Happy reading
Setelah makan siang di kafe itu, Bu Ana tak bisa memaksa Riski untuk tinggal bersamanya dan Nisa.
"Ini alamat Ibu. Nanti kalau kamu mau ketemu sama Ibu atau Nisa datang aja ke alamat ini ya," ujar Bu Ana memberikan secarik kertas pada Riski.
"Iya, Bu. Nanti Riski datang kalau ada waktu senggang," jawab Riski.
"Biar ibu antar ke panti ya sayang."
"Tapi nanti malah ngerepotin, Bu," ujar Riski tak enak dengan Bu Ana.
"Gak apa-apa, mulai sekarang kamu adalah anak ibu juga. Jangan sungkan kalau mau minta bantuan atau cerita sama ibu ya," ucapnya dengan lembut.
Riski mengangguk dengan senyum pula. Ia seperti mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari Ibunya lagi.
Mereka naik motor metic itu dan mulai berjalan menuju alamat yang diberi tahukan oleh Riski.
"Bu, terima kasih ya buat hari ini. Riski senang dengan adanya Ibu, Riski jadi bisa bertemu dengan Ibu lagi," ucap Riski yang duduk di belakang.
Bu Ana memang tak menjalankan motor itu terlalu cepat hingga membuat suara Riski pun terdengar jelas.
"Sama-sama, sayang. Kamu juga anak ibu kan," jawab Bu Ana dengan senyum manisnya tapi hal itu tak diketahui oleh Riski.
"Oh ya, kamu udah 1 tahun di panti kan? Gimana disana?" tanya Bu Ana.
"Ya gak gimana gimana, Bu."
"Maksud ibu, kamu di panti senang gak? Kamu makan dengan teratur apa enggak?" tanya Bu Ana pada Riski.
"Seneng kok, Bu. Banyak yang seusia Nisa juga disana, tapi kadang kita semua harus makan seadanya karena tidak ada uang," jawab Riski polos. Hingga membuat Bu Ana sedih, sepedih itu sampai makan pun harus seadanya.
Akhirnya Bu Ana memutuskan untuk berhenti di minimarket dan membeli kebutuhan pokok untuk dibawa ke panti. Walau tak banyak tapi in syaa Allah berguna untuk anak anak disana.
Setelah itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan tak lupa juga memegangi Nisa yang duduk di depan.
"Itu bu panti asuhannya," ucap Riski menujuk sebuah rumah yang sedikit berbeda dari rumah lainnya.
Akhirnya motor metic itu sampai di depan rumah. Riski dan Ana turun dari motor.
"Boleh ibu ketemu sama Ibu Panti, sayang?" tanya Bu Ana dan diangguki oleh Riski.
Bocah berusia 8 tahun itu memanggil Ibu panti dan Bapak panti, ia bilang jika ada yang ingin bertemu mereka.
Tak lama, Bu Rahima dan Pak Ahmad selaku pemilik panti asuhan itu keluar.
"Assalamu'alaikum, Bapak, Ibu."
"Wa'alaikumsalam," jawab mereka dengan ramah.
"Nisa salim dulu sama, Ibu dan Bapak," ujar Bu Ana dan diangguki oleh Nisa.
Gadis kecil itu nurut apa kata ibunya, dia menyalami Ibu Rahima dan Bapak Ahmad dengan sopan.
"Cantik sekali anaknya, Bu. Namanya siapa sayang?" tanya Bu Rahima pada Nisa.
"Anisa," jawabnya dengan senyum.
"Dia Anisa, Bu. Anak saya," jawab Bu Ana.
Bu Ana memberikan apa yang tadi sudah di beli, termasuk jajan untuk anak anak disana.
"Nisa sayang, main sama teman teman disini ya. Ibu mau bicara sama Ibu dan Bapak," ucap Bu Ana pada putrinya.
"Iya, Bu."
Bu Rahima tersenyum dan mengajak Bu Ana masuk, sedangkan Pak Ahmad membawa satu karung beras 10 kg itu dan bahan pangan lainnya.
"Terima kasih, Bu. Sudah membawakan makanan pokok untuk anak anak disini," ucap Pak Ahmad dengan sopan.
"Iya Pak Ahmad, sama sama. Saya juga berterima kasih karena kalian sudah mau membawa Riski disini," ucap Bu Ana yang membuat Pak Ahmad bingung.
"Maaf kalau boleh tahu, Ibu siapanya Riski ya?" tanya Pak Ahmad pada Bu Ana.
Sebelum menjawab, Bu Rahima datang membawa nampan berisi teh dan pisang goreng.
