4

"Iya, Mbak. Saya akan menjelaskan sama Mas Dony kalau Mbak gak salah. Saya juga minta maaf karena sudah membuat kalian berdua bertengkar. Kalau begitu, uang ini saya terima, ya, mbak? Mbak ikhlaskan?" Sri memastikan kalau Nining benar-benar serius memberikan uang itu unt* Sri.

"Iya. Aku ikhlas. Terima kasih, ya, Mba.Mba udah mau bantu aku." Nining sama sekali tidak curiga pada Sri. Dia justru bahagia saat tahu Sri mau membantunya.

"Iya. Saya pulang dulu." Terima kasih atas uangnya." Sri pun pamit lalu meninggalkan Nining seorang diri.

"Aku harap masalahku akan segera selesai. Aku gak bisa lama-lama jauh dari Mas Dony. Aku sayang banget sama Mas Dony," gumam Nining, membayangkan mereka kembali romantis seperti biasanya.

***

Sri duduk manis di kamar sambil mengipaskan lima lembar uang pecahan seratus ribu, seolah menjadi orang yang paling kaya di dunia ini. Wajahnya sangat senang dengan seringai yang sangat puas.

"Berhasil.Gak masalah kalau mereka cuma bertengkar, tapi akan saya pastikan hubungan mereka semakin memburuk. Ya, walaupun di depan orang-orang Mas Dony tetap menjaga hubungan rumah tangganya, setidaknya rumah tangga mereka sedang diguncang badai yang sangat besar. Saya harus siap-siap secantik mungkin untuk menemui Mas Dony. Pasti dia sekarang ada di kantor. Kalau gak di kantor, dia pasti di rumahnya. Saya yakin Mas Dony gak akan pulang ke rumah Nining untuk selamanya dan saya akan pastikan itu semua," harap Sri penuh kelicikan.

Sejak dulu dia menaruh dendam pada pasangan muda itu. Walaupun usianya jauh lebih muda, tetapi dia selalu merasa cemburu melihat Dony bermesraan dengan istrinya sendiri. Sudah sejak lama Sri menaruh hati pada Dony. Namun, Dony sama sekali tidak meliriknya. Sri patah hati dan semakin menderita ketika Nining--kakak kelasnya--dipersunting oleh Dony sang pujaan hati.

Di depan orang-orang, Sri terlihat baik, tapi di belakang dia menaruh dendam yang sangat besar. Apapun dia lakukan untuk bisa menggagalkan pernikahan Dony dan Nining. Sayangnya, semua usahanya gagal dan mereka pun tetap menikah. Namun, Sri tidak putus asa. Dia kembali mengatur rencana lain dengan menerima pinangan dari Lucky yang tidak lain adalah sepupu Dony. Walaupun dia tidak mencintai Lucky, dia terus bertahan karena Lucky pemuda yang baik dan juga kaya. Dia pun jarang di rumah karena harus berlayar dan pulang enam bulan sekali dan satu minggu di rumah.

Sri sudah cantik dengan dandanan yang menggoda. Dia memakai rok di atas lutut dengan tanktop ditutup outer pendek yang hampir memperlihatkan perut buncitnya. Sri memindai penampilannya di depan cermin sambil berlenggak-lenggok bak model di depan kamera.

"Cantik juga saya. Gak kalah seksi sama model-model luar sana. Badanku langsing, kulitku menawan, aku juga seksi. Tapi kenapa Mas Dony gak terpikat sama saya? Apa, sih, hebatnya Mbak Nining? Cantik juga saya," celoteh Sri sambil memperlihatkan badannya yang pendek, kulitnya yang gelap serta tubuhnya yang berisi.

Baju yang dia pakai tidak pantas melekat di tubuhnya. Itu lebih pantas dipakai oleh anak balita yang tingginya kurang dari satu meter. Akan sangat menggemaskan pula jika yang memakai anak kecil berkulit putih dengan tingkah yang lucu, tapi terasa aneh jika yang memakai Sri. Bagai donat berselai nanas.

Sri pun menyambar tas mewah yang dibelikan suaminya ketika mereka berbelanja di sebuah Mall. Tanpa ragu Sri naik taksi online yang sudah dia pesan menuju Cafe yang tak jauh dari kantor Doni bekerja. Dandanan yang cetar membahana membuat Sri lebih percaya diri, meskipun banyak mata yang memandangnya dengan aneh.

"Sebentar lagi jam makan siang, pasti Mas Dony akan keluar dari kantornya. Saya harus bersiap-siap dan sandiwara seolah-olah kita kebetulan bertemu. Lumayan bisa ketemu sama Mas Dony cara terang-terangan tanpa perlu mengendap-ngendap seperti biasanya," kekek Sri lirih, membayangkan setiap hari harus mengintip Doni dari celah jendela.

Melihat Dony yang baru selesai mandi dan hanya mengenakan handuk yang dililitkan sebatas perut sampai paha, membuat Sri selalu bergelora. Bagaimana tidak bergelora, dia hanya disentuh enam bulan sekali dan itu pun hanya satu minggu saja.

Kebutuhan finansialnya memang terpenuhi, tetapi kebutuhan batinnya tidak. Itu yang semakin membuat Sri tergila-gila pada Dony yang selalu ada di dekatnya dan jauh lebih sempurna fisiknya daripada Lucky–suaminya sendiri.

"Nah, itu Mas Dony keluar dari kantor. Saya harus pura-pura menabraknya agar dia gak curiga saya sengaja menunggu dia di sini."

Sri bangun lalu mengambil ponselnya seolah-olah sedang serius membaca pesan ketika Dony masuk ke cafe. Mereka pun bertabrakan dan Dony merasa sangat menyesal sebab ponsel yang dipegang Sri sampai terjatuh di atas meja.

"Maaf-maaf, aku gak sengaja." Dony langsung meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Dia mengambil dan memberikan ponsel milik Sri. Betapa terkejutnya Dony ketika melihat Sri yang dia tabrak dan dia pun semakin terkejut begitu melihat penampilan Sri yang tidak biasanya.

Pakaian itu berwarna kuning cerah dengan bandana merah muda di kepalanya, penampilannya sangat tidak cocok karena itu lebih cocok dipakai oleh anak-anak TK yang akan berangkat sekolah. Dony harus menahan tawa karena melihat penampilan Sri yang sangat aneh. Namun, dia diam saja untuk menghormati, karena tidak mau Sri merasa malu.

"Mba Sri, kok, ada di sini? Maaf, ya, Mbak. Aku gak sengaja nabrak Mba Sri." Dony mencoba melupakan pikirannya tentang Sri sejenak untuk minta maaf.

"Oh, iya gak pa-pa. Saya juga yang salah. Harusnya gak jalan sambil lihat HP. Saya nunggu teman tapi teman saya gak jadi datang, makanya tadi mau pulang. Ternyata ada Mas Dony di sini. Mas Dony lagi istirahat, ya?" Sri mengarang cerita.

"Iya. Ini sudah waktunya makan siang jadi aku pergi ke sini, lumayan dekat jadi hemat waktu. Aku sering makan di sini, Mba Sri juga sering makan di sini, ya?" tanya Dony balik.

"Iya, lumayan sering. Mas Lucky sering ngajak saya makan di sini. Di sini makanannya enak-enak, ya?" jawab Sri sok tahu. Padahal dia tidak pernah makan di sini, dia hanya mengarang cerita agar tidak malu di depan Dony.

Sri menunjuk meja yang sudah tersedia minuman. "Saya sudah memesan makanan dan minuman untuk teman saya, jadi mubazir, deh. Bagaimana kalau Mas Dony ikut makan sama saya? Soalnya sayang makanannya gak ada yang makan." Sri mencari alasan agar Dony mau bersamanya.

"Apa tidak merepotkan?" tanya Dony segan.

"Oh, tentu saja tidak. Saya malah senang kalau ada yang nemenin makan." Sri pun duduk dan mengajak Dony duduk di sampingnya juga.

"Oh, ya, Mas. Kebetulan ada yang ingin saya bicarakan sama mas Dony. Saya gak enak kalau harus bicara di rumah. Gak disangka ternyata kita malah ketemu di sini. Kebetulan sekali, ya?" Sri memulai rencananya.

"Mau bicara apa, ya, Mba?" tanya Dony.

"Saya disuruh Mba Nining untuk menjelaskan tentang baju yang menjadi penyebab Mas Dony dan Mbak Nining bertengkar semalam."

Doni sangat kaget mendengar pengakuan itu. Dia tidak menyangka Nining akan membongkar rahasia rumah tangganya di depan orang lain. Dony pun semakin marah dan membenci Nining. Raut mukanya berubah kesal, rasa benci dan amarah terlihat jelas dan Sri semakin bahagia mengetahui hal itu. Ini saat yang tepat untuk menuang bensin di atas api yang mulai membesar.

"Jadi Mba Nining minta tolong sama saya. Sampai-sampai Mba Nining itu bayar saya buat ngarang cerita tentang baju itu. Dia nyuruh saya buat ngaku kalau baju itu milik suami saya yang kemarin saya cuci dan jemur di jemuran milik Mba Nining. Saya sudah menolak untuk bersandiwara tapi dia terus maksa. Saya tidak tega melihat Mas Dony dibohongi terus sama Mbak Nining, makanya saya memberanikan diri bicara seperti ini ke Mas Dony. Tolong jangan bilang ke Mba Nining kalau saya yang udah ngomong semua ini ke Mas Dony, yah? Aku gak mau dimarahi sama Mba Nining. Oh iya. Mba Nining juga sering loh memasukkan laki-laki ke rumah. Mereka sering ketawa-ketawa dan masuk ke dalan kamar," ujar Sri agar nama baik Nining hancur di mata Dony. Dia ingin rumah tangga Nining dan Dony hancur berantakan

Tangan Dony terkempal sangat kuat sehingga menunjukkan buku-buku jarinya yang putih. Dia tidak menyangka kalau Nining lebih buruk dari apa yang dia kira sebelumnya. Padahal meninggalkan Nining selama beberapa jam sibuk di kantor membuat pikirannya jauh lebih tenang dan ingin membicarakannya baik-baik. Namun, sekarang tidak lagi. Amarah yang sudah mulai mereda kembali berkobar san Dia sudah tidak mau bersama dengan Nining untuk selamanya.

"Saya tahu pasti sakit banget denger kenyataan ini. Tapi saya juga gak bisa terus-terusan diam dengan ulah Nining selama ini. Mbak Nining itu emang dari dulu terkenal licik, jadi saya saranin supaya Mas Dony jangan mudah percaya sama Mba Nining. Mbak Nining itu pandai bersandiwara dia juga nggak segan buat ngeluarin uang buat ngelolosin rencananya." Sri kembali membuat kericuhan dengan memfitnah Nining dengan keji. Melihat Doni semakin marah, senyuman miring penuh kelicikan terbit di bibir Sri. Rencananya berhasil, dia hanya menunggu sebentar lagi untuk mendengar kabar perceraian Nining dan Dony.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!