KETIKA di dalam rumah, Isaac disambut oleh ruang tamu yang luas dan terbuka, dengan dinding-dinding transparan dan dapat diputar yang menghadap langsung ke taman indah di luar rumah.
Di tengah ruangan terdapat sebuah meja kaca berteknologi canggih, yang bisa menampilkan berbagai informasi terkait dengan kehidupan sehari-hari, seperti jadwal kegiatan, kondisi cuaca, dan berita terkini.
Di sekitar meja kaca terdapat beberapa kursi yang juga dilengkapi dengan teknologi yang tak kalah canggih, seperti sistem pendingin dan pemanas otomatis yang bisa menyesuaikan suhu tubuh siapapun yang duduk di atasnya.
Isaac dan Sariel lalu mengambil salah satu tempat duduk di dekat meja futuristik tersebut, berhadapan langsung dengan sang penguasa di rumah itu.
"Jadi kau tinggal di mana?" Tanya Thelonius tanpa basa-basi.
Pertanyaan itu membuat Isaac khawatir, sebab dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Dia tinggal di Xylopolis, pah," jawab Sariel.
Thelonius tampak tidak senang dengan sikap putrinya yang terkesan melindungi pria aneh itu, "Jangan menimpali. Papa tidak bertanya sama kamu, tapi dia."
Ayah wanita itu tampak melirik Isaac dari ujung kaki sampai kepalanya, seolah dia mencari sesuatu yang mencurigakan darinya, "Apa orang-orang di Xylopolis memang berpakaian seperti itu?"
Isaac melihat pakaian yang tengah dikenakannya: mantel putih laboratorium, kemeja hitam polos, dan dasi strip. Dia baru menyadari bahwa gaya berpakaiannya jauh berbeda dengannya.
"I-Iya," jawab Isaac tak yakin. Dia sesekali melirik ke arah Sariel seolah minta diselamatkan.
"Kau tidak berbohong, kan?"
Sebelum dirinya menjawab, tiba-tiba Danika muncul dan berteriak, "PA, ADA YANG MENELEPON DARI KANTOR, PENTING. KATANYA MAU BICARA SAMA PAPA!"
Mereka bertiga serentak mengalihkan perhatiannya ke arah sumber suara itu. Di sisi lain Sariel tampak tersenyum. Bagus, dek! Di tangan kirinya tampak sebuah layar bersinar berukuran 3 inci, yang melekat di atas kulitnya seperti sebuah jam tangan pintar, menampilkan informasi 'Pesan Terikirim'.
"Lebih baik kalau kamu nyari tempat tinggal di sekitar sini," ujar Sariel dengan sedikit berbisik ketika ayahnya pergi.
"Ya, kayaknya aku butuh itu," Isaac masih merasa tekanan yang dipancarkan oleh ayah wanita itu. Selama ini dia selalu mendapat perlakuan yang baik dari banyak orang karena prestasinya. Ini kali pertama dia merasa seperti penjahat yang diintrogasi. Cukup menegangkan, tapi menyenangkan, pikirnya, toh ini hanya mimpi.
...***...
Sariel dan Danika lalu membantu Isaac mencari tempat yang bisa ditinggalinya untuk sementara waktu. Ketika Danika mencoba mengklarifikasi apakah Isaac benar berasal dari Xylopolis, kota nelayan yang terletak di seberang pulau Kokitus, tempat kota Nova Lux berada, Isaac tidak memberikan banyak penjelasan tentang itu. Untungnya Sariel selalu mewakilinya jika ada pertanyaan mengenai identitasnya.
Akhirnya mereka menemukan sebuah gedung apartemen yang jaraknya tak begitu jauh dari tempat tinggal Sariel.
"Ini apartemen yang cukup terkenal di lingkunganku - Lumina Towers," ujar Sariel.
Isaac menengadahkan wajahnya melihat seberapa tinggi gedung di hadapan mereka itu, "Kau yakin aku harus tinggal di sini? Sepertinya ini mahal."
"Aku bakal bayarin sewa perbulannya," jawab Sariel tersenyum. Wajah Isaac tampak berbinar, tak menyangka jika ada wanita sebaik itu, "Tapi ini ngga gratis," wajah Isaac yang tadinya berbinar berubah murung, "Kau harus mengganti uangku nanti setelah kau kerja. Jadi setelah ini, kau harus mencari pekerjaan."
"Iya!" Dia berpikir bagaimana cara bangun dari mimpi ini. Setidaknya dia harus mengumpulkan banyak informasi terlebih dahulu tentang planet Eryndor.
Jika ini adalah mimpi yang nyata, maka waktunya di planet ini tidak boleh dia sia-siakan. Fakta bahwa ada peradaban yang maju di luar bumi adalah hal yang mencengangkan. Untuk teknologi manusia hari ini, tentu mencari informasi tentang planet ini bukan pekerjaan yang terlalu sulit.
Dengan langit planet yang terlihat begitu dekat, mereka melangkah menuju gedung yang memiliki tinggi 880 meter tersebut. Gedung itu terlihat megah dan futuristik, dengan atap yang terbuat dari kaca bening dan dindingnya yang terbuat dari logam berkilau. Mereka bisa melihat cahaya memantul di seluruh permukaan gedung, membuatnya terlihat seperti bintang yang bersinar di malam yang gelap seperti namanya, Lumina, yang berarti cahaya.
Saat memasuki gedung apartemen, Isaac disambut oleh aroma khas planet itu yang membuat hidungnya terasa segar dan rileks. Suara gemuruh dari lantai bawah membuatnya terdiam sejenak, sebelum dia melanjutkan perjalanannya menuju lift. Saat lift membawanya naik, dia merasakan sensasi yang aneh di perutnya, seakan dia sedang terbang di atas planet itu.
Di layar lift tertulis lantai 120 dengan simbol angka yang khas di planet itu.
"Kak, kenapa Isaac pindah ke Nova Lux?"
Pertanyaan Danika tiba-tiba mengisi keheningan di antara mereka. Meskipun lift itu berdinding transparan yang memungkinkan mereka melihat pemandangan di luar gedung dari ketinggian, namun lift tersebut dibuat dengan teknologi kedap suara.
"Karena,"
"Karena aku mau nyari pekerjaan di sini," jawab Isaac memotong Sariel yang tadinya ingin menjawab pertanyaan Danika.
"Memangnya kakak mau kerja apa di sini?" Tanya Danika yang mulai mengalihkan pandangannya ke arahnya.
"Apa aja, yang penting bisa bayar hutang ke kakakmu," ujar Isaac dengan nada menyindir. Sariel tampak tidak memperdulikannya.
Danika tampak tersenyum mendengar jawaban itu.
Sesampainya di lantai tujuan, mereka pergi ke sebuah koridor panjang yang dihiasi dengan lampu-lampu plasma. Isaac melihat ke sekelilingnya dengan heran - takjub dengan keindahan dan keanggunan desain gedung itu. Setiap sudut terlihat begitu bersih dan rapi, membuatku merasa nyaman berada di sana.
Ketika mereka akhirnya sampai di depan pintu apartemen yang nanti menjadi tempat tinggal Isaac sementara waktu, Isaac merasa kagum dengan pintu yang kelihatan berbahan metalik berlapis emas itu. Semuanya terlihat begitu presisi, mewah dan elegan.
Begitu mereka memasuki kamar apartemennya, dia melihat pemandangan yang menakjubkan dari jendela yang menghadap langsung ke langit kota Nova Lux, salah satu kota terbesar di Eryndor.
Dia bisa melihat banyak benda-benda langit berukuran besar di atas mereka melayang dan diapit oleh bintang-bintang yang bersinar terang dan langit warna-warni. Sungguh dunia yang aneh, tapi menakjubkan, pikir Isaac.
"Bagaimana? Kau suka?" Tanya Sariel.
Isaac tidak menjawab. Namun raut wajahnya menunjukkan tanda kepuasan. Ya ini bahkan jauh lebih baik dari kamarku di Amerika, batinya.
"Aku udah mengurus semuanya. Kau hanya perlu beristirahat di sini. Dan," Sariel memberikan sebuah perangkat logam berbentuk balok berukuran kecil yang tiba-tiba menampilkan sebuah hologram di atasnya, "Bawa ini ke alamat yang tercantum di sana. Untuk hidup atau bekerja di sini, kau butuh kartu identitas dan surat-surat lain. Aku udah ngasih tahu kenalanku, jadi besok pagi pergi lah ke sana."
Isaac mengambil balok logam itu dan melihat layar hologram di depannya. Ternyata di sana bukan hanya menampilkan alamat dan sesuatu seperti surat rekomendasi, tapi juga peta dan titik kordinat lokasi tujuan, "Iya. Tapi apa ini ngga apa-apa?"
Sariel mengangguk tersenyum, "Kecuali dia, jangan pernah ngasih tahu sama yang lain identitasmu."
"Lho, emang Kak Isaac kenapa?" Tanya Danika tiba-tiba karena tak mengerti apa yang ke dua orang itu bicarakan.
"Ngga apa-apa, hanya saja Isaac saat ini lagi diburu polisi," jawab Sariel lembut.
"Hah? Bukannya kita harus ngasih tahu polisi ya? Kakak pembunuh?" Tanya Danika dengan nada menuduh.
Ugh, sekarang aku ngga tahu wanita ini mau menjaga identitasku apa ngga. Dari semua skenario, kenapa harus jadi buronan polisi sih! Keluh Isaac membatin.
"Ngga dek, Isaac hanya dijebak sama pelaku sebenarnya."
"Oh, kirain," ujar Danika legah, karena tak ada yang mau berurusan dengan seorang kriminal.
Sariel lalu bersiap untuk pergi, "Selain dia, jangan bilang siapa-siapa!" tegas Sariel memastikan Isaac mengingat peringatannya.
"Iya, tahu!"
Kakak beradik itu pun pergi meninggalkannya sendiri. Di sisi lain Isaac mencoba melihat layar hologram itu dan mulai berpikir, jika ada cara berkomunikasi dengan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 17 Episodes
Comments
Dewi
Btw katanya kalau kita mimpi, ngak bakal bisa lihat jam, bener gak ya?
2023-04-29
0