Atas bantuan dari Alonso, Paloma bisa pergi bersama rombongan para pekerja yang akan menuju Porcuna. Sebagian besar dari mereka adalah kaum pria. Sedangkan kaum wanita hanya beberapa orang, yang nantinya akan ditempatkan sebagai pelayan di sebuah bangunan megah bernama Casa del Castaneda.
Rombongan tadi berangkat dari Stasiun Bus Granada, yang terletak di Avenida de Juan Pablo II. Selama kurang lebih tiga jam perjalanan harus mereka tempuh, hingga tiba di Porcuna. Tepatnya, di perkebunan zaitun terbesar kotamadya tersebut. Perkebunan zaitun itu sendiri merupakan milik seorang pria bernama Sebastian Cruz Castaneda.
Sebastian, merupakan duda berusia tiga puluh tujuh tahun. Istrinya yang terkenal sangat cantik nan anggun, meninggal dunia sebelum memberi Sebastian seorang anak. Setelah kepergian wanita yang teramat dia cintai, Sebastian memutuskan untuk hidup menyendiri. Pria itu selalu menyibukkan diri, dengan bisnisnya yang kian berkembang pesat.
Seperti yang telah diketahui, buah zaitun dapat diolah menjadi berbagai produk. Baik itu untuk makanan ataupun bahan kecantikan. Manfaat zaitun sendiri sudah tak diragukan lagi. Hal tersebut, membuat lahan bisnis milik Sebastian seakan tak memiliki saingan sama sekali. Dia menjadi raja di Porcuna.
“Selamat sore, Tuan,” sapa pria berpostur tegap. Rentang usianya lebih muda dari Sebastian. Pria itu mengenakan celana jeans sobek-sobek di bagian lutut, yang dipadukan dengan atasan kemeja kotak-kotak. Dia merupakan seseorang yang menjabat sebagai mandor di perkebunan.
“Selamat sore, Martin,” balas Sebatian tanpa membalikkan kursi yang dia duduki. Posisi pria itu membelakangi sang mandor. Martin hanya dapat melihat tangan kanan sang majikan, yang diletakkan pada pinggiran kursi sambil memegangi cerutu berasap tipis. “Ada apa?” tanya Sebastian. Suara sang pemilik perkebunan itu terdengar begitu berat dan tegas.
“Para pekerja dari Granada telah tiba. Aku sudah mengarahkan mereka ke mess. Namun, sepertinya ada sedikit kekeliruan,” lapor Martin.
“Kekeliruan bagaimana maksudmu?” tanya Sebastian lagi. Dia memutar kursinya sehingga jadi menghadap kepada Martin yang masih berdiri tegap dan sopan.
Sebastian Cruz Castaneda. Pria itu tampak begitu matang. Berambut cokelat tembaga dengan sepasang mata cokelat madu yang indah. Sebastian memiliki paras yang sangat maskulin. Terlihat sedikit garang dengan rahang kokoh, serta garis wajah tegas yang berhiaskan janggut tidak terlalu tebal. "Jelaskan," titahnya penuh wibawa.
"Begini, Tuan." Martin mengawali penjelasannya. "Jumlah orang yang datang kemari ternyata tidak sesuai dengan data yang kuterima dari Antonio," lapornya.
"Tidak sesuai?" Sebastian menaikkan sebelah alisnya. Dia lalu mengisap cerutu yang masih mengepulkan asap tipis.
"Ya, Tuan," sahut Martin. "Dalam data yang kuterima kemarin, ada lima belas pekerja pria. Mereka semua akan ditempatkan di perkebunan. Sementara untuk pekerja wanita ada sepuluh orang. Tiga akan bertugas di dapur umum. Sisanya menjadi pelayan di Casa del Castaneda, untuk membantu persiapan jamuan besar akhir pekan ini," jelas Martin lagi.
"Lalu, apa masalahnya?" Sebastian kembali bertanya.
"Masalahnya adalah yang datang kemari ternyata lebih satu orang. Seorang wanita yang namanya tidak ada dalam daftar," jawab Martin menjelaskan dengan hati-hati.
Sebastian berdecak pelan setelah mendengar penuturan Martin. Pria itu beranjak dari tempat duduknya. "Kupikir ada masalah serius," ujar pria itu enteng.
"Aku hanya memberikan laporan kepada Anda." Martin tetap memperlihatkan sikap hormatnya. "Aku takut jika ini akan menjadi masalah untuk ke depannya."
Sebastian berjalan gagah ke hadapan sang mandor yang memiliki postur hampir sama dengan dirinya. "Kau tidak perlu mempermasalahkan hal itu. Lagi pula, kita membutuhkan banyak tenaga untuk persiapan jamuan besar yang kuputuskan secara mendadak," ucap Sebastian. Pria berambut ikal dan agak gondrong itu menepuk lengan Martin, yang terlihat lega dengan jawaban sang majikan.
