Eps 4

Happy reading

Setelah perkenalan tadi, kini Nisa dan Riski duduk di plataran makam yang masih bersih itu dengan tenang.

"Kakak jangan nangis lagi ya, nanti Nisa marah kalau sampai kakak nangis lagi kayak tadi," ucap Nisa yang tadi sempat melihat Riski menangis sampai segukan di depan makam orang tuanya.

Anisa tak suka melihat orang nangis sampai seperti itu. Karena Ibu pernah bilang, nangis boleh saja tapi jangan berlebihan. Karena sesuatu yang berlebihan itu sangat tidak baik.

"Iya, Dek. Kamu sama siapa kesini?" tanya Riski yang terhibur dengan adanya Nisa.

"Sama Ibu, Kak," jawab Nisa menujuk ibunya yang masih mencabuti rumput di makam ayahnya.

"Ayah kamu gak ikut?" tanya Riski yang membuat Nisa tiba tiba murung.

"Ayah Nisa udah tenang di syurga, kak," jawab Nisa dengan polos tapi Riski menangkap kesedihan dalam nada ucapan Nisa.

"Nisa sudah ditinggal Ayah sejak bayi, bahkan Nisa hanya bisa melihat foto ayah saja."

Riski yang prihatin itu langsung memeluk Nisa dengan lembut. Seakan kasih sayang antara adik dan kakak pada umumnya.

Ternyata bukan hanya dia yang kehilangan tapi juga Nisa, gadis yang masih berusia 5 tahun ini sudah ditinggal ayahnya sejak bayi. Beruntung dia masih bisa merasakan kasih sayang orang tuanya walau hanya sebentar.

"Udah jangan sedih, kita sama. Kamu beruntung masih memiliki Ibu. Sedangkan aku, aku sudah tak memiliki keduanya," ujar Riski dengan sedih menatap kedua makam orang tuanya.

Mereka saling diam, Riski mengusap air mata Nisa dengan lembut. Entah kenapa mereka menjadi seakrab ini padahal mereka hanya dua orang yang saling tak kenal.

"Nisa," panggil Riski.

"Ya kak?"

"Nisa mau keluarga yang utuh gak?" tanya Riski. Entah kenapa bocah berusia 8 tahun itu menanyakan hal itu pada Nisa.

"Mau kak," jawabnya polos.

"Nanti kalau kita sudah besar, kita menikah yuk," ajaknya dengan nada polos khas anak kecil sedang bermain.

"Menikah itu apa ya kak?" tanya Nisa dengan begitu polosnya.

"Menikah itu dua orang yang tinggal satu rumah bersama, bahagia, susah selalu bersama. Seperti Ibu dan Ayah, begitupun dengan Ayah dan Ibuku."

"Nisa mau, tapi kita masih kecil."

Riski mencubit hidung Nisa dengan gemas.

"Nanti kalau kakak sudah besar, kakak akan menikahi kamu," ucapnya dengan lembut.

"Nisa menunggu kakak."

Tanpa mereka sadari Ibu Ana sudah selesai membersihkan dan berdoa di makam itu.

"Nisa sayang, sama siapa itu, Nak?" tanya Ibu Ana berjalan menuju arah mereka berdua.

"Teman Nisa, Bu. Namanya Kak Riski," jawab Nisa dengan senyum manisnya.

"Halo sayang, kamu temannya Nisa ya? Kenalkan nama ibu Ana. Kamu bisa panggil Ibu Ana, sama seperti Nisa," ucap Bu Ana pada Riski.

Riski yang memang diajar sopan satunya dari kecil itu mulai mencium tangan Ibu Ana. Ibu Ana tersenyum melihat kesopanan Riski.

"Saya Riski, Bu. Temannya Anisa," jawabnya dengan sopan.

Bu Ana tersenyum dan mengangguk, ia senang jika putrinya sudah memiliki teman.

Deg!

Padangan Ibu Ana mengarah pada dua batu nisan yang bertuliskan nama Riani dan Adit.

"Sayang, Ibu boleh tanya," ucap Ibu Ana pada Riski.

"Apa Bu?" tanya Riski menatap Ibu Ana.

"Ini makam siapa, Nak? Kenapa kamu bisa ada disini?" tanya Ibu Ana dengan raut sendu. Semoga apa yang ia lihat salah.

"Ini adalah makan orang tuaku," jawab Riski dengan jujur.

Hancur sudah hatinya saat mendengar jawaban jujur dari Riski. Dengan sekuat tenaganya ia mulai berjongkok didepan makam itu dan mengelus batu nisan itu.

"Kenapa kalian bisa secepat ini meninggalkan aku? Apa aku tak bisa bersama orang orang terdekatku lagi? Kita belum merencanakan untuk pernikahan anak anak kita loh," gumam Bu Ana dengan tangis yang sedari tadi ia tahan.

"Riski sangat tampan, sama seperti kamu Mas Adit. Aku harap kalian menyetujui jika suatu saat mereka menikah. Walau hanya ada aku," lanjutnya dengan suara lirih.

Anisa yang melihat Ibunya menangis itu mulai mendekati dan memeluk tubuh Ibunya. Anisa sendiri tak tahu apa yang membuat Ibunya itu sedih.

"Ibu kenapa? Kenapa Ibu nangis?" tanya Anisa pada Ibunya.

Ibu Ana mengusap air matanya, dan menggeleng. Kemudian ia memperkenalkan Anisa pada Adit dan Riani.

"Mbak, Mas... Ini anakku, namanya Anisa. Yang gak lama akan menjadi menantu kalian," ucap Bu Ana dengan senyum paksa.

"Ibu kenal dengan orang tuaku?" tanya Riski yang sudah cukup paham akan semua ini.

Bu Ana menatap Riski dan mengangguk, wanita itu mulai mendekat kearah Riski dan mulai memeluknya.

"Ibu kenal. Ayo ibu ceritakan tapi tidak disini," ujar Ibu Ana mengajak anak-anaknya keluar dari area makam.

Tapi sebelum itu, mereka mengucapkan salam pada makam kedua orang tua Riski.

Ibu Ana membawa Riski dan Ana ke suatu kafe yang tak jauh dari area makam.

Nisa dan Riski dibelikan es krim oleh Ibu Ana, hingga saat ini mereka menikmati es krim itu.

"Riski sayang, kapan orang tua kamu tiada?" tanya Ibu Ana saat melihat Riski sudah menghabiskan es krim itu.

"Satu tahun yang lalu, Bu. Ibu dan Ayah meninggal karena kecelakaan, kata Pak Rt Riski dulu sempat kritis. Dan saat Riski bangun, Ibu dan Ayah sudah tiada," jawab Riski dengan jujur sejujurnya.

"Apa Ibu mengenal orang tuaku? Kenapa Ibu seperti sedih saat melihat makam mereka," tanya Riski dengan wajah melas.

Ia berharap masih ada yang mengenal orang tuanya. Karena selama ini, keluarga kedua orang tuanya itu tak ada yang prihatin atau menanyakan kenapa orang tuanya.

Bahkan kerabat dari Ibu Riani dan Ayah Adit saja tak memikirkan dia yang notabene anak mereka Ibu Riani dan ayah Adit.

"Tentu saja Ibu kenal. Orang tua kamu adalah sahabat Ibu. Mereka adalah keluarga buat Ibu. Tapi 6 tahun yang lalu mereka memutuskan untuk pindah dan mencari pekerjaan. Ibu tak menyangka akan bertemu lagi saat seperti ini," jawab Ibu Ana pada Riski.

Riski bisa melihat raut sedih dari Ibu Ana, tapi dia cukup bersyukur karena masih ada yang mengenal ibu dan ayahnya.

"Sekarang kamu tinggal dimana?" tanya Ibu Ana mengelus mengambilkan makanan untuk Riski dan Nisa.

"Di panti asuhan, Bu," jawab Riski yang membuat Bu Ana terkejut, kenapa bisa di panti asuhan? Bukannya Riski masih punya keluarga.

"Memangnya keluarga Ibu, dan ayah kamu kemana sayang?" tanya Ibu Ana.

"Riski gak tahu Bu. Sejak kematian ayah dan ibu, aku sudah berada di panti asuhan. Dan aku mengetahui makam orang tuaku dari Pak Rt," jawabnya dengan sendu.

Bu Ana mengelus punggung Riski seraya memberi kekuatan, ia tahu tak mudah menjalani semua ini. Apalagi di panti asuhan.

"Riski mau tinggal bersama Ibu? Di rumah Ibu bareng sama Nisa juga," tawar Bu Ana pada Riski. Ia tak tega melihat putra dari sahabatnya terlantar begitu saja.

"Maaf, Bu. Biarkan Riski mandiri di panti asuhan. Karena nanti saat aku besar, aku akan menikahi Nisa. Aku meminta restu Ibu dari sekarang," ucap Riski dengan sopan.

Bu Ana yang mendengar itu tersenyum bangga, Riski memang anak Adit yang selalu to the poin akan apa yang terjadi.

"Ibu merestui kalian kok, Nak. Saat kami besar nanti tolong jaga Nisa ya," pinta Bu Ana dan diangguki oleh Riski.

Nisa yang tak tahu apa yang dibicarakan Ibu dan Riski itu hanya diam menyimak semuanya seraya memakan kentang goreng itu.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Wooww anak umur 8 tahun udah bisa ngomong kek gitu.Kalo dunia nyata mah umur segitu taunya maen doang..😁😁😄

2024-05-18

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Ternyata oh Ternyata..Riski sama Nisa udah di jodohkan..

2024-05-18

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Waahh udah di booking aja si Nisa nya..👍👍👍😄

2024-05-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!