2

Dony tidak percaya pada Nining, dia pun berencana untuk pulang ke rumah orang tuanya dan akan memikirkan keputusan apa yang akan dia ambil untuk rumah tangga yang baru dibina selama setahun itu. Dengan langkah pasti, Dony segera membuka pintu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat banyak orang berkerumun di depan rumahnya.

“Ada apa ini? Kenapa kalian berkerumun di sini?” tanya Dony heran.

“Harusnya kami yang tanya sama kalian. Apa yang sedang kalian lakukan di dalam? Kami dengar ada suara gaduh-gaduh seperti ada tindakan kekerasan. Kami tidak akan diam saja kalau terjadi KDRT di lingkungan kami,” papar salah seorang tetangga laki-laki yang menjadi rukun tetangga di daerahnya tersebut.

“Gaduh? Oh, gaduh-gaduh tadi? Itu bukan apa-apa, kok, Pak. Namanya rumah tangga, beda pendapat aja.” Dony mendekati Nining lalu merangkul pundaknya. Dia tak mau kalau semua orang tahu tentang masalah rumah tangga yang sedang mereka hadapi sekarang. Pasti semua orang akan menertawakan dirinya yang sudah salah memilih Nining sebagai istrinya dan Dony tidak mau itu terjadi.

“Iyakan, Sayang?” Dony kembali bersandiwara dengan tersenyum pada Nining seraya merangkul pundaknya dengan sedikit penekanan agar Nining ikut bersandiwara dengannya.

“Iya, Pak.” Nining tersenyum kaku, menuruti perintah Dony.

“Kok, senyumnya kayak terpaksa gitu? Nah, itu. Kenapa pintunya bolong sama tangan Mas Dony luka. Jangan-jangan ada yang kalian sembunyikan dari saya,” tuduh Pak RT sekali lagi. Dia tidak percaya pada mereka berdua karena ada seseorang yang membisikkan padanya tentang pertengkaran hebat yang terjadi pada mereka berdua. Namun, dia tak tahu itu suara siapa.

Dony dan Nining melirik ke belakang. Terlihat pintu kayu itu berlubang. Mungkin mereka mendengar suara keras saat Dony memukul pintu hingga pintu itu rusak. Nining pun menatap wajah Dony dengan ketakutan. Dia sangat tahu kalau Pak RT-nya itu tidak akan membiarkan kekerasan terjadi dalam lingkungannya, apapun alasannya.

“Oh, itu. Tadi ada tikus. Tikusnya gangguin kita terus. Aku kesal, makanya aku kejar dia. Dia naik pintu itu. Ya, udah. Aku tinju aja biar tikusnya mati. Bukannya mati. Tikusnya kabur. Pintunya rusak, tanganku yang luka,” karang Dony asal disertai tawa sandiwara senormal mungkin.

“Tikus? Sebegitu mengganggunya, ya, Mas?” telisik Pak RT masih tidak percaya. Alasan Dony sangat tidak masuk akal.

“Ah, Pak RT. Masa aku harus jelasin sampai detail, sih? Lihat, nih. Aku masih pakai handuk, Pak. Lagi di puncak. Gimana gak kesel coba. Kan sangat mengganggu,” sambung Dony lagi. Kali ini dia mendekati telinga laki-laki yang berbeda sepuluh tahun dengannya lalu menunjukkan dengan malu handuk yang kokoh melilit tubuh bagian bawahnya.

Laki-laki itu pun tersenyum geli sambil melirik handuk Dony. Dia mengerti sekarang kenapa Dony sangat kesal. Laki-laki manapun pasti akan sangat marah jika ada yang mengganggu jika sedang di kondisi seperti itu.

“Ya, sudah kalau tidak terjadi apa-apa. Tapi ingat! Saya tidak akan membiarkan warga saya melakukan KDRT. Seandainya korban itu salah, saya akan menjadi hakim agar masalah rumah tangga warga saya aman. Kami minta maaf atas ketidaknyamanannya dan silahkan dilanjutkan lagi.” Warga pun bubar dan Dony mengiring kepergian tetangga dengan pandangan mata sambil terus pura-pura tersenyum.

Semua orang pergi dengan perasaan lega. Namun, ada seseorang yang nampak kecewa. Dia tidak menyangka kalau Dony akan menutupi masalah rumah tangganya di depan semua orang. Padahal dia berharap masalah rumah tangga Dony dan Nining menjadi konsumsi tetangga dan mereka akan digunjing habis-habisan.

‘Sial. Kenapa gagal? Mereka malah makin mesra lagi. Gak akan aku biarin ini terjadi. Aku akan beri mereka pelajaran lagi,’ bisik seseorang dalam hati. Dia pun ikut pergi bersama yang lain agar tidak ada yang curiga dengannya.

