Aira selalu bersikap profesional. Meski begitu Rara hanya bicara sekedarnya saja kepada teman nya seperjuangannya hingga acara selesai dan kelas Aira menjadi juara pun. Remaja satu itu hanya diam tersenyum simpul seperti tahun sebelumnya. Terlalu pendiam hingga tak jarang ada yang berpikir sombong.
Sementara di lingkungan rumah nya. Aira memiliki teman sesekolah yang tidak begitu jauh tinggal dari rumah nya. Seperti biasa seorang ibu selalu ingin anak nya lah yang menjadi terbaik, begitu pula dengan ibu Aira. Dimana wanita itu mulai tidak senang dan risih dengan Kesombongan seorang nenek dari teman sekelas sang putri. Bagaimana tidak?
Nenek teman Aira selalu memuji cucu nya begitu berlebihan. Seolah yang terpintar di sekolah itu hanya cucunya saja. Sehingga di suatu malam, seorang ibu mencoba mengutarakan isi hati serta pikiran kepada sang putri yang tengah sibuk mengerjakan tugas sekolah akhir.
"Nak, kemari! Ibu mau bicara denganmu." Panggil Ibu Sonia, membuat Aira mengalihkan perhatiannya pada wanita yang telah melahirkannya.
Aira menutup buku, tapi tetap menjadikan pulpen sebagai pembatas agar tidak perlu mengingat halaman LKS yang tengah ia pelajari. Lalu beranjak dari tempat duduknya, kemudian duduk di sebelah sang ibu. "Iya, Bu. Tumben manggil? Apa ada yang harus Aira kerjakan?"
"Apa kamu sekelas dengan cucu bu Diana? kemarin dia bilang cucu nya itu selalu menjadi juara dan selalu mendapatkan nilai terbaik?" tanya Ibu Sonia seraya menatap intens mata coklat sang putri. Ia menunggu jawaban Aira yang menghela napas pelan.
"Memang benar dia pintar, Bu, tapi tidak selalu menjadi juara. Ibu tahu 'kan? Jika di kelas ku hanya ada dua puluh lima siswa dan yang ibu maksud itu. Seingatku, dia pindahan kelas B, sedangkan aku kelas A, Bu. Sebenarnya meski dia juara satu di kelas nya, tidak berlaku di kelas A. Jadi secara otomatis dia masih peringkat tiga."
"Sementara ibu tahu di kelas A, aku menduduki peringkat dua. Jika demikian, dia tidak terpintar, melainkan masih sama-sama berjuang untuk menjadi kebanggaan keluarga masing-masing. Ibu jangan dipikirkan karena nilai semua siswa sama dengan mendapatkan hasil seperti yang mereka kerjakan dan usahakan, Bu." Aira menjelaskan seraya tersenyum agar sang ibu memahami situasi sekolahnya.
Kebenaran yang diutarakan sang putri membuat Sonia merasa tenang. Kekesalan hatinya memudar seketika, "Begitu, ya, Nak. Sekarang ibu paham, jadi putri ku sayang. Belajarlah lebih giat dan buat semua orang menghargai usahamu, Nak!" Dipeluknya sang putri yang selalu berusaha menjadi gadis penurut, "Ini sudah larut, selamat malam, Putriku. Ingatlah bahwa setiap perjuanganmu akan menjadi kekuatan."
"Ibu berharap, semua orang yang memandang putri ku tidak pantas berada di kelas A bisa diam dengan prestasimu, Nak. Tidak rela hati ini mendengar anak sendiri menjadi bahan olokan mulut orang-orang tak berakhlak." sambung Ibu Sonia setengah tertahan dengan gemuruh hati yang menyesakkan dada.
Aira hanya memahami bahwa saat ini, sang ibu tengah terluka. "Akan ku lakukan yang terbaik untuk ibu dan diriku. Cukup selalu mendukungku dengan do'a yang baik. Selamat malam, Bu. Aira permisi istirahat."