"Baiklah kalau begitu, Tuan," balas Martin mengngguk seraya diiringi senyuman.
"Kembalilah dan urus semuanya agar tetap tertib. Aku tidak ingin jika sampai ada kericuhan seperti yang sudah-sudah." Seusai berkata demikian, Sebastian melangkah ke dekat pintu keluar ruang kerjanya.
Martin yang melihat sang majikan akan berlalu dari sana, segera berjalan mengikuti pria itu. Dia mengekor Sebastian hingga sang pemilik perkebunan zaitun tersebut berbelok ke arah lain. Sedangkan dia sendiri bermaksud kembali ke area perkebunan.
Akan tetapi, Martin segera menghentikan langkah tegapnya, ketika dia melihat beberapa wanita yang mengikuti pelayan senior di Casa del Castaneda. Pria dengan topi fedora tersebut segera menghampiri mereka. "Tunggu, Nyonya Raquela," cegah pria itu dengan cukup nyaring.
Rombongan wanita tadi sontak berhenti dan menoleh dengan serempak kepada Martin, yang setengah berlari ke arah mereka. Setelah tiba di hadapan kepala pelayan bernama Raquela, Martin lalu mengeluarkan secarik kertas. Dia membaca salinan daftar pekerja wanita yang didapatnya dari Antonio.
"Aku ingin memeriksa nama-nama pekerja wanita yang baru datang hari ini," ucap Martin kepada Raquela.
"Oh. Silakan, Tuan Aguire," balas wanita paruh baya dengan postur tinggi besar itu.
Tanpa berlama-lama, Martin menyebutkan satu per satu nama yang ada dalam daftar. Semua berjumlah sepuluh orang. Mereka mengangkat tangan saat namanya disebutkan. Tinggal satu orang yang tak mengangkat tangan. Wanita berambut cokelat yang sejak tadi terlihat gelisah.
"Siapa namamu?" tanya Martin.
"Paloma."
"Sebutkan nama lengkapmu, agar kumasukkan ke dalam daftar pegawai," ucap Martin lagi.
"Paloma Sanchez de Luna. Aku kemari bukan untuk bekerja di sini," balas Paloma yang membuat Martin dan Raquela saling pandang.
"Majulah," suruh Martin. Akan tetapi, Paloma tidak menurut. Dia tetap berdiri di tempatnya. Sikap wanita cantik berwajah pucat itu membuat Martin semakin heran. Dia lalu menoleh kepada Raquela. "Bawa yang lainnya. Aku akan mengurus wanita ini," suruh pria tampan tersebut.
Raquela mengangguk sopan. Meskipun usianya jauh di atas Martin, tetapi pria muda itu memiliki jabatan yang terbilang tinggi di sana. Selain sebagai mandor, Martin juga merupakan orang kepercayaan Sebastian.
Sepeninggal Raquela dan rombongan pekerja wanita lain, hanya ada Martin dan Paloma di koridor tadi. Untuk beberapa saat, mereka berdua saling terdiam. Martin sibuk mengamati sosok cantik bertubuh indah di hadapannya, dalam balutan pakaian sederhana. Sedangkan, Paloma mengarahkan pandangan ke lantai.
"Jadi, namamu adalah Paloma? Paloma Sanchez de Luna?" ulang Martin memecah kebisuan antara mereka berdua.
"Ya," jawab Paloma singkat.
"Kenapa kau datang kemari jika bukan hendak bekerja?" tanya Martin penuh selidik.
"Ada urusan penting yang harus kuselesaikan," jawab Paloma masih dengan nada bicara yang sama. Dia juga tak menoleh kepada Martin, saat menjawab pertanyaan pria tersebut.
"Jika sudah memasuki area Casa del Castaneda, itu artinya semua yang menjadi urusanmu harus dikonfirmasikan padaku. Aku harus memberikan laporan yang akurat kepada Tuan Sebastian. Itu juga jika kau tak ingin dianggap sebagai penyusup, Nona de Luna," jelas Martin. Gaya bicaranya tenang, tapi terdengar tegas di telinga Paloma.
"Ini urusan pribadi," jawab Paloma. Dia tetap bicara seperlunya.
"Aku tak akan mencampuri urusan pribadimu. Setidaknya, utarakan alasanmu jika memang bukan untuk bekerja," ucap Martin lagi.
Paloma tak segera menjawab. Pandangannya pun masih tertuju ke lantai. Pada sepasang sepatu boots yang dikenakan oleh Martin. Tak ada alasan bagi Paloma untuk tetap menyimpan alasan dia datang ke sana. Paloma juga tak ingin dianggap sebagai penyusup, meskipun memang begitu kenyataannya. "Aku hendak mencari Rafael Hernandez."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
jangan dicari. si Rafael lagi sembunyi di rumahnya mpok hindun
2023-04-02
1