Setelah melaksanakan salat subuh Raka sudah mulai bersiap untuk mengawali harinya sebagai seorang pimpinan di perusahaan kedua orang tuanya.
Jika mengingat itu lagi rasanya dia sangat kesal kepada sang daddy karena harus dipaksa untuk menggantikan posisi yang sangat tinggi di perusahaan itu padahal dia sudah berkata ingin menikmati masa bebas setelah menyelesaikan kuliah tapi apa daya ucapan dia di hiraukan sama sekali.
"Kalau bukan orang tua diracuni kayaknya masih halal," menggerutu di depan cermin besar itu sambil memasangkan dasi namun mulutnya tak henti-henti melafalkan mantra yang entah efeknya seperti apa.
Setelah memasang dasi lalu dia mengenakan jas mahalnya di badan kekar itu.
"Mana Rasya nggak mau diajak kerjasama lagi, jika dia mau kan gue ada temannya di kantor bukan hanya Farah saja," memang Rasya menolak ajakan Raka padahal dia dijanjikan posisi sebagai asisten Raka namun suami dari adiknya itu menolak karena dia beralasan tidak mau meninggalkan istrinya lama-lama atau bisa dibilang tidak mau berjauhan dengan istrinya.
Dan untuk Farah, Raka tidak bisa menolak karena ini sudah merupakan keputusan bersama.
"Padahal jika Rasya setuju maka gaji yang gue berikan bakalan besar dari gaji asisten pada umumnya namun dasarnya sombong apalagi itu pengaruh tuh si bocil makanya dia menolak," Raka menebak jika Rasya menolak ajakannya adalah karena adiknya sendiri yang melarang padahal sebenarnya memang Rasya tidak mau terikat kerja dengan siapapun apalagi dia sudah memiliki usaha sendiri yang sangat maju di kota ini jadi buat apa bekerja pada orang lain walaupun itu abang ipar sendiri.
Untuk orang yang sudah menikah apalagi memiliki usaha sendiri sudah pasti dia akan mengutamakan istrinya serta anak kalau penuh rasa belum memiliki anak bersama Riska karena dia ingin Riska fokus pada kuliah dulu.
Rasya sendiri juga sudah memiliki rumah bersama istrinya, tapi semua itu berdasarkan pilihan Riska dan haruskah memilih rumah berlantai dua dengan halaman luas.
"Jika sudah tampan dari lahir maka di apa-apa kan pun tetap tampan malah ini makin nambah," puji Raka saat melihat tampilannya begitu perfect di depan cermin dan sudah bisa menggambarkan bahwa dia seorang bos besar di perusahaan yang sangat diinginkan para pengusaha bergabung bersamanya.
"Anak daddy Arka memang nggak ada yang bisa menandingi," lalu Raka keluar kamar sambil membawa tas kerjanya.
Di lantai bawah sudah ada kedua orang tuanya menunggu di meja makan dan juga adik serta iparnya ikut sarapan bersama.
"Nih dua orang ngapain sarapan di sini nggak ada makanan di rumah kalian?" Melirik sebel ke arah adiknya karena masih kesal sebab Rasya tidak mau bergabung bersamanya.
"Abang lupa jika rumah ini rumah orang tua kita dan kita ini satu kampung loh bang ( dari rahim yang sama )," Riska mengambilkan sarapan untuk suaminya dan Raka mengambil tempat duduk yang berhadapan langsung dengan adiknya.
"Loh kan udah diusir dari rumah ini jadi ngapain balik lagi?"
"Makasih mom," sinis Raka terhadap adiknya dan menerima piring yang sudah berisi makanan yang diambilkan oleh sang mommy.
"Yang di usir itu siapa sih Bang? Riris kan ikut suami dan jika Riris sarapan di sini nggak ada masalah ataupun yang melarang. Tapi Riris nggak heran sih yang jomblo emang suka sirik," Raka mendengus kesal jika adiknya berbicara membawa status jomblonya ya sampai sekarang belum ada tanda-tanda untuk diakhiri.
"Abang nggak bosan apa ngejomblo terus? Truk aja gandengan masa abang kalah," lanjut Riska yang langsung mendapat tatapan tajam dari Raka namun adiknya itu abay saja karena dia merasa apa yang diucapkan itu sebuah kenyataan..
Kenyataannya memang Raka itu masih jomblo dan segala jatuh cinta malah cinta bertepuk sebelah tangan.
Menyedihkan sekali dan apalagi sekarang sudah menjadi bos besar tapi masih saja sendiri kalah sama anak sekolah.
"Setelah sarapan silakan pergi dari sini masih ingat kan pintu keluarnya?" Kedua orang tua mereka hanya bisa geleng-geleng kepala melihat perdebatan anaknya yang sudah jarang terlihat karena anak bungsu mereka sudah memiliki suami dan tidak tinggal lagi bersamanya.
"Ada ya pemilik rumah diusir dari rumahnya sendiri," mereka melanjutkan sarapan pagi yang dihiasi perdebatan-perdebatan kecil dari Raka dan Riska, yang mana tidak ada satupun dari mereka yang mau mengalah walau mendapat balasan yang tak kalah sinis.
Selesai sarapan Raka berpamitan kepada kedua orang tuanya berangkat ke kantor.
Lelaki tampan itu berangkat menggunakan mobil sport nya hadiah ulang tahun dari kedua orang tuanya. Dan juga itu sebagai tanda terima kasih yang mana Raka sudah mau melanjutkan kursi kepemimpinan Arka.
Sampai di kantor.
"Bos baru kita tampan banget ya,"
"Pesonanya nggak bisa ditolak,"
"Bos masih sendiri nggak ya?"
"Kalau bos udah punya pacar, gue mau kok jadi simpanan,"
Masih banyak lagi ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut karyawan itu saat melihat Raka berjalan dengan begitu gagahnya menuju lift petinggi perusahaan.
Raka juga membalas ramah sapaan dari mereka, dia hampir sama dengan Arka dulu saat masih memimpin namun Raka menunjukkan wajah tegas serta tatapan tajam.
"Selamat pagi pak," Farah sudah datang duluan dan menyapa Raka yang melewati mejanya.
"Pagi dan ya bacakan jadwal untuk hari ini," Raka memasuki ruangan yang diikuti Farah dari belakang.
Farah saat bertemu Raka pun sudah biasa saja karena gadis itu sudah melupakan perasaannya kepada Raka.
Raka duduk di kursi kebesarannya dan Farah berdiri di depannya yang berbatas meja langsung lalu gadis itu membacakan kegiatan Raka dari pagi hingga sore.
Siang hari.
"Ayo kita berangkat sekarang," ajak Raka yang baru keluar dari ruangannya dan saat melewati meja Farah dia mengajak gadis itu untuk bertemu kliennya meeting di sebuah restoran sambil makan siang bersama.
"Baik pak," Farah mengikuti dari belakang dan tidak lupa membawa berkas meeting nanti.
Tidak ada obrolan di antara mereka apalagi Farah yang lebih banyak diam setelah kejadian itu.
"Jika saat sedang berdua seperti ini kamu nggak usah formal tetap panggil abang seperti biasa," Raka sebenarnya risih dengan Farah yang bicara formal kepada dia apalagi saat berdua seperti sekarang.
Entah mengapa Raka kangen dengan Farah yang dulu.
Tapi sejak beberapa tahun belakangan ini Raka akui jika Farah banyak berubah bahkan tidak seperti Farah yang dulu yang selalu senang saat bertemu dengannya.
'apakah ada sesuatu yang telah terjadi hingga gue nggak tahu dan Farah berubah sebesar ini'.
"Maaf saya tidak bisa dan juga ini masih jam kerja serta masih di lingkungan kantor," tolak Farah langsung karena dia tidak mungkin bisa kembali seperti Farah dulu saat bersama Raka.
Farah tidak bisa mengabulkan keinginan Raka ini dan juga jarak yang diciptakan dulu kini sudah terbentang secara nyata.
Raka menghela nafas dengan dalam karena sejujurnya dia tidak nyaman dengan keadaan mereka seperti ini.
'kenapa tiba-tiba gue merindukan Farah yang dulu yang selalu tersenyum saat bertemu gue dan mempunyai banyak alasan agar bisa tetap disamping gue, tapi sekarang justru kebalikannya padahal posisi kami begitu dekat tapi jaraknya tampak jauh'.
\=\=\=\=\=
Bersambung 😘 q
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments