Paloma seketika membeku setelah mendengar ucapan Carlos. Dia memandang tajam pada pria berambut ikal yang tampak salah tingkah. Carlos berkali-kali mengusap tengkuknya. Rasa tak nyaman itu tak dapat dia sembunyikan.
Untunglah, bel tanda jam dimulainya pekerjaan di perkebunan sudah berbunyi. Hal itu seakan menjadi penyelamat dari perasaan bersalah atas apa yang tadi Carlos ucapkan tadi. Dia merutuki diri dalam hati, karena tak dapat menjaga lidahnya.
"Aku permisi dulu. Jam bekerja sudah dimulai," ucap Carlos berpamitan. Dia mengangguk sopan kepada Martin, kemudian berlalu dari sana sambil mengembuskan napas lega.
Sementara, Martin pun merasakan hal serupa seperti Carlos. Pria dengan topi fedora tersebut menggaruk kening yang tak gatal. Rasa iba muncul dalam hatinya. Sebagai pria yang baik, dia merasa harus melakukan sesuatu. Setidaknya, sebuah ucapan yang dapat sedikit mencairkan suasana. “Apa rencanamu sekarang?” tanyanya hati-hati.
“Entahlah,” jawab Paloma lesu. “Kupikir, Rafael ada di sini. Dengan begitu, aku tak harus mencarinya ke mana-mana,” ucap wanita berambut panjang tersebut. Paloma menundukkan wajah. Memandang tanah kering yang dia pijak.
“Apa kau akan pergi ke Sevilla untuk mencarinya?” tanya Martin.
Paloma tidak segera menjawab. Bimbang menyelimuti hati wanita berambut cokelat itu. “Aku harus bertemu dengan Rafael, untuk meminta kepastian darinya tentang status pernikahan kami. Akan tetapi, keberadaan pria itu tidak jelas di mana. Sementara, aku … aku hanya memiliki sedikit uang.” Paloma mengembuskan napas bernada keluhan. Harapannya untuk segera menata masa depan tanpa bayang-bayang Rafael, sepertinya akan kembali tertunda.
“Kau benar. Sevilla merupakan kota yang luas. Tak akan semudah itu menemukan seseorang di sana," ujar Martin. "Jika kau mau, tinggal saja di sini untuk beberapa waktu,” saran pria itu. “Apalagi, akhir pekan ini Tuan Sebastian akan mengadakan jamuan besar. Biasanya, dia mengundang banyak tamu ke Casa del Castaneda. Dibutuhkan banyak pekerja untuk menyiapkan segalanya. Kau akan mendapat upah yang layak jika bersedia membantu."
“Apa yang harus kulakukan?” tanya Paloma. Sepertinya, dia tak memiliki pilihan lain. Dengan kembali ke Granada, hanya akan membuat perjalanan yang sudah dirinya tempuh menjadi sia-sia. Lagi pula, di Granada pun Paloma hanya bekerja di sebuah toko kelontong milik seorang tetangga.
“Untuk urusan itu, Nyonya Raquela jauh lebih paham. Dia yang akan menjelaskan apa saja tugasmu,” jawab Martin. “Kembalilah ke dalam. Temui Nyonya Raquela atau Nyonya Matilde. Katakan pada mereka jika kau akan bekerja di sini untuk membantu mempersiapkan acara jamuan akhir pekan nanti. Jika kau menemukan kendala, jangan sungkan untuk menemuiku. Aku akan mengusahakan agar kau bisa mendapat tempat di sini."
Paloma tak tahu harus berkata apa. Dia bersyukur karena dipertemukan dengan pria baik hati seperti Martin. Wanita bermata hazel itu pun mengangguk setuju. “Baiklah. Terima kasih, Tuan Aguirre,” ucapnya pelan, tapi sangat tulus.
“Namaku Martin. Kau boleh memanggilku demikian.” Pria dengan topi fedora itu tersenyum kalem sambil menatap lembut Paloma. Entah mengapa, dia begitu menyukai iris mata wanita di hadapannya.
Akan tetapi, Martin tak ingin terlarut dalam angan yang tidak-tidak. Dia pun segera tersadar. “Aku harus segera ke perkebunan. Semoga kau betah di sini.” Seusai berkata demikian, tubuh tegap dalam balutan kemeja kotak-kotak itu berbalik. Berlalu dari hadapan Paloma yang sempat terpaku di tempatnya, hingga wanita itu memutuskan untuk kembali ke dalam.
Seperti arahan dari Martin, Paloma segera menemui Raquela. Dia mengatakan seperti yang Martin sarankan tadi. Raquela langsung menerima tanpa bertanya macam-macam. Wanita paruh baya itu juga memberikan seragam khusus pelayan kepada Paloma. “Kau bisa bekerja mulai hari ini,” ucap sang kepala pelayan tersebut.
......................
“Tuan Sebastian selalu mengadakan jamuan besar tiap satu tahun sekali di Casa del Castaneda. Dalam acara tersebut, akan ada banyak tamu undangan yang semuanya berasal dari kalangan atas. Karena itulah, kita harus menyajikan sesuatu yang sangat istimewa. Makanan juga pelayanan terbaik.” Raquela memberikan pengarahan pada puluhan pelayan yang dia kumpulkan.
“Waktu kita untuk mempersiapkan acara ini tidaklah panjang. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, di mana Tuan Sebastian memberikan waktu selama satu minggu. Dalam jamuan kali ini, dia hanya menyediakan dua hari untuk persiapan. Sebisa mungkin, kita harus memanfaatkan waktu yang sangat sedikit tersebut dengan sebaik-baiknya. Tak ada alasan untuk membuat kesalahan, karena kita sudah menambah personal yang akan membantu mengerjakan semuanya. Jadi, mari kita mulai.”
