"Ay! Sayang, kenapa?" tanya Rafael dengan paniknya.
"Sa-kiiit...," rintih Ayana yang sedang meringis kesakitan.
Rafael segera menekan tombol yang ada di sebelah bed pasien untuk memanggil perawat dan dokter. Dengan paniknya Rafael berkali-kali menekan tombol tersebut sehingga terlihat jelas kepanikan yang sedang dirasanya saat ini.
Hanya dalam beberapa saat saja dokter dan perawat sudah datang ke ruangan tersebut.
"Ada apa Pak? Apa ada yang terjadi dengan dokter Ayana?" tanya dokter Sani yang tergesa-gesa datang bersama dengan perawatnya.
"Perut istri saya sakit lagi dok," jawab Rafael dengan paniknya.
Dokter Sani menghela nafasnya ketika melihat Ayana yang sedang meringis kesakitan. Dia segera memeriksa keadaan Ayana menggunakan stetoskop dan beralih menggunakan USG yang sudah tersedia di dalam ruangan tersebut.
Dokter Sani menyimpan stetoskopnya dan berkata,
"Keadaan bayinya baik-baik saja."
Kemudian dia beralih menatap Rafael dan berkata,
"Apa dokter Ayana dalam keadaan seperti yang kita bicarakan tadi Pak?"
"Tadi begitu istri saya bangun, dia ketakutan dok. Kami membicarakannya dan setelah itu dia mengeluh kesakitan di bagian perutnya," tukas Rafael disertai helaan nafasnya.
Dokter Sani kembali menghela nafasnya. Dia memandang ke arah Ayana yang sudah tenang kembali.
Rasa sakitnya sudah mereda. Kini Ayana mengusap-usap perutnya dengan sangat lembut dan penuh dengan kasih sayang. Tanpa sadar air matanya menetes membasahi pipinya.
"Sebaiknya hindari pembicaraan tentang hal itu. Jika perasaan takut, stres dan tertekan itu datang kembali, akan berakibat seperti ini lagi. Jika terlalu sering akan berbahaya untuk bayinya," tutur dokter Sani pada Rafael yang sedang duduk di sebelah Ayana dan merangkul pundak istrinya sambil memandang dokter Sani.
Rafael menganggukkan kepalanya menanggapi penuturan dokter Sani padanya seraya berkata,
"Baik dok, akan saya lakukan sesuai dengan saran yang dokter berikan."
Setelah itu dokter Sani dan perawat yang datang bersamanya keluar dari ruangan tersebut.
Ketika keluar dari lift, mereka bertemu dengan mama dan papa dari Rafael. Dokter Sani tersenyum pada mereka dan menyapanya.
"Bapak, Ibu. Apa Bapak dan Ibu akan mengunjungi dokter Ayana?"
"Benar dok, apa kamar menantu saya ada di lantai berikutnya?" tanya Rania, mama dari Rafael.
"Mari Bu, Pak, saya antar," jawab dokter Sani sambil mempersilahkan Rania dan Antonio masuk ke dalam lift.
Dokter Sani mengantarkan mereka hingga depan kamar inap Ayana yang terletak di lantai VVIP dengan keamanan ekstra ketat dan fasilitas mewah dari rumah sakit tersebut.
"Ini kamar dokter Ayana. Saya permisi dulu," ucap dokter Sani sambil menundukkan sedikit kepalanya sebagai salam penghormatan.
"Terima kasih dok," ucap Rani disertai senyumannya pada dokter Sani.
Dokter Sani pun meninggalkan tempat itu setelah berpamitan pada mereka.
Perlahan Rania membuka pintu kamar inap yang ditunjukkan oleh dokter padanya. Dengan langkah hati-hatinya Rania dan Antonio berjalan masuk ke dalam kamar tersebut. Mereka takut jika langkah kakinya menggangu Ayana yang sedang beristirahat.
Terlihat Ayana dan Rafael yang berbaring di tempat tidur yang sama. Ayana terlihat nyaman berada dalam dekapan Rafael. Tangan mereka berdua mengusap-usap perut Ayana dan tersenyum ketika merasakan gerakan dari bayi yang ada dalam perutnya.
Rania dan Antonio menghentikan langkahnya. Mereka berdua tersenyum melihat apa yang dilakukan putra mereka dan menantu mereka.
Merasa ada yang memperhatikan mereka, Rafael menoleh ke arah pintu. Bibirnya melengkung ke atas ketika melihat mama dan papanya sedang berdiri memperhatikan mereka. Dia pun berkata,
"Ma, Pa, kenapa berdiri di situ?"
Ayana mengikuti arah pandang suaminya. Dia pun tersenyum melihat mama dan papa mertuanya.
"Mama...," rengek Ayana dengan matanya yang berkaca-kaca.
