Keesokan harinya..
Dara bersiap-siap berangkat ke kantor, cukup lama dia memandang ke arah cermin melihat pantulan wajahnya yang tak bersemangat. Impiannya yang bekerja di perusahaan besar malah menjadi awal kesulitan setelah mengetahui siapa CEO yang merupakan mantan kekasihnya dulu, hubungan yang terpaksa di akhiri karena suatu alasan.
Tas kecil genggaman tangan di raih olehnya, membuang pikiran negatif dan kembali bekerja. Hubungan di masa lalu tak akan mempengaruhi awal karirnya, tak peduli sesulit apapun rintangannya.
"Semoga hariku cerah dan tidak bertemu dengan pria itu." Tekad yang dimiliki oleh Dara menjadi penyemangatnya untuk melepaskan aura negatif.
Sesampainya di kantor, Dara merasakan sebuah tangan di pundaknya. Dia segera menoleh dan menatap sang pelaku yang tak lain adalah temannya, Tita.
"Pagi." Sapa Tita tersenyum manis.
"Pagi."
"Bagaimana semalam? Apa kamu bertemu hantu penunggu di kantor?" tanya Tita setengah berbisik.
"Ya, bisa dikatakan seperti itu dan bahkan sangat seram." Sahut Dara menganggukkan kepala sambil memikirkan pertemuannya dengan Erick.
"Benarkah?" Tita sangat antusias jika membahas hal-hal mistis, tetapi sebenarnya dia penakut.
"Ya. Sudahlah, aku tak ingin membahasnya sekarang."
"Ck, kau tidak asik." Ujar Tita sedikit kecewa akibat rasa penasarannya tak terobati.
Dara tersenyum kemenangan saat melihat ekspresi yang di tunjukkan oleh Tita, menyeret tangan gadis itu dan membawanya menuju meja kerja mereka.
Setidaknya hari ini dia beruntung karena tak mendapatkan pekerjaan tambahan yang membuatnya lembur, akhirnya dia bisa santai setelah mengerjakan pekerjaan.
"Akhirnya pekerjaanku selesai." Dara membayangkan akan singgah ke rumah panti asuhan, dimana dirinya dibesarkan di sana.
Sudah waktunya pulang, Dara mengemasi barang-barang yang berantakan di meja kerja, sangat bersemangat akhirnya bisa berkunjung menemui ibu dan adik-adiknya di panti asuhan.
"Aku sangat merindukan ibu, sudah lama aku tidak ke sana." Monolognya dengan harapan penuh.
Seorang pria datang dengan tergesa-gesa menghampiri Dara. "Tunggu sebentar!"
Dara menghentikan langkah kakinya menatap pria berjas hitam, mengerutkan kening tak tahu memiliki urusan apa.
"Ada apa Tuan Noval?" Tanya Dara sopan.
"Tuan Erick ingin menemui anda." Jawab pria yang menjadi asisten CEO.
"Eh, kenapa dia ingin menemuiku? Apa ini masalah jas itu?" batin Dara yang tak tahu apa yang ada di pikiran mantan kekasihnya itu, menatap pria di hadapannya yang di kenalnya sebagai asisten CEO. "Baiklah."
Di sepanjang perjalanan Dara hanya terdiam sambil memikirkan kekacauan apa yang di perbuat oleh Erick, mantan kekasihnya sekaligus bos di perusahaan tempatnya bekerja.
"Masuklah ke dalam, tuan Erick sudah menunggu anda."
Dara menganggukkan kepala, menarik nafas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan sembari membuka pintu. Langkah kaki yang di sertai beberapa doa berharap dia tidak akan di pecat hanya karena kesalahan sepele.
Dia menatap seorang pria yang berkutat pada layar komputer, jari jemari begitu cepat saat mengaplikasikan pekerjaannya.
Erick menghentikan pekerjaannya sejenak, melirik sekilas ke arah seorang gadis yang dulu pernah menyakitinya. Terukir senyum tipis tak terlihat oleh siapapun di wajahnya, entah rencana apa yang muncul di otaknya.
"Duduklah!" titahnya.
"Ada apa Tuan memanggilku?" tanya Dara penasaran.
"Kau di pecat." Terang Erick terlihat santai tapi berbanding terbalik dengan Dara yang sangat terkejut.
"Di pecat hanya karena masalah semalam? Noda jas itu bisa hilang." Ucap Dara yang bernada tak terima dan merasa tertindas, karir yang baru di bangun beberapa bulan akhirnya kandas.
