6 Februari

6 Februari

Bab. 1 Pinjaman online

"Bang kakak hari ini, kita tidak punya apa-apa hanya ada sedikit beras dan 2 butir telur untuk makan anak-anak." ucap Sekar kepada suaminya sambil menggenggam sebutir telur.

"Sabar ya nanti Abang coba keluar siapa tau ada yang membutuhkan tenaga Abang dan upahnya bisa kita belikan beras." ucap Faris sambil tersenyum getir.

Sekar hanya bisa tersenyum, kemudian ia berlalu meninggalkan suaminya yang masih duduk melihat kedua anaknya yang masih kecil sedang bermain di ruang tengah.

Sekar kemudian segera memasak sebelum ia pergi untuk bekerja. Sejak suaminya terkena PHK karena covid 19, ia menjadi tulang punggung keluarga. Semua kebutuhan hidup menjadi tanggung jawabnya.

Semua biaya hidup sehari-hari, bayar kontrakan, listrik, air dan biaya penitipan anak menjadi tanggung jawabnya. Iya harus menitipkan Naka keduanya yang masih bayi agar bisa tetap bekerja.

Sementara anaknya yang pertama terpaksa ia ajak untuk mandiri padahal ia masih duduk di bangku TK, suaminya kadang bekerja kadang juga menganggur karena ia hanya bekerja serabutan.

Kehidupan yang penuh dengan kekurangan dan biaya hidup yang terus meningkat akibat semua bahan kebutuhan pokok naik akibat dari kebijakan pemerintah yang menaikkan PPN dan mencabut subsidi BBM.

Bahkan kenaikan tersebut diumumkan setelah diumumkannya tidak ada kenaikan UMK bagi para buruh seperti Sekar.

Bantuan yang digembor-gemborkan oleh pemerintah tidak pernah Sekar rasakan sama sekali. Disaat yang lain mendapatkan bantuan dari pemerintah baik berupa sembako atau uang tunai, ia hanya bisa tersenyum pahit menerima kehidupan yang terus berjalan tanpa perduli apakah ia mendapatkan bantuan untuk makan dan membeli susu untuk anak-anaknya.

Kemiskinan memang bukan sebuah kesalahan, namun kemiskinan terkadang membuat seseorang seolah-olah atau tepatnya disalahkan oleh kehidupan yang membutuhkan harta.

Setelah selesai melakukan aktivitas di dapur, Sekar segera memandikan anaknya dan mendandaninya untuk belajar disalah satu sekolah taman kanak-kanak.

Dengan terpaksa anaknya hanya membawa bekal nasi dan telor dadar setiap hari untuk bekal sekolahnya. Sementara anaknya yang masih bayi ia titipkan ke salah satu tetangganya dengan uang jasa setiap bulannya.

Sekar tersenyum pahit, saat anaknya meminta agar ia bisa membawa bekal seperti teman-temannya yang lain. Bisa menabung dan bahkan bisa membeli jajanan yang dijual di sekitar sekolahnya.

"Kak ayo kita berangkat, nanti terlambat sekolahnya." ucap Sekar sambil menggandeng tangan anaknya pergi ke sekolah sekalian ia berangkat bekerja.

Sementara suaminya lebih dulu pergi keluar untuk mencari pekerjaan atau mungkin ada yang membutuhkan tenaganya dengan imbalan seadanya.

"Bu, nanti kalau ibu sudah gajian kakak belikan ayam goreng ya Bu." ucap Farel sambil menatap Sekar dengan penuh harap.

"Iya sayang, sekarang kakak bawa bekal telor dadar dulu seperti biasanya nanti kalau ibu sudah gajian kita beli ayam goreng." jawab Sekar sambil mengusap rambut anaknya dengan penuh kasih.

"Hore ! nanti beliin dua ya Bu ayam goreng kayak punya Upin dan Ipin itu." ucap Farel dengan gembira.

Setelah Sekar memastikan anaknya masuk kedalam kelas, ia segera berlari menuju ke perusahaan tempat ia mengais rezeki, ia setiap hari pergi bekerja dengan berlari agar tidak terlambat masuk bekerja.

Sekar tidak pernah menghiraukan pandangan orang yang selalu melihatnya sebelah mata, karena ia satu-satunya karyawan yang pergi bekerja dengan berjalan kaki.

Selama ia bisa bekerja ia rela jika harus pulang pergi berjalan kaki, bukannya ia tidak ingin pergi bekerja dengan menggunakan sepeda atau motor, apalah daya ia tak mampu untuk membelinya.

Bisa makan tanpa berhutang ke warung saja sudah cukup bagi Sekar. Ia dan suaminya harus rela menahan lapar demi kedua anaknya yang masih membutuhkan makan dan juga susu.

Terkadang ia merasa iri, karena tetangganya yang kehidupannya jauh lebih baik dari keluarganya, mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Namun lagi-lagi rasa itu harus ia telan, karena takdir memaksanya harus bisa mencukupi kebutuhan keluarganya tanpa bantuan dari siapapun termasuk dari pemerintah.

Ketika ia berfikir untuk bertanya mengapa ia tidak pernah mendapatkan bantuan apapun, pasti ketua RT atau RW selalu mengatakan bahwa data para penerima bantuan itu berasal dari pusat.

Saat Sekar sedang sibuk bekerja, ia mendapatkan kabar dari staf pengawasnya bahwa suaminya mengalami sebuah kecelakaan dan sedang salam perjalan ke rumah sakit.

Ia buru-buru meminta ijin dan segera menuju rumah sakit tempat suaminya mendapatkan perawatan. Dengan cepat ia menemui suaminya.

"Bang apa yang terjadi ? Dan bagaimana kondisi Abang?." tanya Sekar.

"Abang baik baik saja, hanya kaki Abang saja yang terluka." jawab Faris.

"Permisi ibu, tolong segera selesaikan administrasinya untuk mendapatkan perawatan selanjutnya dan agar kami bisa segera memindahkan pasien ke ruang perawatan." ucap salah seorang perawat dengan ramah.

"Baik saya akan mengurus administrasinya." jawab Sekar.

Ia segera berjalan meninggalkan Faris untuk mengurus semua administrasi, namun Faris segera memanggil Sekar sebelum ia keluar dari pintu.

"Sekar tunggu !." ucap Faris.

Sekar berjalan menghampiri suaminya. Ia kemudian membantu sang suami yang berusaha untuk duduk dengan susah payah.

"Ada apa bang ? jika memerlukan sesuatu biar Sekar bantu." ucap Sekar.

" Sekar nanti kita pulang saja, Abang tidak apa-apa masalah luka nanti kita obati di rumah saja. Pakai obat dari warung atau obat tradisional saja." ucap Faris sambil menahan rasa sakitnya.

"Tapi bang, jika Abang tidak diobati nanti bagaimana ?." tanya Sekar dengan meneteskan air mata.

"Tidak akan terjadi apa-apa. Jika kita memaksa tetap tinggal di sini bagaimana biayanya ? bagaimana dengan anak-anak ?."

"Untuk biaya saat ini saja Abang tidak punya uang. Lebih baik kita pulang saja, itu akan lebih baik." ucap Faris sambil mengusap air mata istrinya.

"Iya bang, saat ini kita tidak punya uang." jawab Sekar dengan tersenyum pahit menerima keadaan yang ia hadapi.

"Ya sudah bang, aku mau keluar untuk mencari pinjaman di perusahaan, siapa tau bisa dan kita segera bisa pulang." ucap Sekar segera berlalu meninggalkan suaminya tanpa menunggu jawaban sang suami.

Ia segera kembali ke perusahaannya dengan harapan mendapatkan bantuan atau pinjaman untuk biaya suaminya di rumah sakit.

Namun kenyataan pahit lagi-lagi harus ia terima, karena perusahaan tempat ia bekerja tidak bisa membantu kesulitan yang di hadapinya.

Ia hanya mendapatkan saran dari salah satu personalia untuk meminjam disalah satu aplikasi pinjaman online. Karena dalam aplikasi tersebut kita bisa meminjam sejumlah uang hanya dengan menggunakan KTP saja serta prosesnya sangat mudah dan hanya dalam hitungan menit uang tersebut langsung cair.

Sepanjang perjalanan Sekar memikirkan hal tersebut, karena jujur saja ia belum pernah melakukan hal itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!