"Di minum Bu, mumpung masih hangat," ucap Bu Rahima dengan ramah.
"Iya bu, terima kasih. Maaf jadi merepotkan," jawabnya dengan sopan pula.
"Saya sahabat dari almarhum orang tua Riski Pak, Bu. Tadi kami bertemu di makam, dan dari sana saya tahu jika Rizki adalah anak dari sahabat sahabat saya."
"Tadi saya sudah menawarkan untuk Rizki tinggal di rumah saya bersama Nisa, karena Nisa sendiri tak memiliki teman di rumah. Tapi Riski menolak ajakan saya, dengan alasan ingin mandiri. Padahal untuk mengadopsi Riski saya juga tak keberatan."
"Maaf Bu, kenapa Anda bilang Nisa selalu sendiri tak punya teman? Ibu kemana?" tanya Bu Rahima. Bukan maksud Ibu Rahima untuk ikut campur hanya kepo saja.
"Saya harus ngajar, Bu. Sedangkan suami saya sudah berpulang sebelum Anisa lahir. Anisa seorang yatim," jawabnya dengan jujur.
"Maaf, Bu. Saya gak tahu, maaf."
"Tak apa, Bu. Lagipula itu sudah lama, suami saya juga sudah tenang dialam sana," jawab Bu Ana.
"Kenapa Ibu tidak menikah lagi saja? Kasihan Nisa, dia juga memerlukan sosok ayah."
"Suami saya cukup satu, Pak. Dia cinta saya, lagipula Anisa tak kekurangan kasih sayang dari saya."
Akhirnya mereka melanjutkan obrolan ringan itu. Tanpa mau membahas keluarga Ana, bagi mereka tak sopan saja jika terlalu jauh mencampuri urusan orang lain.
"Saya titip Riski disini ya Pak, Bu. Tolong sayangi dia. Jangan marahi dia kalau Riski melakukan kesalahan, cukup tegur dan nasehati saja ya Pak, Bu."
Bu Rahima yang mendengar itu tersenyum dan mengangguk. Ia mendekat ke arah Bu Ana dan memeluknya sebagai perempuan ia tahu apa yang ada di pikiran wanita ini.
"Saya juga sudah menganggap Riski sebagai anak kami. Setelah dia masuk dalam rumah ini, semuanya berubah. Dari kami yang selalu kekurangan kini alhamdulillah."
"Ibu tenang saja, Riski anak yang baik kok," jawab Pak Ahmad dan diangguki istrinya.
"Terima kasih, Pak, Bu."
"Sama sama, Ibu Ana."
Setelah berbincang banyak dengan Pak Ahmad dan Bu Rahima, Bu Ana memutuskan untuk pulang. Ia pamit pada pemilik panti asuhan itu dan juga Rizki beserta anak anak panti disana.
"Kak Riski jangan banyak nangis ya, nanti Nisa marah loh," ujar Nisa memeluk bocah berusia 8 tahun itu.
"Iya, adek juga jangan banyak ngelamun."
Para orang tua yang melihat itu tersenyum, Bu Ana sudah membulatkan tekadnya untuk menjodohkan kedua anak itu saat besar nanti.
"Riski sayang, Ibu pulang dulu ya. Atau kamu mau ikut ibu dan Nisa?" tanya Bu Ana pada Riski yang hanya menggeleng.
"Nanti ya bu. Riski pasti bakal main ke rumah," jawab Riski dengan senyum manisnya.
"Baiklah."
"Ibu dan Nisa kalau mau kesini juga gak apa-apa. Nak Nisa main main sama teman teman disini juga gak apa-apa, biar ada temannya," ucap Bu Rahima mengecup kening Nisa dengan lembut.
Anak perempuan itu memang sangat lucu dan juga menggemaskan di mata mereka apalagi di panti ini kebanyakan adalah anak laki-laki.
"Siap."
Mereka tertawa saat melihat Nisa mengangkat tangannya dengan hormat itu.
"Udah sayang, yuk pulang. Nanti makin malam lagi kita sampai rumah," ajak Bu Ana pada putrinya.
"Nisa pulang ya semuanya, nanti Nisa kesini lagi," ucap Nia pada mereka.
Setelah mendapat balasan dari mereka semua, Nisa langsung naik ke atas motor Ibunya dengan susah payah.
Mereka berdua pamit dan pergi dari area panti asuhan itu.
"Ayo anak-anak, kita masuk. Udah mau sore ini."
Mereka berdua mengajak anak anak mereka masuk kedalam rumah.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Thor kok novel mu bikin nyesek sih,Tapi aku pengen terus baca lagi dan baca lagi..
2024-05-18
0