"Tapi aku tidak ingin memakai barang yang sudah kau nodai."
Dara mengusap wajahnya karena tak percaya jika Erick membalaskan dendam akibat dirinya pernah meninggalkan pria itu tanpa alasan yang jelas. Dia menganggukkan kepala menyetujui perkataan pemecatan itu dengan lapang dada walau di hati masih terbesit simpangan kata kasar yang tertahan di sana.
"Sepertinya kau belum move on dari masa lalu. Sesuai perkataanmu," Dara hendak melangkah pergi tapi tertahan oleh sebuah tangan. "Ada apa?" tanyanya sedikit ketus sambil melempar tatapan kesal.
"Biar aku antar kau ke depan pintu."
"Dasar kekanak-kanakan," lirih pelan Dara sinis dan pasrah dirinya langsung di seret keluar dari ruangan itu.
Erick tersenyum senang melihat kekesalan yang terlukis di wajah cantik sang mantan kekasih, semenjak pertemuan semalam membuatnya kembali berpikir ulang.
"Kita tidak memiliki urusan lagi, jangan pernah menunjukkan wajahmu itu."
"Ck, kalau aku tahu kau CEO di perusahaan ini aku juga tidak ingin bekerja di sini." Kekesalan mencuat setelah mendengar perkataan tajam dari sang mantan kekasih.
"Orang yang bersalah akan menunjukkan ekspresi seperti itu." Erick menunjuk wajah Dara dan kembali memasukkan tangannya di saku samping celana, tersenyum menyeringai mengingat hatinya yang pernah terluka oleh gadis itu.
Dara tak memperdulikan perkataan dari Erick dan pergi dari perusahaan itu, impiannya kandas di saat itu juga. Dia memutuskan pergi dan pergi membawa beberapa barang-barangnya, beruntung para karyawan sudah pulang dan tak membuat kejadian itu sangat memalukan.
"Pria sialan, hanya bisa menindas orang rendah sepertiku." Dara berteriak sambil menadahkan kepala ke atas menatap langit yang sekali lagi membuatnya merasa tidak adil.
Baru saja Dara bekerja di perusahaan besar tapi dirinya malah sial, kini dia tak tahu akan langkah selanjutnya. Namun satu yang pasti, tidak ada kata menyerah dalam kehidupannya.
"Heh, dia pikir dia itu siapa? Aku bisa melamar pekerjaan di perusahaan lain." Dara kembali meluapkan emosinya dan berkata begitu yakin walau hatinya masih tersisa keraguan disana.
Hari semakin malam, Dara tak berniat untuk pulang melainkan duduk di sebuah taman dan menikmati suasana. Namun pandangannya tertuju pada seorang wanita tua yang membutuhkan pertolongan, dia segera berlari untuk membantu dan melupakan sejenak permasalahan pribadi.
"Nenek tidak apa-apa?" tanya Dara membawa wanita tua itu untuk duduk di kursi.
"Memangnya aku kenapa?" tanya wanita tua yang berusaha mengingatnya.
"Nenek hampir pingsan dan aku membawa Nenek ke sini."
"Benarkah? Ya Tuhan, aku selalu saja lupa akan sesuatu." Wanita tua itu menepuk pelan keningnya, usia yang tak muda lagi dan penyakit pikun selalu saja menghampirinya.
Dara menatap wanita tua dengan intens, berpikir bagaimana menolongnya. "Hem, siapa nama Nenek dan dimana Nenek tinggal? Aku akan mengantarkan pulang." Tawarnya berniat untuk membantu.
"Namaku Diana, tapi aku lupa alamatku."
"Bagaimana aku membantunya? Hari semakin larut dan itu tidak baik untuk kondisinya sekarang." Rasa iba menyelinap di dalam hati Dara yang teris bertarung dengan pikirannya, bagaimana dia bisa tega meninggalkan wanita tua seorang diri disana. "Begini saja, bagaimana kalau Nenek ikut ke rumahku saja untuk sementara waktu?"
Wanita tua itu menganggukkan kepala menyetujui pendapat gadis muda, dia tidak memiliki tujuan dan memilih untuk ikut bersama Dara. Sementara di tempat lain keadaan tampak kacau karena kehilangannya, membuat heboh dan langsung bertindak berharap menemukannya.
"Kalian semua tidak becus, cari sekarang sampai dapat." Titah seorang pria membentak para bawahannya yang lalai akan pekerjaan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Diii
duh nek....emang neneknya bisa petak umpet ya koq kecolongan bisa ngilang dr rumah
2023-04-01
3