Raka mengambil nafas karena terlalu panjang berbicara, ini lebih merelakan daripada presentasi di depan klien yang sudah biasa dilakukan sejak masih kuliah dulu.
Selama berbicara tatapan saja Raka tidak pernah lepas dari wajah gadis cantik di depannya ini.
Raka hanya ingin menyampaikan apa yang selama ini dia pendam dan yang menjadi tanda tanya Kenapa gadis di depannya ini berubah begitu jelas.
Dia hanya tidak ingin dianggap sebagai laki-laki brengsek dan tidak bisa menghargai perasaan perempuan.
"Maaf di masa lalu pernah menyakiti hatimu, terima kasih sudah mau mendengarkan ucapan abang sekarang abang lega nggak ada lagi kejanggalan yang dirasakan,"
Raka bangun dari duduknya berjalan ke arah lemari pendingin untuk mengambil minuman.
"Silahkan,"
Meletakkan meminum dingin ke depan Farah.
Raka minum sambil memperhatikan wajah cantik itu yang entah sejak kapan mulai mengusik hatinya.
"Aku pamit dulu,"
Karena merasa kurang nyaman berada dalam satu ruangan yang sama, akhirnya Farah berpamitan meninggalkan Raka sendirian sambil memandangi setiap langkah Farah.
"Abang tau apa rasanya tapi percayalah abang nggak sengaja melakukan itu dan juga masalah hati siapa yang bisa mengatur,"
Raka melanjutkan kerjaan yang sempat tertunda karena menjelaskan kepada Farah bahwa apa yang di lakukan di masa lalu.
Dia juga hanya manusia biasa yang tak luput dari salah serta dosa dan kejadian di masa lalu bukan sengaja dia lakukan.
Karena pada dasarnya mereka berdua hanyalah dua insan yang mengalami patah hati atau cinta bertepuk sebelah tangan.
Korban perasaan yang mana hati berlabuh namun yang bersangkutan tidak menyambut karena sudah memiliki tempat atau menyukai orang lain.
Lalu siapa di sini yang salah yang jelas tidak ada yang salah hanya masalah waktu serta tempat yang seharusnya yang diharapkan tidak menerima.
"Jam kantor sudah berakhir lebih baik sekarang pulang,"
Walau tidak mendapat jawaban dari Farah, tapi gadis itu tetap menuruti ucapan Raka untuk bersiap segera pulang.
Raka setia menanti Farah bersiap-siap membereskan meja kerjanya.
Raka menunggu bukan semata untuk menebus rasa bersalahnya di masa lalu tapi dia merasa bertanggung jawab untuk memastikan Farah pulang dengan selamat apalagi tujuan mereka searah.
"Ayo,"
Farah mengikuti Raka dari belakang walau tanpa ada obrolan di antara mereka.
Farah tetap menjaga jarak kepada Raka dan tidak ada niat untuk sekedar basa-basi.
"Mau mampir dulu nggak?"
Raka tidak tahan dengan aksi saling diam ini.
"Nggak,"
Raka hanya bisa menghela nafas dalam lalu diam juga.
Jika sudah di tolak lebih baik dia diam saja.
Membiarkan Farah dengan dunianya sendiri.
Mereka berjalan menuju parkiran dengan Raka berjalan pelan di belakang Farah.
Dia tidak ingin membuat Farah tidak nyaman dengan keberadaan dirinya di sebelah Farah.
Dia cukup sadar diri.
"Mungkin masih butuh waktu,"
Raka mengikuti mobil Farah dari belakang.
Tidak lama kemudian setelah memastikan Farah sampai rumah dengan semangat baru Raka memutar mobilnya menuju rumah orang tuanya.
Raka memang tidak diizinkan tinggal sendiri padahal sudah pernah beberapa kali meminta izin untuk tinggal di apartemennya saja tapi tidak pernah dibolehkan oleh mommy Khira.
"Assalamu'alaikum,"
Raka masuk ke dalam rumah yang menjadi saksi dia sejak lahir hingga sekarang, eh bukan sejak lahir lagi tapi sejak orang tua mereka menikah hingga dia dewasa.
"Wa'alaikumsalam, Abang udah pulang nggak bawa apa gitu?"