Rania, mama mertua yang sangat menyayangi menantunya itu segera menghampiri Ayana dan memeluknya.
"Tenang ya Sayang. Jangan sampai kejadian ini dan ketakutanmu bisa mengakibatkan hal yang buruk bagi bayi kalian. Ayana tenang saja, kami semua pasti akan menjaga kalian dan kami akan memastikan jika tidak akan ada yang bisa menyakiti menantu dan cucu Mama," tutur Rania sambil mengusap lembut punggung Ayana yang sedang ada dalam pelukannya.
Tanpa disadarinya air mata Ayana sudah menetes. Sepertinya hormon kehamilannya membuat Ayana jadi cengeng dan lebih perasa.
"Sudah, jangan sedih. Semua sudah ditangani oleh Rafael. Ayana tidak boleh menangis, karena bayi dalam kandungan Ayana bisa merasakannya. Kami semua pasti akan sangat bersedih. Terutama suamimu, Rafael. Baru kali ini Papa dan Mama melihat jagoan kami ini mengeluarkan air matanya," tutur Antonio ketika sudah berada di dekat Rafael.
"Hebat kamu Ayana bisa membuat seorang Rafael mengeluarkan air matanya," canda Rania sambil terkekeh.
Candaan Rania mampu membuat Ayana ikut terkekeh. Dia benar-benar tidak merasa kesepian saat ini. Keluarga Rafael sangat menyayanginya. Dan Ayana merasakan itu.
Tak terasa waktu pun berlalu. Mereka menghabiskan waktu dengan obrolan mereka tentang kondisi bayi yang ada dalam kandungan Ayana serta mereka bercerita tentang masa kecil Rafael yang membuat mereka tertawa bersama.
Tanpa terasa waktu pun berlalu. Antonio melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Kemudian dia berkata,
"Ma, sepertinya kita harus pulang. Ayana harus beristirahat sekarang."
Rania pun beranjak dari duduknya. Dia memeluk tubuh menantunya itu dan mencium kedua pipinya. Kemudian dia berkata,
"Jangan pikirkan hal lain kecuali kesehatanmu dan bayimu."
Ayana menganggukkan kepalanya seraya berkata,
"Baik Ma."
"Sayang, aku bicara sama Papa sebentar ya. Cuma di depan pintu aja kok," ucap Rafael untuk meminta ijin pada istrinya.
Ayana menganggukkan kepalanya untuk menyetujui permintaan suaminya. Dan dia pun berkata,
"Jangan lama-lama."
"Iya Sayang," tukas Rafael sambil mengusap lembut pipi istrinya.
Rafael membantu Ayana berbaring dan menyelimutinya sebelum meninggalkannya. Merasa sangat mengantuk, Ayana pun memejamkan matanya.
"Kamu jangan khawatir, Papa akan membereskan semuanya," ujar Antonio pada Rafael yang sedang mengantarnya di depan pintu.
"Pa, sebenarnya Ayana mengatakan jika ada surat kaleng yang mengancamnya dan bayi yang ada dalam kandungannya sebelum teror pelemparan jendela kaca itu dimulai," ucap Rafael disertai helaan nafasnya.
Sontak saja Antonio dan Rania terperangah. Mereka tidak pernah menyangka jika Rafael dan Ayana akan mengalami hal seperti itu karena mereka selama ini tidak memiliki musuh.
"Lalu, apa surat itu masih ada?" tanya Antonio dengan antusias.
"Orang suruhan Rafael juga masih menyelidikinya Pa. Semoga saja mereka bisa cepat mengungkap siapa pelakunya dan apa motif dari tindakannya ini," tukas Rafael menanggapi penuturan papanya.
"Ya sudah. Mama dan Papa pulang dulu. Jaga istrimu baik-baik. Jangan tinggalkan dia sendirian," tutur Rania sambil mengusap pundak putranya.
Rafael menganggukkan kepalanya dan tersenyum pada mamanya sebelum mama dan papanya itu berjalan menuju lift yang terletak tidak jauh dari kamar Ayana.
Setelah mama dan papanya berjalan meninggalkannya menuju lift, tiba-tiba saja ponsel Rafael yang ada dalam sakunya bergetar.
Diambilnya ponsel tersebut dari dalam sakunya dan segera diangkatnya panggilan telepon tersebut.
"Halo," sapa Rafael pada si penelepon.
Pak saya telah menemukan siapa yang melakukan teror di rumah Bapak, ucap seorang laki-laki dari seberang sana.
Seketika mata Rafael terbelalak dan dia pun berkata,
"Siapa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
☘️ain☘️
maaf sebelumnya thor, bukannya di season 1 ayana hamil saat baru masuk kuliah? tpi di season 2 ini ayananya sudah jadi dokter. season 2 ini latar waktunya beberapa tahun kemudiankah?
2023-05-12
4