Raquela menunjukkan kualitas dirinya dalam memimpin sebuah tim. Tak ada arogansi yang wanita itu tunjukkan di hadapan para pelayan junior. Raquela selalu sadar bahwa dia tak akan bisa diangkat menjadi kepala pelayan, tanpa kerja keras dan tentu saja dukungan dari rekan-rekannya yang lain.
Semua yang ada di dapur mulai menyibukkan diri. Matilde sudah membagi puluhan pelayan yang semuanya merupakan perempuan, menjadi beberapa kelompok dengan tugas masing-masing. Dengan begitu, setiap orang mendapat jatah pekerjaan yang sama. Tak ada yang menjadi mandor. Tak ada pula yang lelah seorang diri.
Kebetulan, Paloma berada satu kelompok dengan Flor. Wanita muda berambut pirang tersebut merasa senang, karena Paloma memutuskan untuk tetap berada di Casa del Castaneda. Keakraban pun makin terjalin di antara keduanya. Tak jarang, ada gelak tawa yang terselip di sela-sela tugas yang sedang mereka kerjakan.
“Apa kau tahu kenapa Tuan Sebastian selalu mengadakan jamuan besar?” tanya Paloma ketika mereka telah kembali ke kamar. Persiapan untuk jamuan, akan dilanjutkan besok pagi.
“Tuan Sebastian selalu menyelenggarakan acara itu setiap tahun. Terlebih, sewaktu istrinya yang bernama Nyonya Brishia masih ada. Setelah kepergian Nyonya Brisihia, Tuan Sebastian tak lagi mengadakan pesta besar tersebut. Ini adalah kali pertama dia kembali mengundang banyak orang kemari. Aku rasa, dia merasa galau. Karena itulah, kita diberikan waktu dua hari saja,” jelas Flor yang sudah berada di ranjangnya. Wanita muda tersebut, berbaring sambil menghadap ke langit-langit kamar.
Sementara Paloma pun memilih posisi yang sama, meski yang dapat dia lihat hanyalah bagian bawah tempat tidur Flor. Pemandangan yang sangat membosankan. “Jadi, Tuan Sebastian adalah seorang duda?” Paloma menanggapi ucapan Flor tanpa mengubah posisi.
“Ya. Mendiang istrinya sangat cantik juga baik. Aku selalu mengingat kemurahan hatinya terhadapku dan ibu. Namun, sayang sekali dia harus pergi dengan begitu cepat.” Flor berdecak pelan. “Aku rasa, karena itulah Tuan Sebastian memilih untuk hidup sendiri. Baginya, seperti tak ada wanita yang dapat menggantikan posisi Nyonya Brishia. Itu sangat layak menurutku, meski terkadang aku membayangkan bisa menjadi pengganti wanita itu.” Flor tertawa geli atas ucapannya sendiri.
“Maksudmu?” Paloma tak mengerti.
Flor segera bangkit. Dia menengok ke bawah, hingga rambut panjangnya menjuntai menutupi sebagian wajah. “Apa kau belum bertemu dengan Tuan Sebastian secara langsung?” tanyanya.
“Belum. Kau tahu sendiri bahwa aku tak berniat bekerja di sini sebelumnya. Aku masih berada di tempat ini hanya karena satu alasan,” jawab Paloma.
“Kita berdua ada di sini karena satu alasan. Itu sudah pasti,” balas Flor.
“Ya, kau benar.” Paloma tersenyum simpul. Flor tak tahu bahwa Paloma membutuhkan uang yang akan dia gunakan untuk mencari Rafael ke Sevilla.
“Andai kau sudah bertatap muka dengan Tuan Sebastian. Kau pasti langsung melupakan semua pria yang pernah dirimu kencani di masa lalu. Mungkin juga itu akan menjadi penyesalan terbesar dalam hidupmu,” ujar Flor terdengar begitu berlebihan bagi Paloma.
“Sebegitu luar biasakah pria itu?” tanya Paloma terdengar ragu.
Namun, Flor tidak menjawab. Wanita muda berambut pirang tadi kembali tertawa. “Kau akan tahu sendiri nanti,” jawabnya. “Sudahlah. Sebaiknya, kita segera beristirahat. Kita akan menghadapi hari-hari yang melelahkan besok, lusa, dan beberapa hari ke depan. Ah, astaga. Aku ingin segera menjadi orang kaya dan dapat tidur kapanpun aku mau,” celoteh Flor.
Keesokan harinya, Paloma kembali melanjutkan pekerjaan yang belum usai. Hari ini, sudah dipastikan bahwa mereka akan bekerja jauh lebih keras. Tak ada lagi waktu untuk melakukan persiapan. Itu semua demi sebuah acara jamuan luar biasa, tanpa kekurangan sedikit pun yang dapat mempermalukan tuan rumah.
Di sela kesibukan dalam dapur dan aula luas yang akan menjadi tempat berlangsungnya acara nanti malam, mereka masih tetap bersenda-gurau demi mengurangi rasa lelah yang mendera. Begitu juga dengan Paloma. Untuk beberapa saat, si pemilik mata hazel tersebut dapat sedikit melupakan segala kepedihan yang dia rasakan. Martin yang kebetulan melintas di sana, sempat melihat senyuman manis yang terlukis di wajah pucat Paloma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Esther Nelwan
nah dgrin flor y paloma...ktemu sebastian pasti lupa m Rafael tuh
2023-04-09
0