Part 2#Waktu Cepat Berlalu

Beberapa hari telah dilalui tanpa ada ketegangan maupun masalah yang berarti. Kehidupan yang mengalir tanpa ada hambatan hingga kabar menggembirakan menjadi momen kebersamaan keluarga. Semua itu karena sang ayah telah menyiapkan sebuah acara untuk putri semata wayangnya.

Bapak Sonia telah menyiapkan acara pemberian nama yang di lakukan secara sederhana di rumah nya. Tepat di sore hari acara dimulai dengan tahlilan dan pemberian nama untuk sang cucu yang cantik bermata sipit. Pria itu bahkan sudah memilih sebuah nama yang memiliki arti baik dan berharap menjadi senyuman serta kekuatan untuk selalu membahagiakan Sonia.

Ia memeluk dan mencium kening sang cucu manis nya, lalu acara pemberian nama dimulai. Pak ustad yang merupakan warga setempat menjadi pemandu acara kali ini. Para warga yang ikut menghadiri bahkan merasa gemas ketika melihat bayi mungil nan lucu. Meski mereka tahu asal usul si jabang bayi, tetap tak mengubah fakta anak itu juga putri desa tempat mereka tinggal.

"Pak, silahkan umumkan nama cucunya." kata Pak Ustad.

Bapak Sonia tersenyum seraya mengangkat kedua tangan. Dimana cucunya ada di dalam genggaman kedua tangannya, lalu dengan lantang, tegas menyerukan sebuah nama tanpa ada keraguan. "Aira putri Sonia."

"Alhamdulillah, nama yang indah. Bukan begitu bapak-bapak?" Pak Ustadz bertanya dengan senyuman tulus.

Acara pemberian nama berjalan dengan khidmat, bahkan Sonia yang menyimak di balik pintu mengamini setiap do'a yang dipanjatkan semua warga. Ia tak menyangka kehidupannya akan jatuh, dan bangkit di saat bersamaan.

Ya Allah, bimbinglah hamba untuk menjadi seorang ibu yang baik. Semoga Aira tidak kecewa memiliki ibu seperti ku, dan menerima keadaan hidupnya tak sempurna seperti kehidupan keluarga lain. ~batin Sonia.

Kehidupan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Kesibukan Sonia menjadi seorang ibu dan bekerja di kota benar-benar wanita itu nikmati tanpa mengeluh. Tanpa sadar bulan menjadi tahun karena waktu berlalu begitu cepat.

Tak terasa, tiga tahun telah berlalu.

Aira menjadi gadis kecil yang menggemaskan dan berlari kesana kemari bersama teman-temannya. Sementara Sonia kini sibuk bekerja di sebuah warung makan untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarganya. Meski ia tinggal bersama orang tuanya. Bukan berarti wanita itu membebankan tanggung jawab sebagai seorang ibu kepada orang tuanya.

Hari-hari yang di awali dengan senyuman sang putri adalah semangat baru baginya. Setiap hari akan dilalui dengan kesederhanaan demi putri manisnya yang kini tumbuh semakin besar. Seorang ibu siap melakukan apapun demi anak mereka. Begitu juga dengan Sonia yang bekerja setiap hari dari pagi hingga sore tanpa henti hanya memiliki harapan masa depan Aira jauh lebih baik dari hidup yang ia miliki.

Kesibukannya itu membuat Aira kecil dititipkan ke kakek dan neneknya sepanjang hari. Sonia bersyukur di tengah keadaannya yang sulit masih memiliki orang tua yang selalu mendukung dan juga mau menjaga sang putri tercinta. Entah bagaimana jika ia hanya hidup sebatang kara. Apakah bisa melanjutkan hidup seperti saat ini?

Hari ini adalah akhir bulan. Sonia selalu memeriksa kebutuhan seluruh keluarganya dan tak lupa susu sang putri. Akan tetapi stock sudah menipis, lalu ia memutuskan untuk berbelanja esok pagi. Malam yang larut membawa kenangan masa lalu sejenak menyapa dirinya.

Wajah tenang Aira yang terlelap bermain di alam mimpi menghadirkan senyuman manis sang putri. Sejenak ia melihat wajah polos itu, dan merenung memikirkan segalanya.

Seandainya jalan hidup tidak serumit ini, pasti lah putri ku bisa bersama ayah kandungnya.~batin Sonia.

Ingatan masa lalu kembali hadir. Dimana semua bermula ketika berita kehamilannya diketahui ayah sang bayi yang ada di dalam perutnya. Di luar sebuah rumah makan di malam hari. Seorang pria memanggil seorang wanita yang baru selesai dengan tugasnya dari tempat kerja.

"Sonia, menikahlah denganku. Apa kamu tidak kasihan dengan anak kita? Anak yang kamu kandung juga anakku. Hiduplah bersama ku, Sonia," Pria itu menatap wanitanya yang terdiam membisu.

Sonia menghempaskan tangan pria itu. Wajah geram menahan amarahnya. Bagaimana bisa ada pria yang tak punya hati seperti Aditya, "Lupakan apa yang kamu inginkan! Apa kamu lupa? Kamu itu suami kakak perempuan ku, dan menghamili aku tanpa memikirkan akibatnya."

"Aku mohon. Akan aku tinggalkan istri ku dan menikah denganmu, Sonia," bujuk Aditya tanpa berpikir panjang, pria itu memang kakak ipar Sonia. Meskipun begitu tetap saja tergila-gila dengan kebaikan dan kecantikan sang adik ipar.

Sonia menatap Aditya jijik seraya menunjukkan jari ke wajah pria itu, "Aku tidak sudi menikah denganmu dan menyakiti kakakku sendiri. Lebih baik aku tidak bersuami daripada menjadi wanita perusak rumah tangga."

Sonia berlalu pergi meninggalkan Aditya yang masih memandang nya dengan kekecewaan. Aditya adalah ayah kandung Aira dan dia menghamili Sonia tanpa sepengetahuan keluarga. Semua yang terjadi padanya tak membuat wanita itu mengeluh. Justru ia memilih pergi menikah siri dengan Randi, dan meninggalkan rumahnya sendiri. Semua karena keadaan sehingga harus melakukan apa yang semestinya.

Semua yang berlalu tidak akan pernah kembali. Rasa lelah membawa luka membiarkan alam mimpi menyapa. Keesokan harinya. Sonia tidak bekerja karena ia ingin membeli semua kebutuhan untuk sebulan kedepan. Pagi yang cerah dengan sinar mentari yang baru.

Sonia keluar dari kamar dengan penampilan rapi, lalu menghampiri ayahnya yang tengah menikmati segelas kopi. Lalu ia mengulurkan tangan untuk menyalami sang ayah sebelum meninggalkan rumah sekaligus berpamitan, "Pak, saya ke pasar dulu mau beli keperluan Aira. Aira sayang, jangan nakal, ya. Main bareng temennya yang akur, Nak."

"Hati-hati, Ndu. Ndak usah buru-buru. Aira bapak yang jagain." kata Bapak sembari memperhatikan Aira yang sibuk menarik kaos tipis miliknya.

"Hati-hati, Ndu. Ndak usah buru-buru. Aira, bapak yang jagain." kata Bapak sembari memperhatikan Aira yang sibuk menarik kaos tipis miliknya.

Sonia memberikan kecupan singkat pada pipi gembul putrinya, lalu berjalan keluar meninggalkan rumah untuk pergi ke pasar. Ada rasa yang tak biasa. Tiba-tiba saja merasa gelisah, tapi ntah apa alasannya. Meskipun begitu ia tetap melanjutkan niat untuk membeli kebutuhan rumahnya.

Perjalanan ke pasar membutuhkan waktu yang cukup menyita. Terlebih ia harus berjalan dulu sebelum mencapai jalan raya. Hatinya semakin resah tak tenang seakan ada hal buruk yang akan terjadi.

"Kenapa aku tidak tenang. Apa anak ku baik-baik saja?" tanya Sonia pada dirinya sendiri.

Sementara itu, Aira yang menikmati biskuit bergegas keluar rumah. Disaat anak tetangga dengan umur sebaya memanggilnya untuk bermain bersama. Sang kakek membiarkan cucunya bermain, sedangkan ia sibuk menyalakan api ditungku untuk memasak air. Area dapur yang memang terlalu di belakang, membuat pria itu tidak melihat apa yang dilakukan sang cucu begitu keluar dari pintu depan rumah.

Permainan anak pada masa itu masih sangat terbatas. Bisa dibilang, hanya memainkan permainan seadanya. Bukan seperti zaman sekarang. Ada PlayStation, ada mobil-mobilan remote kontrol, ada robot, ada pula gadget yang memberikan pengalaman jauh lebih modern. Masa dimana Aira kecil hanya bermain pasar-pasaran dengan tanah, batok kelapa, bunga-bunga yang tumbuh liar disekitar rumah.

Aira bermain bersama teman sebayanya yang bernama Nia dan Nia ini memiliki seorang kakak yang bernama Sara. Meskipun usia sang kakak tiga tahun lebih tua. Tetap saja masih mau menemani bersama. Begitulah anak desa pada umumnya, bermain tanpa mengenal usia karena mereka semua masih anak-anak.

Disaat Aira sibuk bermain dengan Nia, tiba-tiba seorang pria menghampiri kedua anak itu dan langsung mengambil Aira dengan begitu saja. Bagaimana tidak? Saat ini tidak ada orang dewasa yang mengawasi anak-anak bermain di luar rumah. Aira yang masih sangat polos hanya diam dengan tatapan bingung.

Disaat pria itu mulai menghilang dari pandangan. Sara yang baru saja kembali dari toilet, bingung melihat ekspresi adiknya yang seperti kebingungan, "De, kamu kenapa? Ini kenapa main sendiri, dimana Rara? Tadi kalian main bersama 'kan?"

Nia masih menatap arah jalan yang dilewati si pria yang membawa pergi Aira. Tatapan sang adik membuat Sara ikut dibuat bingung. Sebenarnya apa yang terjadi? Mana Nia ditanya masih tak mau menjawabnya hingga tiba-tiba ...

"Kakak, ituu Rara. Rara, dibawa paman tinggi kesana," lapor Nia sedikit takut dan menunjuk jalan yang sama.

Penjelasan adiknya, sontak membuat Sara langsung berlari ke dalam rumah Rara. Gadis remaja itu berteriak memanggil kakek Aira dan kakek terburu-buru menghampiri.

"Kakek Aira, Rara pergi bersama orang lain!" seru Sara dengan nafas sedikit memburu membuat kakek cemas.

Kakek memegang pundak Sara dengan tatapan khawatir, "Ada apa? Dimana Rara, Sar? Kalian tadi main bersama 'kan. Trus kenapa kamu bilang, Rara pergi dengan orang lain?"

"Maaf, Kek. Tadi aku tinggal ke kamar mandi sebentar dan saat aku balik hanya melihat Nia yang diam dan menatap ke jalan depan sana. Trus, Nia bilang kalau Rara diambil paman tinggi sambil menunjuk arah jalan, Kek." jawab Sara begitu cepat dengan logat yang medok, gadis remaja itu sedikit takut dengan tatapan kakeknya Aira.

Sementara itu, Sonia semakin gelisah dan akhirnya memutuskan untuk pulang kerumah tanpa membeli semua keperluan dari pasar. Hatinya begitu kacau tanpa sebab yang jelas, sedangkan pikiran hanya dipenuhi tentang Aira. Di saat kakek mencoba mencari keterangan dari Sara dan Nia. Sonia datang menggunakan ojek langganan.

Kedatangan Sonia seperti firasat seorang ibu yang pasti tidak pernah salah. Tatapan mata dengan tanda tanya jelas terpatri pada putrinya, "Nak, kamu pulang? Ini belum lama sejak kamu pergi tadi, loh."

"Iya, Pak. Perasaan ku gelisah. Tidak tenang sedikit pun, rasa nya ada yang menggangguku. Rara, dimana Pak?" tanya Sonia melihat sekeliling, tapi hanya ada mainan di bawah dan kedua teman sepermainan sang putri.

Kakek Aira menghela nafas panjang, mau tidak mau. Ia harus jujur dengan putrinya. Apalagi ini tentang Aira. Sudah pasti tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

"Nak, Aira dibawa orang. Sepuluh menit lalu Sara berteriak memberi tahuku Aira dibawa seorang pria, tapi bapak sedang sibuk di dalam rumah. Maafkan, bapak, Nak. Bapak lalai menjaga cucu sendiri." Kakek merasa bersalah karena benar-benar tidak bisa mengawasi cucunya sendiri, sedangkan Sonia masih mencoba tenang dan berpikir segala kemungkinan.

Sonia mengusap punggung sang ayah, seraya mendengarkan penjelasan ayahnya akan kasus menghilangnya Aira. "Sabar, Pak. Aku pasti bisa menemukan Rara. Bapak di rumah saja dan aku akan mencari anak ku.

Kegelisahan seorang ibu tidak membiarkan Sonia lama-lama berdiam diri. Tak ingin menunda waktu lagi, wanita itu kembali menaiki motor si tukang ojek dan meminta segera diantarkan ke suatu tempat. Sonia diam sejenak berfikir siapa yang mengambil Aira, kemudian ia mengingat kejadian tiga hari lalu di tempatnya bekerja.

Disaat jam kerja. Seorang pria menghampirinya dan mengajak berbicara diluar rumah makan tersebut.

"Ayo lah, kembali pada ku. Aku sangat mencintainya juga. Aku mau membesarkan putri kita bersama mu, kita perbaiki hubungan demi anak-anak,"

Pria itu tak lain adalah Randi mantan suami sirinya yang ingin merawat Aira. Sejak ia memeluk bayi mungil itu, ia langsung jatuh cinta. Maka dari itu, Randi berusaha untuk membujuk Sonia agar mau rujuk kembali. Akan tetapi hati terlanjur tak bisa menerima kesalahan yang lalu.

Sonia melepaskan tangan Randi, "Maaf, Aku sudah tenang bersama putri ku. Tolong lah jangan menggangguku lagi. Aku cukup bersama putri ku saja."

Randi tak mau mendengarkan, "Sonia, apa kamu tidak mau melihat Bayu lagi dan memberikan Aira seorang ayah?"

"Aku, bisa menjadi ibu dan ayah untuk putri ku. Tolong jangan kembali lagi dan Bayu akan tetap menjadi anak ku sampai kapanpun."

Yah, ia ingat akan obrolan yang kini menjadi clue agar bisa menemukan keberadaan Aira. Semoga saja firasat dan harapan seorang ibu selalu bersamanya agar bisa membawa kembali pulang sang putri tercinta. Tak ingin menunda-nunda waktu lagi. Sonia meminta si bapak ojek menuju ke sebuah tempat yang menjadi tujuannya kali ini.

Terpopuler

Comments

𝐈𝐅𝐈𝐅𝐀𝐘 📴

𝐈𝐅𝐈𝐅𝐀𝐘 📴

Aditya gk punya otak banget, segampang itu bilang mau ninggalin istrinya 🙄

2023-04-30

0

𝐀𝗋ƶ𝖾ᥣα

𝐀𝗋ƶ𝖾ᥣα

bukannya Sonia egois, tapi luka masa lalu masih tersimpan jelas di relung hatinya

2023-04-02

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!