Bab 5 Penyusup

Mata Rafael terbelalak ketika mendengar nama pelaku yang telah meneror Ayana dan bayi dalam kandungannya. Dia segera tersadar ketika mendengar suara pintu lift yang tertutup.

"Pa! Papa!" seru Rafael sambil berlari kecil menuju lift.

Tanpa diketahui oleh Rafael, ada sosok perempuan dengan menggunakan pakaian dokter dan memakai masker medis memperhatikan mereka dari balik tembok yang ada di sebelah kamar Ayana.

Dokter perempuan tersebut berjalan cepat masuk ke dalam kamar Ayana. Pandangan matanya menyusuri seluruh ruangan tersebut seolah sedang waspada dan berhati-hati.

Diangkatnya sepatunya perlahan agar tidak menimbulkan bunyi yang akan membuat pasien di kamar tersebut terbangun. Terlihat dari matanya, dokter perempuan tersebut tampak menyeringai, meskipun bagian mulutnya tertutup oleh masker medis.

Dilihatnya baik-baik wajah Ayana yang sedang tidur. Setelah itu dia mengalihkan pandangannya pada perut Ayana yang sudah mulai membesar.

Selamat tinggal bayi malang. Salahkan orang tuamu yang tidak bisa melahirkan mu di dunia ini, dokter perempuan tersebut berkata dalam hati diiringi dengan seringaiannya.

Tangan kiri dokter perempuan tersebut menggapai kantong infus dan tangan kanannya mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya.

Dia menoleh ke arah pintu karena merasa harus waspada sebelum melakukan aksinya. Merasa dalam keadaan aman, dokter perempuan tersebut segera menancapkan spuit berisi cairan obat yang akan diinjeksikan pada kantong infus tersebut.

"Siapa anda?! Apa yang sedang anda lakukan?!"

Suara laki-laki tegas yang bertanya itu terdengar sangat familiar di telinga dokter perempuan tersebut.

Dokter perempuan tersebut segera memasukkan spuit yang belum diinjeksikan dalam kantong infus tadi ke dalam saku jasnya.

Dia sangat gugup saat ini. Jantungnya berdegup sangat kencang seolah dia ketahuan sedang melakukan sesuatu.

Terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekatinya. Dokter perempuan tersebut tidak berani menoleh ke arah orang yang sedang berjalan mendekatinya.

Dengan ancang-ancang yang dibuatnya, dokter perempuan tersebut segera berlari ketika langkah kaki orang tersebut berhenti di sebelahnya.

Rafael terkesiap melihat perempuan yang berpenampilan sebagai dokter tersebut segera berlari untuk melarikan diri ketika dia sudah berada di dekatnya dan akan berbicara padanya.

"Kenapa dia berlari seperti itu?" tanya Rafael sambil memandang heran pada pintu ruangan yang masih terbuka setelah dokter perempuan tadi melarikan diri.

"Apa dia sedang melarikan diri dariku?" tanya Rafael kembali yang masih merasa heran dengan dokter perempuan tersebut.

Namun, tiba-tiba mata Rafael terbuka lebar ketika dia teringat akan sesuatu. Dia pun berkata,

"Jangan-jangan dia...."

Seketika Rafael berlari keluar ruangan tersebut dan berhenti tepat di depan pintu kamar itu. Pandangan matanya menyusuri sekitar untuk mencari sosok dokter perempuan yang sedang dicarinya.

"Sial! Aku kehilangan jejaknya!" seru Rafael dengan kilatan emosi yang ada di matanya.

Dengan segera dia menghubungi dokter Sani untuk segera datang memeriksa Ayana. Setelah itu dia menghubungi orang yang disuruhnya untuk menyelidiki tentang aksi teror di rumahnya. Dia juga menghubungi papanya untuk memberitahukan apa yang baru saja terjadi.

"Ada apa Pak? Apa ada yang terjadi lagi dengan dokter Ayana?" tanya dokter Sani yang baru saja masuk ke dalam kamar Ayana dengan nafas yang terengah-engah karena berlari menuju ruangan tersebut.

Ayana masih tertidur. Dia sangat pulas hingga tidak menyadari jika ada keributan yang terjadi di kamarnya.

Rafael menghela nafasnya yang terdengar sangat berat. Dia beranjak dari duduknya di samping istrinya dan berkata,

"Tolong periksa kondisi istri saya dok. Baru saja ada penyusup yang menyamar sebagai dokter dan sepertinya akan memasukkan sesuatu pada cairan infus istri saya."