Setelah memastikan semuanya sudah pergi, Dony menutup pintu. Kembali sorot mata amarah terpancar di matanya.

“Jangan kamu harap aku sudah melupakan semuanya. Aku tidak akan pernah memaafkan kamu. Hari ini kamu beruntung karena aku tidak jadi pergi. Besok tidak akan terjadi. Aku akan pulang ke rumah orang tuaku dan jangan coba-coba menjemputku karena aku sangat muak melihat wajahmu!” Dony berlalu pergi meninggalkan Nining dengan sejuta luka yang menganga.

Tidak ada yang bisa dilakukan oleh wanita lembut itu. Dia hanya bisa menangis sambil menatap perih laki-laki yang sangat dia sayangi itu. Dia tak menyangka kalau Dony lebih percaya pada dugaannya daripada dirinya. Padahal Nining sangat setia dan tidak pernah berpikir sedikit pun untuk meninggalkan suaminya tersebut.

Tak terasa jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam. Dony masih diam walaupun dia belum makan. Biasanya dia akan memeluk Nining dan minta dibuatkan makanan. Sekarang tidak sama sekali. Jangankan memeluk, berbicara pun tidak.

Nining terus melirik suaminya yang sedang tiduran sambil menonton TV di ruang tamu. Dia khawatir suaminya akan sakit jika dia tidak makan. Dia pun berinisiatif untuk memanaskan masakan yang tadi siang dia masak.

“Nasi masih ada. Opor ayam juga masih ada. Sudah selesai semuanya. Aku harus masuk kamar supaya Mas Dony gak malu buat makan.” Nining pun pura-pura masuk kamar dengan mengencangkan suara langkah kakinya.

Dony memegangi perut yang terasa melilit. Karena masalah tadi sore, dia sampai lupa belum makan. Dia melirik ruang makan dan terukirlah senyum lebar ketika melihat Nining sudah pergi.

“Ada makanan. Ada Nining gak, ya? Jangan sampai Nining tahu kalau aku masih mau makan masakannya. Bisa kegeeran dia.” Dony berjalan mengendap dengan hati-hati agar Nining tidak tahu kalau dirinya ingin makan. Setelah sampai di ruang makan, dia segera duduk dan mengambil nasi. “Aku sadar kalau Nining emang baik, tapi itu dulu sebelum dia ketahuan selingkuh. Masakannya juga enak, eh, gak enak.” Dony terus menggumam sambil menikmati makanan dari Nining. Walaupun dia tidak mengakui keenakan masakan Nining, mulutnya tidak bisa bohong. Dia makan sangat lahap.

Nining memperhatikan Dony dari jauh. Dia sembunyi di pojok ruangan. Senang rasanya suaminya makan dengan lahap. Meskipun dia belum mendapat maaf dari Dony, dia senang. Setidaknya suaminya tidak kelaparan. Nining pun meninggalkan Dony tanpa Dony tahu.

***

Dony bangun sangat pagi. Bahkan dia mengambil baju kantor secara diam-diam agar Nining tidak tahu. Setelah dia siap dengan baju dan perlengkapan kantornya, dia berangkat tanpa sarapan. Dia masih marah pada Nining, tidak sudi rasanya kalau harus menatap wajah istri baik itu. Dia tidak akan kuat jika harus memindai wajah ayu Nining dengan ucapan yang menohok.

“Jam lima pagi. Mas Dony udah bangun belum, ya? Diakan harus ke kantor. Aku bangunin dulu apa, ya?” Nining keluar kamar lalu menemui Dony di ruang tamu.

Betapa kagetnya Nining ketika melihat Dony sudah tidak ada. Dia pun segera keluar untuk melihat motor Dony.

“Motornya gak ada. Jangan-jangan Mas Dony udah berangkat. Tapi Mas Dony belum sarapan. Kasihan dia. Dia pasti lapar. Maafin aku, Mas. Gara-gara aku, kamu jadi gak mau makan pagi. Aku harap kamu mau makan pagi di warung supaya kamu gak sakit,” gumam Nining khawatir.

Bukannya marah, dia malah merasa menyesal. Dia membuat suaminya enggan sarapan hanya karena dia salah padam pada dirinya.

‘Itu Nining. Dia pasti sedang marahan sama Mas Dony. Aku lihat Mas Dony berangkat subuh, pasti karena tidak mau melihat Nining. Bagus. Rencanaku perlahan akan berhasil dan aku harap rumah tangga mereka akan segera hancur.’

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!