Bab 3 Datangnya rubah betina

Dokter Sani beserta Rafael segera berlari menghampiri Ayana yang masih mengigau dengan bermandi peluh di dahi dan pelipisnya.

Dengan segera Rafael meraih tubuh Ayana dan membawanya dalam pelukannya seraya berkata,

"Sayang... Bangunlah... Jangan takut... Aku ada di sini bersamamu."

Pelukan Rafael yang begitu erat dan usapan tangannya yang lembut pada punggung Ayana membuatnya sangat nyaman dan merasa terlindungi.

Perlahan Ayana menjadi tenang. Dia sudah tidak mengigau lagi. Tanpa sadar air mata Rafael menetes di punggung Ayana. Hatinya tidak kuat melihat penderitaan istrinya.

"Lebih baik kita pindahkan dokter Ayana sekarang Pak. Sebaiknya harus selalu ada orang yang mendampinginya. Dan juga seperti tadi yang saya sampaikan, lebih baik tinggal di tempat yang lebih aman untuk sekarang ini," tutur dokter Sani pada Rafael.

"Baik dok," jawab Rafael dengan suara yang tercekat tanpa menoleh ke arah dokter Sani.

Dengan sangat hati-hati sekali Rafael memindahkan tubuh istrinya pada brankar untuk dipindahkan ke kamar inap yang sudah disediakan.

Tangan Rafael tidak lepas memegang tangan Ayana dengan mengikutinya di sebelah brankar yang sedang berjalan.

Tanpa diketahui Rafael, ada sepasang mata yang memperhatikannya semenjak tadi. Seseorang dengan menggunakan jaket hoodie hitam dengan memakai topi hitam dan kacamata hitam itu selalu memperhatikan gerak-gerik Ayana dan Rafael. Orang tersebut mengikutinya sejak dari rumah Rafael hingga ke rumah sakit. Dia menyeringai melihat kondisi Ayana saat ini.

"Rasakan pembalasanku," ucap lirih orang tersebut sambil terkekeh menyaksikan kepiluan hati Rafael.

Orang tersebut mengikuti mereka hingga masuk ke dalam lift yang sama. Curiga? Tentu saja Rafael menaruh curiga padanya. Dengan penampilan seperti itu pun para perawat yang ada di dalam lift tersebut menatap curiga padanya. Hanya saja Rafael tidak mau ambil pusing. Dia kembali memusatkan perhatiannya pada istrinya.

Pintu lift pun terbuka. Brankar Ayana segera di dorong oleh para perawat yang memindahkannya. Rafael pun masih setia mendampingi istrinya. Bahkan genggaman tangannya tidak lepas sedikitpun dari tangan istrinya.

"Maaf, anda tidak bisa masuk ke area ini jika tidak memiliki kartu akses untuk memasuki area ini," ucap seorang petugas keamanan yang berbadan besar dan berwajah garang menghentikan orang tersebut yang hendak mengikuti Rafael dan Ayana.

Orang tersebut menatap tajam pada petugas keamanan yang menghentikannya. Akan tetapi dia tidak bisa mengalahkan kegarangan petugas keamanan tersebut.

Dengan terpaksa orang tersebut kembali masuk ke dalam lift dan meninggalkan area rumah sakit tersebut tanpa mendapatkan hasil yang diinginkannya.

Langkah kakinya sangat cepat seolah sedang diikuti oleh seseorang. Dengan terburu-buru dia menuju parkiran dan masuk ke dalam mobilnya.

Dia membuka kacamata hitamnya dan melemparkannya pada dashboard mobil tersebut. Kemudian dia membuka topi dan membiarkan rambut panjangnya yang dilipat masuk ke dalam topi tadi terurai dengan indah saat ini. Dilemparnya topi tersebut ke arah kursi yang ada di sampingnya seraya berkata,

"Sial! Kenapa dia harus dipindahkan ke ruangan yang dijaga ketat keamanan seperti itu? Bagaimana aku bisa masuk ke dalam ruangannya?"

Mata tajam yang memicing itu terlihat dari spion mobil yang ada di tengahnya. Beberapa detik kemudian dia menyeringai dan berkata,

"Aku pastikan rencanaku ini tidak akan gagal. Ruby tidak akan kalah dari siapa pun. Tak terkecuali kau Rafael Atmaja."

Ruby, mantan kekasih Rafael kini kembali. Setelah dia keguguran di dalam penjara waktu itu, dia menaruh dendam pada Ayana. Dia berjanji akan merebut Rafael kembali dan menghancurkan Ayana tanpa ada belas kasihan padanya.