"Apa? Penyusup?" tanya dokter Sani dengan ekspresi terkejutnya.

"Iya dok. Tolong periksa dulu keadaan istri saya, setelah itu saya akan menceritakan apa yang terjadi," ujar Rafael yang terlihat sangat cemas.

Tanpa membuang waktu, dokter Sani segera memeriksa keadaan Ayana yang masih dalam keadaan tertidur.

Dokter Sani menghela nafas lega. Dia tersenyum dan berkata,

"Syukurlah Pak, keadaan dokter Ayana masih seperti tadi."

Rafael menghela nafasnya lega. Terlihat jelas rasa syukurnya saat ini dari wajahnya yang sedikit tersenyum melihat ke arah istrinya.

Dokter Sani meletakkan stetoskop yang dipegangnya dalam sakunya. Kemudian dia menghadap ke arah Rafael dan berkata,

"Sebenarnya ada apa Pak, sampai Bapak Rafael panik seperti ini?"

Rafael mengalihkan perhatiannya pada dokter Sani. Kemudian dia menceritakan apa yang terjadi di kamar tersebut.

Dokter Sani terkejut dengan apa yang diceritakan oleh Rafael padanya. Dia pun berkata,

"Ck, padahal lantai ini dijaga sangat ketat Pak. Bagaimana mungkin bisa kecolongan seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi dengan sistem keamanan lantai ini?"

"Saya sangat kecewa atas keamanan di sini dok. Bukankah keamanan di sini sangat ketat? Bagaimana bisa saya percaya dengan mereka yang ada di lantai ini jika baru saja kami mengalami kejadian seperti tadi?" ujar Rafael menyiratkan rasa kekecewaannya.

"Kami minta maaf atas ketidaknyamanan Bapak dan dokter Ayana. Saya akan menyelidikinya dan mengurus semuanya Pak. Untuk sementara saya mohon Bapak jangan meninggalkan istri Bapak sendirian. Saya akan meminta untuk memeriksa CCTV di dalam kamar ini dan semua CCTV di sekitar lantai ini," tutur dokter Sani yang berusaha meyakinkan Rafael.

Rafael duduk di kursi yang ada di dekat Ayana. Dia memegang tangan Ayana dan membawanya dalam genggamannya. Kemudian dia menoleh ke arah dokter Sani dan berkata dengan tegas,

"Saya tunggu kabar dari dokter. Dan saya harap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi."

"Baik Pak, saya akan segera mengurusnya. Saya permisi dulu," tukas dokter Sani berpamitan keluar dari ruangan tersebut.

Dokter Sani segera mengeluhkan tentang keamanan di lantai VVIP yang menjadi andalan rumah sakit mereka. Dia menceritakan semua kejadian yang menimpa Ayana dan memperlihatkan rekaman CCTV di dalam kamar inap Ayana dan beberapa CCTV di lantai VVIP tersebut.

Dengan segera pihak rumah sakit menindaklanjuti hal itu. Selain karena menyangkut nama baik rumah sakit tersebut, Ayana merupakan dokter andalan mereka yang pernah bekerja di rumah sakit ini. Dan yang membuat mereka lebih segan lagi karena mereka sedang berurusan dengan keluarga Atmaja, pengusaha terkenal yang mempunyai banyak bisnis berkembang dan sekarang sedang merambah pada bidang medis.

Rafael masih mengingat-ingat postur tubuh dan sedikit dia melihat alis, serta rambut dokter perempuan yang melarikan diri tadi.

Sepertinya dia benar-benar Ruby. Dari postur tubuh, alis dan bentuk wajahnya, aku yakin jika dia memang benar Ruby. Tapi untuk rambutnya, aku tidak yakin. Hei, bukankah rambut bisa saja palsu? Kenapa aku tidak terpikir sama sekali? Aku yakin dia Ruby, Rafael berkata dalam hatinya.

"Ehmmm... Sayang... Rafa...," ucap Ayana dengan suara lirihnya seraya membuka matanya.

Suara Ayana itu membuat Rafael tersadar dari pikirannya. Dia segera mencium tangan istrinya dan berkata,

"Ada apa Sayang, aku ada di sini. Tenang saja, aku tidak akan meninggalkanmu, walaupun hanya sedetik."

"Rafa... Tadi sepertinya dia datang. Tapi aku tidak bisa membuka mataku," ucap Ayana dengan mata yang berkaca-kaca dan bibir yang bergetar.

Rafael terkesiap mendengar ucapan dari istrinya. Dengan segera dia bertanya,

"Dia? Dia siapa, Ay?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!