Bab 3 - Masuk penjara dengan kasus konyol

Dara membawa wanita tua itu menuju ke rumahnya yang tak berada jauh dari sana, sebuah rumah yang berukuran sangat kecil terpampang jelas di hadapan mata. 

"Ini rumahku, Nek." Ucapnya bersemangat sambil menuntun wanita tua itu semakin dekat. 

Tampak wanita tua itu mengerutkan kening saat melihat situasi rumah yang sangat sederhana. "Apa ini layak di tempati? Bahkan ini terlihat seperti kandang ayam." Ujarnya yang berkomentar. 

Dara merasa nyelekit di dalam hatinya saat wanita tua itu mengatakan gubuknya persis seperti kandang ayam, jika itu orang yang usia di bawahnya pasti akan membalas perkataan yang sangat menyakiti telinga. 

"Ya Tuhan, berikan aku kesabaran menghadapi nenek Diana." Batinnya yang diam-diam mengusap dadanya. "Setidaknya Nenek tidak akan kehujanan juga kepanasan, bermalamlah di sini." Balasnya sambil memperlihatkan senyuman manis. 

"Ya, kau benar." Nenek Diana terlihat sangat sedih memikirkan tempatnya bermalam, paling tidak dia bersyukur ada orang yang membantunya. 

"Ayo masuk, Nek."

"Ya."

Sekali lagi Dara memperhatikan raut wajah nenek Diana yang seakan tak rela untuk bermalam di tempatnya, andai dia memiliki hati hitam pasti sudah mengusir orang tua yang banyak pemilih itu. Dia menghela nafas sembari berusaha bersikap sabar, segera berpamitan untuk membereskan tempat tidur. 

"Apa kau yakin aku harus tidur di tempat itu? Bagaimana jika pinggang ku sakit?" nenek Diana kembali mengeluarkan perkataan yang menyakitkan telinga saat menatap tempat tidur kecil yang hanya di alas dari kasur kapuk usang. 

"Ya Tuhan, pertebal kesabaranku." Batin Dara meringis. "Maaf Nek, hanya ini yang ada." 

"Aku tidak akan bisa tidur di tempat kecil itu, tulang-tulangku pasti terasa nyeri. Juga aku tak lihat adanya AC, pasti sangat gerah. Oh ya ampun, apa ini layak di tempati? Aku tak menyangka jika orang sebaik dirimu tinggal di tempat yang layak di sebut kandang ayam." Nenek Diana mengelus pucuk kepala Dara dengan sangat lembut, merasa kasihan dan bersimpati dengan kondisi si penolongnya.

Dara cengengesan dan menepis tangan keriput secara perlahan, melihat penampilan dari sang nenek juga tak memadai. Seorang wanita tua berjalan seorang diri dengan penampilan berantakan, malahan dia mulai bertanya apakah nenek Diana orang kaya atau bukan. 

"Tidak perlu mengasihaniku Nek, aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini." 

"Hah, kau wanita yang tangguh dan aku sangat menyukaimu."

"Wah, aku anggap itu sebagai pujian. Terima kasih, Nek." Dara tersenyum sekilas.

Meski tampak ragu untuk menginap disana, nenek Diana masih memiliki nurani akan niat baik gadis muda yang mau menolongnya. Sebuah tangan memeluk tubuh tuanya menjadikan suasana sangat hangat dan nyaman, mendapatkan kenyamanan itu sangatlah berharga. Walau sekarang dia tidak mengingat dimana alamat rumahnya, tapi secuil ingatan kalau dia bukanlah orang susah. 

Dara memeluk tubuh nenek Diana dan memejamkan kedua mata, hingga keduanya tertidur sangat lelap sekali. 

Di pagi hari, Dara terbangun dan tersenyum saat mendengar suara dengkuran dari nenek Diana. Perlahan dia melepaskan pelukannya, dan beringsut dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mencuci wajah dan menggosok gigi. Setelah semua selesai, lanjut memasak sarapan pagi untuk memberikan jamuan pada tamunya. 

Aroma masakan yang menggugah selera tercium di seluruh ruangan, nenek Diana perlahan membuka matanya sambil memegang perut keroncongan. 

"Wanginya sangat enak, sepertinya lezat." 

"Eh, Nenek sudah bangun?" jawab Dara sedikit terkejut kedatangan tiba-tiba dari tamunya.

"Hem, kau masak apa?" tanya nenek Diana bersemangat sembari memegang perut yang sedari tadi berbunyi menandakan minta di isi. 

"Hanya nasi goreng, ini masakan yang tercepat." 

"Hem." 

Dara memperlakukan nenek Diana sangat baik, dia berniat mencari keluarga sang nenek setelah sarapan mereka selesai. 

Mereka sarapan dengan khidmat, Dara tersenyum senang melihat porsi makan wanita tua itu yang sangat lahap memakan nasi goreng buatannya. Pagi yang begitu tenang terganggu oleh suara tendangan pintu cukup keras, membuat mereka tersentak kaget. 

Dara menghentikan suapan di mulutnya dan berdiri melihat kedatangan beberapa orang berbaju hitam, menatapnya sebagai seorang pelaku utama. 

"Siapa kalian?" 

"Ternyata Nyonya ada di sini." Salah satu pria berbaju hitam datang menghampiri nenek Diana tapi dihalangi oleh Dara yang tidak percaya pada orang-orang itu. 

"Kalian tidak bisa membawanya begitu saja, siapa kalian?" Dara berusaha melindungi nenek Diana, tidak tahu apakah tindakannya sudah benar. 

Seorang pria tampan membelah kerumunan, menjadi pusat perhatian saat dia melepaskan kacamata hitam. Sepasang bola mata yang sangat indah pernah di puji oleh Dara, sontak kedua pupil matanya membesar di kala mengetahui siapa pria itu yang tak lain adalah Erick Adelmo, sang mantan kekasih. 

"Nenek kenapa bisa sampai kesini?" tanya Erick mencemaskan nenek Diana. 

"Nenek?" Dara mengerutkan dahi masih mencerna perkataan itu. 

"Ya, dia nenekku. Oho, aku tahu tujuanmu sekarang Nona. Kau menculik nenekku!" tuduh Erick. 

"Aku tidak menculiknya, nenek Diana aku temukan hampir pingsan di jalanan dan menolongnya dengan membawanya kesini." Jelas Dara yang tentunya tak ingin di salahkan.

"Kenapa kalian ribut, kepalaku terasa pusing mendengarnya." Sela nenek Diana menengahi perdebatan itu. 

Erick memegang kedua bahu sang nenek dan menatapnya dalam. "Kenapa Nenek bisa sampai di sini? Apa Nenek di culik oleh gadis itu?" 

"Hei, aku bukan penculik." Bantah Dara protes. 

"Diam kau, aku sedang bicara dengan nenekku." Cetus Erick menatap Dara tajam. "Apa Nenek mengenal gadis itu?" 

Lama nenek Diana terdiam memberikan jawaban, sedangkan Dara mencoba untuk menunjuk dirinya sendiri dan menceritakan awal pertemuan mereka semalam. 

"Bisakah kau diam? Kau mengganggu sekali." Kesal Erick. 

"Aku tidak mengenalnya." Jawab nenek Diana sembari menatap Dara cukup lama berusaha untuk mengingatnya. 

"Hah, ternyata dugaanku benar. Kau menculik nenekku, dasar penculik licik." Tuduhan yang di lontarkan oleh Erick berhasil menambah kekesalan di hati Dara. 

"Itu bukan cerita sebenarnya," Dara tak menyangka jika wanita tua yang telah di tolongnya mengatakan hal sebaliknya, entah apa dosanya di masa lalu hingga terikat pada sang mantan kekasih. 

"Jangan banyak bicara." Bentak Erick yang sangat marah, menuntun neneknya keluar dari tempat itu. "Bawa gadis itu ke penjara!" 

"APA? Hei, kau tidak bisa memperlakukanku seperti itu." Peotes Dara berteriak sambil menatap kepergian Erick dan nenek Diana, menyisakan dirinya dalam keadaan bermasalah. 

"Sekarang anda ikut dengan kami." Beberapa orang menyeret Dara dengan kasar, keributan yang di timbulkan itu mengundang banyak orang untuk menontonnya. 

"Hei, kalian salah paham. Aku bukan penculik…aku bukan penculik." 

"Penjara pasti penuh jika maling mengaku." Sahut salah satunya. 

Di dalam sel penjara, Dara menatap kesal ke arah pria yang sudah menjebloskan nya. 

"Ck, berhentilah menatapku seperti itu."

"Kau pantas menerimanya." 

"Pantas? Wanita cantik sepertiku tak mungkin menculik seorang nenek-nenek." 

"Dan karena wanita cantik pula bisa menghancurkan hati seorang pria, tentu saja menculik suatu hal yang mudah di lakukan olehnya." Sambung Erick yang masih mengingat perbuatan Dara yang pergi meninggalkannya.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

seperti nya Erick balas dendam terhadap Dara hanya karna pergi meninggalkan..

2023-09-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!