“Rafael Hernadez?” ulang Martin.
“Ya,” jawab Paloma meyakinkan bahwa pria di hadapannya memang tak salah dengar.
“Rafael Hernandez?” Martin kembali menyebut nama itu sambil bergumam. Dia seperti tengah mengingat-ingat sesuatu. Sesekali, pria tampan dengan topi fedora kuning gading tersebut menyentuh pangkal hidungnya yang mancung. “Akan kucarikan namanya di daftar pekerja perkebunan. Namun, selagi aku melakukan itu … maksudku sekarang sudah malam … kau ….” Martin memperhatikan Paloma yang masih menunduk. “Butuh waktu untuk mengecek nama para pekerja yang jumlahnya tidaklah sedikit,” ucap pria itu lagi.
Paloma segera mengangkat wajah setelah mendengar ucapan Martin. Dia terlihat kecewa. “Tidak bisakah kau lakukan sekarang, Tuan?” pintanya setengah memaksa.
“Maaf. Tidak bisa. Aku sibuk, Nona,” tolak Martin.
“Jam seperti ini?” Paloma mengernyitkan kening. Raut wajahnya menyiratkan rasa heran.
“Ya. Ini sudah malam,” balas Martin. “Aku bekerja seharian di perkebunan. Mengurus banyak hal. Sekarang adalah waktunya untuk beristirahat,” tegas pria itu.
“Ayolah, Tuan. Kumohon,” pinta Paloma. Wanita muda itu memasang wajah memelas.
“Aku sangat membutuhkan bantuanmu,” ucap Paloma lagi bersungguh-sungguh.
“Kau datang kemari dengan cara menyusup di antara para pekerja. Kau juga tidak bersedia bekerja di sini. Sekarang, kau memintaku untuk melakukan sesuatu secara tiba-tiba dan … dengar, Nona de Luna.” Martin berbicara dengan nada yang cukup serius. “Tuan Sebastian tidak akan menyukai kehadiranmu di sini. Jadi, sebelum kau menempatkan dirimu dalam masalah, kusarankan sebaiknya segera tinggalkan Casa del Castaneda sekarang juga.”
“Aku pasti akan pergi, tapi setelah menemukan informasi tentang orang yang sedang kucari. Kumohon, Tuan. Ini berhubungan dengan masa depanku ….” Paloma menjeda ucapannya. Dia tak harus banyak bicara.
Sementara, Martin hanya dapat mengembuskan napas panjang. Sebenarnya, inilah hal yang paling tidak dia sukai dari seorang wanita. Wajah memelas dengan mata menggemaskan seperti yang diperlihatkan oleh Paloma, merupakan sesuatu yang membuat dirinya selalu merasa tak tega. Terlebih, wanita di hadapannya itu ternyata sangat cantik jika diperhatikan dengan lebih saksama.
Martin melepas topi fedora berwarna kuning gading tadi. Pria itu mengacak-acak rambut yang sedikit berkeringat sambil berdecak pelan. Selalu ada pengecualian untuk seorang wanita cantik. Dengan terpaksa, dia akhirnya menuruti permintaan Paloma. “Ikuti aku,” ajaknya.
Pria dengan kemeja kotak-kotak itu melangkah lebih dulu ke bagian lain bangunan megah tersebut. Dia membawa Paloma melintasi taman air mancur yang berada di tengah-tengah bangunan. Dari taman dengan ukuran tidak terlalu luas tadi, Martin berjalan menyusuri koridor yang cukup panjang. Sementara Paloma terus mengikutinya sambil menjinjing tas kain berisi beberapa helai pakaian ganti.
Setelah menyusuri koridor panjang tadi, mereka berdua tiba di depan sebuah bangunan tiga lantai dengan banyak kamar. Itu merupakan mess khusus untuk para pekerja perkebunan dan beberapa staf bagian administrasi.
“Tunggulah di sini,” pesan Martin. Dia meninggalkan Paloma yang berdiri dekat tangga menuju lantai dua. Martin berjalan menuju sebuah kamar. Dia tampak berbicara dengan si penghuni kamar tersebut. Setelah beberapa saat, Martin dan pria penghuni kamar tadi berjalan turun. Mereka menghampiri Paloma yang masih berdiri di dekat tangga.
“Perkenalkan. Ini Antonio. Dia menangani segala informasi dan hal lainnya yang berhubungan dengan para pekerja di sini.” Martin memperkenalkan pria yang ada di sebelahnya kepada Paloma.
Paloma mengangguk pelan diiringi senyuman kecil sebagai balasan yang dianggap sopan.
“Ini adalah Nona de Luna. Dia kemari hendak mencari seseorang bernama Rafael Hernandez,” terang Martin seraya mengalihkan perhatiannya kepada Antonio.