Raka menyalami kedua orang tuanya yang lagi duduk di ruang keluarga dengan sang daddy yang mepet duduk pada mommy-nya.
'Alasan udah tua pengin pensiun, ck apaan yang ada sibuk pacaran sama mommy, gini nih jika waktu muda nggak pernah pacaran dan langsung nikah'.
Raka menatap malas ke arah daddy-nya seorang lagi memamerkan kemesraan.
Dia capek-capek pulang bekerja malah disuguhkan dengan pemandangan yang membuat matanya sakit.
"Emang mommy mau di bawakan apa?"
Tidak biasanya sang mommy bertanya dia membawa apa jika dari luar, jelas-jelas di rumah sudah lengkap semua kebutuhan.
"Calon menantu mungkin,"
Ini yang paling Raka malas kan, dia masih muda tapi sudah dikasih pertanyaan tentang kapan membawa calon istri.
Dia juga masih ingin menikmati masa mudanya tapi sayang sang ayah menyuruh dia melanjutkan usahanya dengan alasan sudah cukup umur untuk pensiun padahal umur sekarang pun belum memasuki kepala lima.
"Jangan mengumpati daddy dalam hati,"
Balas daddy Arka saat melihat tatapan beda dari anaknya.
"Terserah Daddy aja, mommy aku ke kamar dulu,"
Sebelum pergi ke kamar Raka lebih dulu mencium pipi sang bumi.
"Istri daddy itu,"
Ucap Arka tidak rela pipi istrinya di cium oleh anak sendiri.
"Jika daddy lupa biar abang ingatkan, jika istri daddy itu adalah mommy abang jadi biasakan berbagi,"
Balas Raka yang sudah berada di tangga menuju kamarnya.
Dia tidak peduli di teriyaki seperti itu karena sudah biasa dan menjadi makanan mereka sehari-hari memperdebatkan hanya masalah kecupan.
Baik ayah ataupun anak itu merasa benar sendiri.
"Sudah by kenapa nggak mau ngalah sama anak sendiri,"
Balas mommy Khira kepada suaminya itu.
"Jika dia mau bebas mencium kenapa tidak mencari calon istri saja lalu nikahi,"
Tidak mau disalahkan karena menurutnya Raka lah yang bersalah di sini.
Karena sudah berani mencium pipi istrinya walaupun itu Ibu Raka sendiri.
Sama anak saja tidak mau mengalah.
Beruntung dia hanya satu memiliki anak laki-laki, jika banyak akan jadi apa rumah ini karena terus ribut hanya perkara mencium pipi istrinya.
"Bukannya daddy yang menyuruh abang melanjutkan perusahaan hingga waktunya habis di kantor dan nggak ada waktu nyari calon istri?"
Menatap suami berondong nya ini.
Meminta cepat-cepat anaknya untuk segera menggantikan posisi direktur di perusahaan apalagi anaknya baru menyelesaikan studinya tahun ini.
Bahkan tidak memberi kesempatan anaknya untuk menikmati sejenak waktu berlibur setelah cukup lama kuliah dan membantu urusan kantor.
"Tapi kan jika dia mau karyawan kantor banyak yang masih sendiri atau klien atau anak klien kita, Jangan hanya karena sibuk bekerja membuat kita lupa bahwa kita juga butuh pendamping serta teman hidup,"
Ucapan bijak Arka malah mendapat cibiran dari istrinya.
Karena dia sama sekali tidak setuju atas apa yang diucapkan oleh suaminya karena jika dari kalangan itu anaknya memilih untuk dijadikan calon istri sudah pasti mereka semua tidak akan ada yang menolak.
Siapa yang mau menolak untuk menjadi istri dari seorang pengusaha muda yang sukses, tentu saja mereka tidak perlu berpikir pasti langsung menerima.
"Daddy fikir cinta yang seperti itu akan tulus? Tidak, cinta yang seperti itu hanyalah cinta kepada materi yang kita punya,"
Balas Khira kepada suaminya karena di zaman yang sekarang jika mencari pasangan dengan mengandalkan harta maka tidak butuh waktu lama kita sudah mendapatkan tapi bukan kita tulus melainkan cinta modus.
\=\=\=\=\=
Bersambung 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments