Dengan paniknya Rafael menggendong tubuh istrinya menuju mobilnya. Dia tidak bisa memikirkan hal lainnya untuk saat ini. Pikirannya hanya satu, dia harus segera membawa istrinya yang merintih kesakitan ke rumah sakit.
"Bertahanlah Ay. Aku mohon. Sabar ya Sayang, kita akan segera sampai di rumah sakit," tutur Rafael dengan paniknya pada Ayana yang masih saja meringis dan merintih kesakitan.
Ini merupakan pengalaman baru bagi Rafael. Selain dia akan menjadi seorang ayah, dia juga kerap direpotkan dengan kemauan ngidam istrinya kapan pun itu.
Namun, semua itu terasa indah bagi Rafael. Berbeda sekali dengan saat ini. Dia harus kuat dan tenang untuk menghadapi keadaan saat ini. Keadaan ini sama sekali tidak diinginkannya. Bahkan tidak pernah terbersit sedikit pun dalam benaknya.
Ayana masih saja meringis kesakitan. Hanya saja dia tidak berteriak atau pun mengeluh yang berlebihan. Dia tidak ingin membuat suaminya yang sedang mengemudi menjadi khawatir padanya.
Tangan kiri Rafael memegang erat tangan Ayana untuk menguatkannya. Sedangkan tangan kanannya masih memegang kemudi. Pikiran Rafael sangat kacau saat ini, akan tetapi dia harus berusaha untuk bisa tetap fokus pada kemudinya.
Selang beberapa saat kemudian, masuklah mobil mereka di rumah sakit tempat Ayana bekerja sebelumnya. Dia merupakan dokter umum di rumah sakit tersebut, sebelum akhirnya dia resign karena kehamilannya yang semakin membesar.
Sebenarnya Ayana tidak mau resign dari rumah sakit tersebut, akan tetapi mertua dan suaminya lah yang memaksanya untuk beristirahat di rumah hingga dia melahirkan. Dan mereka berjanji membuatkan klinik sendiri untuk mewujudkan impian Ayana selama ini.
Rafael segera menggendong istrinya masuk ke dalam ruang IGD seraya berseru,
"Dokter... Dokter... Tolong selamatkan istri dan anak kami."
Seketika dokter dan perawat yang sedang berjaga di ruang IGD berlari mendekati Rafael.
"Dokter Ayana? Ada apa dengan dokter Ayana Pak?" tanya dokter Widya, dokter IGD yang sering berjaga dengan Ayana.
"Tiba-tiba saja dia mengeluh sakit pada bagian perutnya dok," jawab Rafael dengan paniknya.
"Mari Pak, baringkan dokter Ayana di sebelah sana," sahut perawat senior yang sudah mengenal dekat Ayana.
Dengan segera Rafael membawa istrinya menuju bed pasien yang tidak jauh dari tempatnya berada.
Dibaringkannya dengan perlahan tubuh istrinya pada bed tersebut. Diusapnya perlahan rambut istrinya yang menutupi wajahnya. Kemudian dia berkata,
"Bertahanlah Sayang, aku mohon."
Melihat wajah istrinya yang sedang meringis kesakitan membuat Rafael tidak tega dan meneteskan air matanya.
"Maaf Pak, silahkan tunggu sebentar di sebelah sana. Biar kami memeriksanya terlebih dahulu," tutur dokter Widya sambil memakai stetoskopnya.
Dengan ragu-ragu Rafael melepaskan genggaman tangan istrinya. Dia menatap tidak tega pada istrinya yang sedang menatapnya dengan matanya yang berkaca-kaca.
Namun, dia harus segera menyingkir dari tempat itu agar dokter bisa leluasa memeriksa istrinya. Rafael berpindah tempat sedikit menjauh dari istrinya.
Dokter Widya memeriksa keadaan Ayana. Kemudian dia berkata,
"Sus, tolong panggilkan dokter Sani. Ceritakan apa yang terjadi padanya."
"Baik dok," tukas perawat yang membantunya sejak tadi.
Perawat tersebut segera menghubungi dokter Sani. Hanya selang beberapa saat saja dokter Sani tergesa-gesa masuk ke dalam ruang IGD tersebut.
"Bagaimana keadaan dokter Ayana?" tanya dokter Sani, dokter SpOG yang juga kenal dekat dengan Ayana dan kebetulan sedang bertugas saat itu.
Dokter Widya mendekati dokter Sani dan mengatakan dengan lirih hasil dari pemeriksaannya.
Dokter Sani segera memeriksa keadaan Ayana dengan menyeluruh. Setelah beberapa saat pemeriksaan itu berakhir, dia menghela nafasnya. Kemudian dia menoleh ke arah Rafael yang sedang menatap istrinya dengan raut wajah penuh kekhawatiran.
Setelah mereka memberikan pertolongan pertama pada Ayana, dokter Sani mendekati Rafael dan berkata,
"Bisa kita bicara sebentar Pak?"
Rafael menganggukkan kepalanya, menyetujui permintaan dari dokter Sani. Mereka berjalan menjauh dari tempat Ayana sekarang berada.
"Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Rafael dengan paniknya.
"Untuk saat ini kondisi pasien baik-baik saja. Beruntung sekali pasien segera dibawa ke rumah sakit sehingga bisa mendapatkan pertolongan. Jika tidak, kemungkinan besar akan terjadi hal buruk pada bayinya," tutur dokter Sani disertai helaan nafasnya.
"Lalu, apa yang sebenarnya terjadi dok? Tadinya istri saya baik-baik saja. Tiba-tiba saja dia mengeluhkan sakit pada perutnya," tanya Rafael dengan rasa ingin tahunya.
Dokter Sani melihat ke arah Ayana yang sedang terbaring lemah dengan merasakan sakitnya ditemani dengan selang infus yang menancap di tangannya. Kemudian dia berkata,
"Apa belakangan ini dokter Ayana mengalami syok, stres, ketakutan, tertekan atau depresi?" tanya dokter Sani dengan serius.
"Apa ada hubungannya dengan itu semua dok?" tanya Rafael dengan antusias.
"Bisa jadi Pak. Karena hasil pemeriksaan kemarin, bayi yang ada di dalam kandungan dokter Ayana sangat sehat dan tidak ada masalah apa pun. Apa memang ada yang terjadi baru-baru ini?" tanya dokter Sani kembali.
Rafael menghela nafasnya. Dia memandang ke arah istrinya dengan pandangan penuh kesedihan. Kemudian dia menjawab pertanyaan dokter Sani dengan menceritakan apa yang terjadi tadi sebelum Ayana merasa kesakitan pada perutnya.
"Mungkin itu yang menjadi penyebabnya Pak. Apa lagi dokter Ayana sedang mengandung, jadi dia merasa sangat ketakutan karena harus melindungi dirinya dan bayinya," ujar dokter Sani disertai helaan nafasnya yang merasa iba pada keadaan Ayana saat ini.
"Lalu, apa yang harus saya lakukan dok?" tanya Rafael dengan serius pada dokter Sani.
"Lebih baik kalian tinggal di tempat lain dahulu setelah pulang dari rumah sakit ini. Dan saya mohon Bapak perhatikan keamanan serta kenyamanan istri Bapak," tutur dokter Sani dengan raut wajah serius.
"Baik dok. Saya juga tidak akan bisa tenang tinggal di rumah itu lagi. Apa lagi meninggalkan istri saya sendirian di rumah itu. Pasti pikiran saya tidak akan tenang pada saat saya bekerja," ujar Rafael menanggapi perkataan dokter Sani.
Dokter Sani tersenyum. Dia tahu jika Rafael sangat mencintai istrinya, karena dia kenal betul Ayana dan dia juga merupakan dokter kandungan Ayana selama ini.
"Kita pindahkan sekarang dokter Ayana di kamar inap. Dan jangan sungkan-sungkan menghubungi saya jika terjadi sesuatu pada dokter Ayana. Kapan pun itu," tutur dokter Sani sebelum meninggalkan Rafael.
Tiba-tiba terdengar suara keributan dari dalam ruangan IGD yang terdengar hingga luar ruangan tersebut.
"Tidak! Jangan! Lepaskan aku! Rafa... Tolong aku!" teriak Ayana dengan mata yang masih terpejam ketika merasa tangannya dipegang oleh perawat saat akan dipindahkan ke kamar inapnya.
Rafael dan dokter Sani saling menoleh. Dari tatapan mata mereka berdua seolah saling bertanya apa yang sedang terjadi pada Ayana saat ini.
Tiba-tiba saja ada perawat yang berlari sambil berseru pada dokter Sani dengan suara yang ngos-ngosan.
"Dokter...! Dokter Ayana dok...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments