Murung

Beberapa hari terakhir, Lestari nampak murung sekali. Pikirannya berkecamuk. Lagi dan lagi ia menyesalj kenikmatan satu malam yang ia lakukan bersama Ben.

Seharusnya, ia bisa menyelesaikan pendidikan S2 tepat waktu. Lalu meraih semua impian impiannya. Bukan malah tiba-tiba hamil seperti ini. Ditambah lagi, suaminya seolah angkat tangan dan tidak bertanggung jawab.

Ben ganya bertanggung jawab untuk bersedia menjadi suami. Tapi, ia smaa sekali tidak melaksanakan tugasnya sebagai suami. Lestari benar-benar merasa sudah terjebak selama ini.

Pikiran dan suasana hati orang hamil memang tidak stabil. Sudah dua hari, Lestari tidak mengajak bicara ataupun menjawab pertanyaan sang suami. Rasanya ia benar-benar sudah muak dengan Ben.

Ben juga tidak melalukan apa-apa seperti biasanya. Pun tidak berusaha membujuk Lestari agar mau berbicara dengannya. Ia memberikan waktu untuk Lestari sendiri.

Kesempatan seperti ini, ia gunakan sebaik-baiknya untuk bermain game, menonton youtube, merakit gundam, dan hal-hal tak penting lainnya. Jika biasanya Lestari mengomelinya setiap saat. Kini, sudah dua hati Lestari benar-benar tidak peduli.

Ada perasaan aneh dalam hati Ben. Lestari benar-benar tidak seperti biasanya. Ia mulai berpikir. Bagaimana pun juga, Lestari adalah satu-satunya perempuan yang sudah mengisi hatinya selama 2 tahun lebih.

Kini, sang istri terlihat tengah duduk di depan televisi. Ada berita tentang perempuan yang bunuh diri dalam layar besar itu.

Lestari menonton berita itu dengan tatapan kosong. Ben yang melihat pemandangan itu pun menjadi khawatir kalau nantinya sang istri memiliki pikiran ke arah sana.

"Kak?" sapa Ben pada sang istri.

Mungkin terdengar sedikit aneh, seorang suami memanggil istrinya dengan sebutan kak. Tapi, itulah yang terjadi pada keluarga Ben dan Lestari.

Sungguh, Ben benar-benar tidak bisa memanggil Lestari dengan sebutan sayang jika bukan karena hasrat biologis-nya sedang naik. Selain itu, ia memang tidak pernah memanggil Lestari dengan sebutan apapun kecuali kak.

Itu sudah menjadi kebiasaan mereka dari sebelum berpacaran. Mereka sudah menjalin pertemanan selama bertahun-tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk berpacaran. Dan kini, mereka malah sudah menjadi sepasang suami istri.

"Kak?" panggil Ben lagi pada sang istri.

Lestari sama sekali tidak menengok ataupun memberi sahutan. Kedua matanya benar-benar kosong.

"Kak?" Ben memanggik sekali lagi. Kali ini, ia mendekat dan duduk di samping sang istri.

Tidak ada respon apapun dari Lestari, membuat Ben kebingungan setengah mati. Ia bukan hanya bingung, tapi juga takut dan khawatir.

Sontak ia mengganti chanel yang ditonton Lestari, tapi lagi-lagi tidak membuat sang istri merespon apapun.

Tanpa menimbang-nimbang, Ben lantas memeluk sang istri. Ia seperti sudah kehilangan sosok Lestari selama dua hari. Ia takut terjadi apa-apa.

"Kak? Are you okay?" Ben terus mencoba mengajak sang istri berbicara, kedua tangannya tak henti memeluk Lestari.

Setelah Ben panik cukup lama, Lestari akhirnya membuka suara. "Bukannya kamu tidak peduli sama aku?" lirih Lestari. Wajahnya nampak sedikit pucat pasi

"Kamu baik pas ada maunya aja," imbuh Lestari. Ia melepaskan rengkuhan sang suami.

"Kak, please. Aku nggak tau apa maksud kamu," ucap Ben polos. Ia memang masih terlalu kekanak-kanakan untuk mengemban tugas sebagai suami.

"Selama ini kamu selalu memprioritaskan game online, mainan-mainan gundam itu, teman-teman kamu. Tapi, kamu nggak pernah kan memprioritaskan aku? Perhatian sama aku? Nggak pernah, kan?" Kedua mata Lestari menatap sayu pada wajah Ben yang nampak merasa bersalah.

"Aku suruh kamu kerja berkali-kali, tapi kamu nggak pernah mau. Aku sebenarnya malu punya suami pengangguran, Ben. Aku malu," imbuhnya. Lestari terus meluapkan kekecewaannya pada sang suami selama ini. Air matanya sudah tumpah sedari tadi.

Ben tak kuasa mengeluarkan kata-kata. Perlahan ia mulai menyadari semua kesalahannya. "Jadi aku harus apa, Kak?"

"Nurut aja, Ben. Nurut sama aku. Jangan bikin aku capek sendiri." Lestari tak bisa menghentikan air matanya.

"I'm sorry. Aku akan melakukan yang kamu mau setelah ini. Aku janji akan nurut sama kamu," ucap Ben serius.

Ini adalah kali kedua, Lestari melihat ekpresi wajah Ben seserius ini setelah akad nikah tiga bulan yang lalu.

"Yakin?" Air mata Lestari mulai terhenti.

Ben mengangguk pasti. "Yakin."

"Ya udah sini peluk dulu." Lestari menubrukkan tubuhnya di pelukan Ben. Ia merasakan kenyamanan yang selama ini begitu jarang ia dapatkan.

***

Seperti biasa pagi-pagi seperti ini, Lestari sibuk mengerjakan urusan rumah. Sementara Ben masih tidur.

Meskipun sudah mengucapkan janji akan menuruti semua perintahnya, tapi Lestari masih memberikan kelonggaran waktu pada sang suami. Agar laki-laki yang berusia 5 tahun lebih muda dirinya itu tidak langsung kaget dengan perubahan yang terjadi dalam hidupnya.

Saat ia tengah menjemur pakaian di belakang rumah, tiba-tiba terdengar suara bel di rumahnya berdering. Entah siapa tamu yang datang pagi-pagi seperti ini.

Sontak Lestari bergegas menuju bagian depan rumahnya. Saat membuka pintu, ia lantas melempar senyum. "Bu Eri, ada apa Bu?" tanya Lestari penuh ramah. Suasana hatinya sudah membaik setelah Ben menenangkannya tadi malam.

"Ini ada kacang ijo buat kamu. Biar bayinya pintar nanti." Tetangga Lestari itu menyerahkan semangkuk kacang ijo. Aromanya dapat tercium oleh hidung Lestari.

"Wah, Bu Eri repot repot segala. Makasih banyak Bu."

Siapa yang tak bahagia mendapat rezeki makanan seperti ini, apalagi masih pagi. Sangat cocok untuk sarapan.

"Sama-sama, Nak Lestari." Bu Eri pun mengulas senyum. "Oh iya, Nak Ben ke mana, kok sepi?"

Lestari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ben masih tidur, tidak mungkin ia menjawab pertanyaan Bu Eri dengan jujur. Karena itu akan merusak nama baik suaminya. "Ada kok, Bu. Di dalam." Ia menjawab seadanya.

"Lho, ndak kerja, ya?" tanya Bu Eri lagi.

Kalau tahu akan diinterogasi seperti ini, Lestari tak akan senang dulu dengan kacang ijo pemberian Bu Eri.

Lestari memaksa bibirnya untuk tersenyum karena tak bisa lagi setulus tadi. "I-iya. Kerja, Bu. Bisa dihandle dari rumah, kok."

Sama sekali tak ada maksud berbohong pada Bu Eri. Tapi, lagi-lagi ia tak mau menjelekkan sang suami. Lagipula, Ben sudah berjanji akan berubah, pasti setelah ini ia akan bersedia untuk bekerja. Sekalipun bekerja dengan sang ayah sendiri.

"Oh, ya sudah. Saya pamit dulu, ya. Jangan lupa mangkuknya dikembalikan," pesan wanita paruh baya itu.

Lestari berdecak kesal seraya membawa mangkuk berisi kacang ijo itu menuju dapur.

"Beben?" panggil Lestari. Barangkali sang suami sudah bangun lebih pagi dari biasanya. "Masih belum bangun?"

Ia meletakkan semangkuk kacang ijo di atas meja makan, kemudian melangkahkan kaki menuju kamar. "Beben, please dong, Bangun!" Ia menggoyangkan tubuh Ben, namun tak ada jawaban.

Ia tidak lagi memberikan kelonggaran pada Ben. Rasanya terlanjur kesal dengan pertanyaan oleh bu Eri tadi, pertanyaan yang seharusnya menjadi privasi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!