CHAPTER 4

...***...

Saat itu Andhira baru saja bergabung dengan mereka. Ia terlihat sangat cantik, senyumannya juga terlihat sangat manis. Mungkin saja ia sedang menyembunyikan sesuatu dibalik senyumannya itu.

"Salam kenal tante,om." Andhira salaman dengan Saguna Pradhana dan Greesa Dara.

"Kenalin nama kamu sama calon mertua kamu nak." Harfandi tersenyum kecil pada anaknya.

"Nama saya andhira. Terima kasih atas kedatangannya om, tante." Andhira langsung memperkenalkan namanya.

"Salam kenal juga." Greesa Dara terlihat tersenyum ramah.

"Nama yang sangat cantik." Saguna Pradhana memuji nama itu.

"Oh iya?. Ini a namanya evan. Kalian boleh saling mengenal satu sama lain dulu. Sebelum kita masuk ke acara yang lebih serius." Mega Aryani malah memperkenalkan Evan pada Andhira.

"Benar yang dikatakan mega. Kalian duduk saja berdua dulu, saling kenalan dulu." Harfandi sangat setuju dengan apa yang dikatakan istinya.

"Bagaimana nak?. Setuju?." Saguna Pradhana tentunya bertanya pada anaknya.

"Baiklah ayah." Evan hanya nurut saja.

"Kalau begitu, Andhira, Bawa mak evan duduk di depan. Kami orang tua akan berbicara di sini." Harfandi menyuruh anak perempuannya.

"Baik pa." Andhra juga hanya nurut saja. "Mari mas." Andhira mempersilahkan Evan untuk ikut dengannya.

"Mari om, tante." Evan agak sungkan pada orang tua Andhira.

"Aku tidak menduga, jika anak perempuan mu sangat cantik." Saguna Pradhana merasa sangat kagum.

"Sama seperti mendiang ibunya." Harfandi sangat ingat dengan mendiang istrinya.

"Ya. Tentunya." Saguna Pradhana mengerti dengan perasaan cinta yang ditunjukkan Harfandi pada istrinya yang pertama.

Tiba-tiba saja suasana menjadi canggung, dan agak berat karena masalah kekaguman semata?.

"Bagaimana dengan lanjutan rencana kita?." Greesa Dara membuka rasa canggung itu dengan pertanyaan.

"Kita akan membahas masalah pernikahan mereka." Harfandi terlihat sedikit bersemangat.

Sementara itu Andhira dan Even. Keduanya masih terlihat agak canggung, karena ini pertama kalinya mereka bertemu.

"Namaku andhira, mungkin kama udah dengan jelas dengerin aku nyebutin nama tadi." Andhira masih agak kaku.

"Ya. Aku rasa kamu juga udah dengerin dengan jelas nama aku, evan." Evan juga masih terasa kaku.

"Jadi kita sama-sama mau dijodohin?. Rasanya kembali ke zaman siti nurbaya." Andhira merasa heran dengan kehidupan yang akan ia ia hadapi setelah ini.

"Pikiran kamu jauh banget ya?. Sampai sampai kamu menganggap perjodohan ini sama kek zaman siti nurbaya." Evan hampir saja terkekeh kecil, jika ia tidak dapat menahan dirinya.

"Memangnya kamu enggak keberatan?. Dijodohin kek gini?." Andhira sedikit heran dengan tanggapan Evan.

"Kalo boleh jujur?. Aku merasa sangat keberatan banget." Evan terlihat jujur saat itu.

"Apakah karena kamu udah punya pacar?." Andhira takut membayangkan itu, apalagi menebaknya. Sebab ia juga memiliki pacar, walaupun belum ada kejelasan hubungan mereka akan dibawa kemana seperti lirik lagu armada.

"Anggap saja itu memang benar." Evan tidak membantah. "Karena aku harus harus mikir-mikir dulu." Evan merasa tidak enak hati.

"Kamu sih enak, bisa mikir-mikir." Andhra malah terlihat sangat jengkel. "Lah?. Aku?. Mana bisa nolak perjodohan ini." Ia terlihat sangat sedih.

"Memangnya kenapa kalo kamu tolak?." Even malah penasaran.

"Mama tiri ku itu mengancam akan membutuh papa aku. Kalo aku berani menolak perjodohan ini." Andhira berkata dengan jujur?.

"Masa iya sih?. Seram amat ancamannya."  Evan merinding membayangkan itu terjadi.

"Jadi?. Apa kamu mau menerima perjodohan ini?." Andhira malah bertanya seperti itu.

"Nanti aku kasih jawabannya." Evan merasa tidak tega.

"Jangan kelamaan mikirnya." Andhira terlihat seram.

"Hufh!. "Evan menghela nafasnya dengan pelan. "Lalu bagaimana dengan kamu sendiri?. Apakah kamu udah punya cowok?." Evan iseng bertanya.

"Punya. Tapi saat ini sedang kerja di luar kota." Andhira tidak menyembunyikan kebenaran itu.

"Hah?. Ini nih?!. Yang membuat jadi drama yang enggak nyenengin sama sekali." Evan tiba-tiba saja merasa jengkel.

"Maksud kamu?. Kita udah punya pasangan masing-masing?. Tapi pasangannya kalah dengan kekuatan perjodohan orang tua?. Gitu maksud kamu, kan?." Andhra tanpa pikir panjang berkata seperti itu.

"Udah bisa ditebak sih. Jadi gak usah panik gitu lah." Evan berusaha untuk tenang.

"Hufh!. Susah emang ya?." Andhira merasa prihatin.

"Kita lihat saja gimana ke depannya nanti." Evan tidak mau ambil pusing dengan masalah itu.

Malam harinya.

Saat itu Andhira duduk bersama papa dan mamanya.

"Kalian udah saling kenal tadi siang, kan?. Mega Aryani penasaran.

"Udah kok." Jawab Andhira.

"Bagus dong?. Bagaimana dengan penilaian Kamu terhadap dia?. Apakah dia orang yang sangat menyenangkan kalo diajak ngobrol?. Mega Aryani senang mendengarnya.

"Apakah begitu?. Penilaian mama saat dengan papa?." Entah kenapa Andhira malah kesal mendengarkan ucapan itu.

"Apa maksud kamu berkata seperti itu?!." Mega Aryani terkejut.

"Andhira?!. Jaga ucapan kamu!." Harfandi memberi peringatan pada anaknya.

"Aku udah kenyang. Aku mau ke kamar dulu." Andhira malas berdebat panjang, ia segera meninggalkan tempat.

"Anak itu sangat keterlaluan sekali. Berani sekali dia menyinggung masa lalu." Harfandi terlihat sedikit jengkel.

"Tenanglah pa. Dia hanya belum terbiasa saja." Mega Aryani mencoba untuk tersenyum walaupun hatinya terasa sangat sakit.

"Papa harap mama bisa memakluminya. Harfandi tersenyum kecil.

"Tentu Saja mama memahaminya pa." Mega Aryani selalu bersikap lembut pada suaminya.

"Mama adalah wanita yang sangat baik." Harfandi memuji istirnya.

"Papa juga adalah laki-laki yang sangat baik." Mega Aryani juga memuji suaminya.

"Najis!. Sangat menyebalkan, menjijikkan." Ternyata Andhira bersembunyi di balik tembok. "Aku rasa mereka sangat pantas hidup bersama. Sangat malang sekali mamaku bisa menikah dengan laki-laki seperti dia." Dalam hati Andhira sangat iba dengan nasib mamanya.

...***...

Sedangkan di rumah Evan.

"Bagaimana pendapat kamu nak?. Apakah kamu merasa cocok dengannya?." Saguna Pradhana bertanya pada anaknya.

"Cocok yah. Kami sangat akur." Evan menjawab dengan apa adanya.

"Syukurlah kalau kamu merasa cocok nak. Ayah sangat senang mendengarnya." Saguna Pradhana tersenyum senang. "Kalau begitu?. Bulan depan kamu siap-siap untuk menikah dengannya." Saguna Pradhana langsung pada intinya.

"Menikah ayah?. "Evan terkejut.

"Perjodohan ini bukan untuk membuat kalian pacaran. Akan tetapi menuju jenjang pernikahan." Saguna memberikan penekanan pada anaknya.

"Benar yang dikatakan ayah kamu nak. Tujuan perjodohan itu adalah menikahkan kalian."  Greesa Dara tersenyum kecil. "Apakah kamu merasa keberatan?. Kami akan mempertimbangkan kembali perjodohan itu." Greesa Dara sebenarnya tidak ingin memaksa anaknya.

Tidak Ibu." Balas Evan. "Enggak keberatan sama sekali kok bu." Evan hanya tidak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa. Namun di sisi lain ia masih belum menerima perjodohan itu. "Maafkan evan yah, ibu." Dalam hatinya masih keberatan, namun ia tidak bisa menghindari perjodohan itu.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!