“Rafael Hernandez?” ulang Antonio. Pria dengan rentang usia sama seperti Martin itu menautkan alisnya yang tebal. “Rafael Hernandez,” ulangnya. Pria itu pun tampak berpikir. Sementara Paloma dan Martin masih menunggu jawaban yang akan diberikan pria tersebut. “Kapan dia mulai bekerja di sini?” tanya Antonio setelah berpikir beberapa saat.
“Sekitar lima tahun yang lalu,” jawab Paloma.
“Lima tahun yang lalu?” ulang Martin.
Paloma tidak membalas. Wanita muda berambut cokelat itu hanya megangguk samar.
“Bagaimana?” tanya Martin kembali mengarahkan pandangan kepada Antonio.
Antonio mengembuskan napas berat. “Lima tahun lalu. Sudah cukup lama. Aku saja baru bekerja di sini sekitar tiga tahun. Itu artinya, aku harus membuka file-file lama. Seingatku, di dalam data pekerja perkebunan saat ini … sepertinya tidak ada nama Rafael Hernandez,” terang pria berambut gelap itu agak ragu.
“Apa kau yakin?” tanya Martin lagi.
“Biasanya, kami memperbarui pekerja setiap tahun. Pekerja lama yang usianya dianggap sudah tidak produktif lagi, akan digantikan dengan yang baru. Itu semua setelah melalui penyeleksian yang sangat ketat, karena kami tak ingin sembarangan dalam memutus kontrak kerja seseorang. Kecuali, jika orang itu sendiri yang mengundurkan diri,” jelas Antonio.
Paloma terdiam sejenak setelah mendengarkan penjelasan Antonio. “Bisakah jika kau memeriksanya sekarang, Tuan?” pinta wanita itu seraya kembali memasang raut yang sama seperti di hadapan Martin tadi.
“Maaf, Nona. Ini sudah di luar jam kerja,” tolak Antonio halus.
“Kumohon,” pinta Paloma setengah mendesak.
Antonio menoleh kepada Martin. Dia seakan meminta pendapat pada sang mandor. Kebetulan, Martin merupakan orang yang memegang kunci ruangan-ruangan penting di sana.
“Kau benar-benar merepotkan, Nona,” keluh Martin sambil berlalu dari dekat tangga, tempat mereka berbincang tadi. Dia berjalan ke sudut lain yang berada terpisah dari bangunan tiga lantai itu. Di sana, ada empat ruangan. Martin lalu membuka kunci salah satu pintu yang letaknya paling ujung.
Sementara Antonio dan Paloma yang mengikuti mandor muda tersebut, segera masuk setelah Martin menyalakan lampu ruangan dengan ukuran tidak terlalu besar. Di dalam sana, terdapat beberapa lemari kayu dan buffet dengan laci bersusun. Ada pula tiga buah komputer di atas meja terpisah.
Antonio, segera menuju salah satu komputer yang biasa dia gunakan. Pria dengan wajah khas latin tersebut tampak serius menghadapi layar yang sudah menyala. Hingga beberapa saat, Paloma dan Martin menunggu Antonio yang sedang memeriksa daftar para pekerja.
“Seharusnya aku sudah mandi dan bersiap makan malam saat ini,” keluh Martin.
“Maaf, karena telah merepotkanmu,” ucap Paloma merasa tak enak dengan ucapan Martin.
Namun, pria yang terus memegangi topi fedora itu tak menanggapi. Martin memang terlihat sangat lelah. “Bagaimana?” tanyanya sambil berjalan mendekat ke meja Antonio.
“Aku menemukan nama Rafael Hernandez. Dia berasal dari Granada ….”
“Ya. Benar sekali,” sela Paloma tampak semringah. Dia beranjak dari tempatnya berada, kemudian mendekat ke meja Antonio. Paloma berdiri di sebelah Martin.
“Rafael Hernandez tercatat pernah bekerja di sini hanya selama satu tahun. Padahal, usianya masih masuk kriteria untuk tetap bekerja di perkebunan Castaneda. Namun, dia mengundurkan diri,” jelas Antonio. “Seperti itu catatan yang kudapat di sini. Dia memutus kontrak kerja tanpa alasan yang jelas, sehingga tak ada uang kompensasi apapun yang diterima olehnya,” lanjut Antonio lagi.
Paloma terlihat kebingungan mendengar penuturan Antonio. Tiba-tiba, rasa cemas menyeruak hebat ke dalam hatinya. Entah apa yang terjadi kepada Rafael. Apakah pria itu baik-baik saja atau tidak. Paloma tampak salah tingkah. Namun, dengan segera dia dapat menguasai diri agar tetap terlihat biasa saja.
“Ah, ternyata masih ada rekannya yang bekerja hingga saat ini,” ujar Antonio kemudian.
“Siapa namanya?” tanya Paloma.
“Carlos Martinez.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Esther Nelwan
nah k buka nih
2023-04-09
2