Kehidupan memanglah hanya tentang belajar, belajar dan belajar. Manusia tidak dewasa begitu saja karena kenyataannya harus melewati banyak ujian. Seperti yang terjadi pada hidup Aira. Dimana di saat semua teman kelas nya sibuk bermain. Justru remaja satu itu disibukkan mengikuti les tambahan diluar jam sekolah.
Sebuah pertemuan dengan seorang senior pernah menjadi cerita manis yang bisa menurunkan nilai pelajaran semasa kelas tujuh semester dua. Setelah hal itu berlalu Aira bangkit untuk kembali meraih prestasi. Meski sesaat ia pernah terlena dengan namanya cinta monyet atau yang disebut cinta dalam diam.
Entah kenapa setiap part dari masa lalu datang tanpa diminta. Aira mengingat waktu yang telah berlalu. Saat ia masih kelas satu dan dipertemukan dengan kakak senior laki-laki yang sengaja digabungkan dengan waktu Les nya oleh sang guru dikarenakan permintaan mama dari si senior.
Hari yang diselimuti mendung dengan cuaca yang cukup gerah di waktu sore hari. Aira yang tengah sibuk bersama Lia mengerjakan tugas. Tiba-tiba mendengar keributan dari seorang wanita dan pria di luar rumah guru nya. Mama dari kakak senior ku yang mengomeli sang putra dengan tegas.
"Nak, Kamu ini jangan main-main trus. Mama sengaja mengirim kamu ke tempat les biar rajin belajar bukan main trus." ujar Sang Ibu yang berjalan menuju rumah bu guru.
Seorang remaja laki-laki tersenyum kuda. Pemuda itu tidak mengindahkan perkataan ibunya, "Iya, iya, Bu. Aku belajar disini, tapi ini masih kesorean buat les sedangkan jadwal ku kan nanti habis magrib, Bu." Lirikan matanya memastikan Waktu yang selalu menjadi jadwal les nya dengan melihat jam di pergelangan tangannya.
Sayangnya, sang ibu tidak memperdulikan keluhan si anak. "Assalamu'alaikum, Nak, Ibu guru dimana?"
Tatapan mata kami bertemu dengan seorang wanita dewasa cantik yang berpakaian rapi. Jelas si ibu itu memiliki pekerjaan tetap yang duduk di ruang ber AC. "Wa'alaikumsalam, Bu guru ada di dalam sedang sholat, Bu. Sebaiknya menunggu karena sebentar lagi pasti selesai."
Wanita itu menunggu bersama putranya selama sepuluh menit hingga Bu Widya datang dan menyambut sang mama dari salah satu murid didik nya.
"Wa'alaikumsalam, bagaimana kabar ibu? Apa ada yang bisa saya bantu?" sambut Bu Widya sambil menyalami tangan wanita yang duduk di kursi kayu teras rumahnya.
"Begini loh, Bu Widya. Saya mau, Ken lebih giat belajar karena akhir-akhir ini tak perhatiin sejak les bersama sesama teman seangkatan. Justru nilai nya gak naik, pasti banyak bercanda saat belajar. Kira-kira, apa bisa anak saya dipindah kan saja jadwal les nya supaya ndak main trus. Kurang lebih begitu, Bu Widya." Mama Ken mencoba membuat perubahan dalam hidup sang putra dengan memperhatikan pola belajar yang harus ditingkatkan.
Bu Widya manggut-manggut paham akan kegundahan seorang ibu. Apalagi yang dikatakan Mama Ken benar adanya, "Bisa saja, Bu. Kebetulan jadwal sekarang hanya dua orang siswa dan kedua gadis itu adalah adik kelas dari sekolah yang sama. Kalau Nak Ken mau bisa bergabung dengan mereka." Wanita itu menoleh ke arah Aira dan Lia, lalu bertanya tanpa ragu. "Anak-anak, kalian tidak masalah 'kan kalau Ken gabung dengan waktu les hari ini?"
"Iya, Bu. Kami tidak apa-apa." jawab serempak Lia dan Aira.