"Teror itu hanya awalnya saja. Lihat saja nanti, apa yang akan aku lakukan selanjutnya," sambung kembali Ruby diiringi dengan kekehannya.

Ruby baru saja keluar dari tahanan seminggu yang lalu. Dia segera mencari tahu tentang Rafael dan Ayana, termasuk tempat tinggal mereka.

Rencana demi rencana telah disusunnya. Bahkan dia mencari tahu semua celah saat Rafael tidak bersama dengan Ayana.

Ruby mengingat wajah ketakutan Ayana saat mendapatkan teror darinya. Dia menertawakan ekspresi ketakutan Ayana dan berkata,

"Akan aku hancurkan psikis dan hatimu agar kamu tidak akan bisa berada di sisi Rafael lagi. Dan yang terpenting, anak itu tidak boleh lahir ke dunia. Sama seperti anakku yang tidak bisa lahir ke dunia ini."

Ruby melajukan mobilnya meninggalkan area rumah sakit tersebut. Dia akan membuat rencana lainnya agar bisa dengan mudah masuk ke dalam kamar Ayana.

Di sisi lain, tepatnya di dalam kamar Ayana, Rafael masih saja tidak melepaskan genggaman tangannya. Dia menatap iba dan penuh rasa bersalah pada istrinya. Bahkan rasa penyesalan yang begitu besar tidak bisa mengurangi rasa bersalahnya pada istrinya.

"Sayang... Bangunlah... Maafkan aku. Seharusnya aku tidak pernah meninggalkanmu sendirian di rumah. Seharusnya kamu ikut aku bekerja. Seharusnya kamu tidak di sini saat ini. Seharusnya kita berlibur besok sesuai dengan rencana kita. Maafkan aku Sayang... Aku berjanji akan mencari pelakunya. Bangunlah... Jangan takut lagi... Ada aku di sini," ucap Rafael sambil menciumi punggung dan telapak tangan istrinya.

Tiba-tiba Rafael teringat akan apa yang terjadi di rumahnya. Dengan segera dia menghubungi seseorang untuk menyelidiki masalah tersebut. Dia juga menghubungi orang tuanya dan menceritakan semua yang terjadi pada Ayana.

Mata Ayana perlahan terbuka. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya untuk menyesuaikan binar cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

"Sayang... Kamu sudah sadar?" tanya Rafael dengan paniknya.

"Hmmm... Rafa... Di mana ini?" tanya Ayana dengan suara yang terdengar lemah.

Rafael meraih tubuh istrinya dengan hati-hati dan membawanya dalam dekapannya. Kemudian dia berkata,

"Kita di rumah sakit. Apa ada yang terasa sakit?"

Tiba-tiba raut wajah Ayana menegang. Tangannya mencengkeram erat baju Rafael. Dan matanya menelisik seluruh ruangan tersebut seolah waspada pada sekitarnya.

"Ada apa Ay?" tanya Rafael yang merasakan kegelisahan istrinya saat ini.

"Aku takut... Aku takut Raf. Sebelum ada yang melempar kaca jendela rumah kita, aku mendapatkan surat kaleng yang mengatakan bahwa dia mengincar aku dan anak kita. Dia tidak akan melepaskan aku dan anak kita meskipun berada di tempat yang sangat jauh," jawab Ayana dengan suara yang bergetar dan sedikit tercekat.

Rafael mengerutkan dahinya mendengar penuturan istrinya. Dia tidak mengira jika ada surat kaleng yang meneror istrinya sebelum kejadian itu terjadi.

"Ay, jangan takut ya... Aku akan selalu ada di dekatmu. Aku tidak akan meninggalkan istriku dan anakku. Kapan pun itu," tutur Rafael sambil memeluk erat istrinya.

Gigi Rafael bergemelatuk menahan amarahnya. Bahkan dadanya bergemuruh tidak terima dengan apa yang terjadi pada istrinya saat ini. Dalam hatinya dia mengutuk si pelaku yang menyebabkan semua ini terjadi.

Sialan! Di mana surat kaleng itu sekarang? Apa masih ada di rumah? Apa aku harus menanyakannya pada Ayana sekarang? Tapi apa kondisinya akan baik-baik saja jika mengingat tentang surat ancaman itu?

"Sayang... Surat itu... Di mana surat itu sekarang? Apa masih ada di rumah?" tanya Rafael dengan ragu-ragu.

"Surat?" celetuk Ayana setelah mendengar pertanyaan dari suaminya.

"Iya. Surat kaleng, surat ancaman yang tadi kamu ceritakan," sahut Rafael dengan antusias.

"Awwww.... Awwww.... Rafa... Perutku Raf... Rasanya... Awww....!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!