Persetujuan Aira, Lia membuat Ken menerima keinginan sang mama. Sehingga wanita cantik itu langsung pamit pulang dan menitipkan anak nya untuk les. Sejak hari itu, entah kenapa sosok Ken menjadi seperti hantu di dalam kehidupan seorang Aira. Padahal sebelum hari itu, tidak sekalipun ia melihat ada Ken di sekolah yang sama.
Namun setelah pertemuan di tempat les. Tidak ada hari tanpa melihat Ken baik di sekolah ataupun tempat les. Seorang kakak senior yang sangat petakilan dan bergaya styles, selalu memasukkan tangan kanan yang memakai jam tangan ke saku celana. Gaya pemuda itu semakin lama membuat Aira tertarik hingga hanya berani menyukai sang pencuri hati dalam diam.
Bahkan tak jarang Ken berbuat ulah, tapi Aira hanya diam dan melihat saja. Beberapa bulan Aira mulai menjadi tidak fokus dalam proses belajar di sekolah sehingga sebuah perlombaan yang seharusnya dia ikuti gagal diikuti karena nilainya terjun drastis dari kualifikasi yang diharapkan.
Semenjak kejadian itu, Aira menyadari kesalahannya. Jatuh cinta di waktu yang tidak tepat dengan orang salah. Apakah demikian? Ia pun hanya mencoba untuk memperbaiki kesalahan agar bisa menjadi seorang putri yang mampu membanggakan kedua orang tua. Terlebih lagi bisa lulus SMP tanpa suatu hambatan yang sulit.
Cintanya hanyalah satu dari kisah masa lalu yang tak mungkin tuk diulang. Sebuah hati yang mulai berbunga akan tumbuh bersemi ketika tidak berani memangkasnya. Layaknya bunga. Kenyataannya, cinta tak pernah salah hanya saja waktu jatuh cinta yang tidak tepat.
Selama beberapa bulan Aira disibukkan dengan belajar lebih giat. Gadis itu melakukan usaha yang terbaik untuk mewujudkan harapan seorang ibu. Tidak terasa perjuangannya mencapai titik puncak dan ia tengah menanti hasil akhir dari ujian nasional karena hari ini adalah hari penentu untuk masa depan.
Kerja keras tak mungkin mengkhianati hasilnya. Bukankah pepatah berkata demikian? Ia percaya perjuangan selama beberapa bulan sudah semaksimal mungkin bahkan rela kehilangan waktu bermain agar bisa mengkaji ulang setiap kesulitan dari soal yang dirasa akan menjadi kelemahan.
Remaja satu itu belajar dari pagi sampai pagi tanpa memperdulikan waktu maupun ejekan teman-teman sekelasnya yang selalu beranggapan ia hanya beruntung saja selalu juara satu di setiap ujian. Apalagi hal itu terjadi selama masa ujian sekolah di setiap tingkat baik saat kecamatan atau kabupaten hingga tak jarang Aira hanya bisa tersenyum simpul dengan masa bodo akan ucapan teman sekelas.
Suasana kelas begitu senyap ketika wali kelas memasuki ruangan. Seorang wanita dewasa dengan hijab yang selalu simpel menaruh dua ikat tumpukan amplop putih ke atas meja. Satu persatu nama siswa dipanggil sesuai nomor urut absen untuk mendapatkan hasil dari proses belajar selama tiga tahun terakhir.
Sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk setiap siswa mendapatkan amplop hasil ujian karena siswa yang berjumlah hanya sekian itu dengan cepat memegang amplop masing-masing. Lalu kembali duduk dengan wajah yang sumringah serta antusias.
Berhubung tidak ada pelajaran di hari yang bersejarah. Tentu saja, mereka semua kan sudah selesai ujian sekolah. Maka tidak ada yang bisa dipelajari lagi di sekolah yang sama, maka para siswa kelas sembilan bubar kembali ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan Aira.
Remaja itu memilih menggunakan seribu langkah jurus melarikan diri dari pertanyaan tak bermutu para teman lainnya. Ia merasa tidak perlu menjawab apapun karena hasil ujiannya hanya untuk dipersembahkan pada sang ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments