"Gue sahabat lo, By ... kita kenal sudah hampir tiga tahun sejak kita masuk sekolah SMA. Gue tahu perasaan lo, meski lo mencoba menutupi perasaan lo dari gue," lanjut Dewi membuat Ruby mendadak terlihat seperti salah tingkah.
"Apaan sih Wi, kok lu bisa nuduh gue kayak gitu?! Aku dan Abi termasuk juga lo dan Mawar, kita berempat itu bersahabat, wajarlah kalau kita sangat dekat?! Kenapa sih kamu tiba-tiba ngomong gitu, aku gak suka ya!" omel Ruby dengan nada yang tak suka.
"Gue sahabatmu By, meski lo menutupinya dari siapapun tapi gue bisa melihatnya dengan jelas bagaimana sesungguhnya perasaan lo terhadap Abian ...," ucap Dewi lagi menatap serius ke arah sahabatnya itu, dan kali ini Ruby memalingkan wajah karena ditatap seperti itu oleh sahabatnya.
"Lo adalah orang terdekat dengan Abian dibandingkan gue sama Mawar, gue bisa lihat dari cara tatapan lo pada Abian yang kini mulai berbeda, perhatian lo, rasa khawatir lo sudah melebihi seorang sahabat pada umumnya dan tanpa sadar sepertinya lo sudah mulai jatuh cinta pada Abian, itu yang bisa gue simpulkan, dan itu benar kan?!" lanjut Dewi diakhiri dengan sebuah pertanyaan yang membuat Ruby seolah mati kutu dan tak bisa mengelak lagi.
"Gue gak seperti itu Wi. Gue perhatian dan gue khawatir saat Abian minggu kemarin kecelakaan, ya namanya juga sama sahabat , Wi ... wajar kalo gue khawatir. Lo jangan suka menduga-duga yang tidak-tidak deh!" gerutu Ruby mencoba tetap menutupi perasaannya.
"Semakin lo berusaha menutupinya, semakin gue bisa melihat jelas perasaan lo sesungguhnya. Maaf jika gue tiba-tiba membicarakan hal ini ... Gue sayang sama lo sudah seperti saudara sendiri. Gue hanya ingin yang terbaik untuk lo, By ... Abian memang pria yang baik, tapi lo harus tahu jika dia pernah cerita ke gue, kalau dia tidak pernah mau pacaran, karena cintanya hanya untuk seseorang yang pernah ada di masa lalunya. Namun sayang karena mereka tidak bisa bersama karena perbedaan keyakinan jadi mereka memutuskan untuk berpisah baik-baik ...,"cerita Dewi panjang lebar.
"Abian ngomong gitu ke lo, Wi?!" tanya Ruby penasaran, suara Ruby terdengar pelan, ada kekecewaan yang tersirat dari nada ucapannya.
"Iya By, dan gue gak mau lo kecewa pada akhirnya jika semakin lama perasaan lo ke Abian makin besar dan semakin menyimpan banyak harapan. Maaf jika gue baru ngomong masalah ini sekarang sama lo, By ... Tidak ada yang salah dengan perasaan lo, tapi gue sebagai sahabat hanya tidak mau jika akhirnya lo kecewa dan persahabatan kita jadi berantakan. Oleh karena itu, usahakan untuk kamu bisa mengendalikan perasaanmu terhadap Abian, gue gak mau nantinya lo sakit hati, By ...."
Ruby terdengar menghela nafas berat dengan kepala yang tertunduk.
"Maaf Bi, jika gue berbicara di waktu yang tidak tepat ... Tapi entah kenapa, gue merasa tidak punya waktu lagi untuk menyampaikan semua yang ingin kusampaikan kepada lo ... termasuk tentang bang Dewa. Dia lelaki terhebat yang pernah gue temui di dunia ini, laki-laki yang begitu lembut dan sangat bertanggung jawab ... sungguh bahagia perempuan yang bisa dicintai oleh Bang Dewa. Dan gue ingin jika lo lah yang mengisinya. Gue titip abang gue ya ... Gue pasti bahagia jika bang Dewa bisa hidup bersama dengan orang yang tepat."
Ruby mengangkat wajahnya, menatap Dewi dengan tatapan berembun karena kedua kelopak matanya yang kini sudah menganak sungai.
"Lo ngomong apaan sih, Wi?!"
"Perasaan itu memang tidak bisa dipaksakan, tapi lo bisa memilih yang terbaik untuk hidup lo. Percuma mencintai orang yang tidak akan pernah bisa membalas perasaan kita. Lebih baik lupakan dan tujukan hati dan cinta kita untuk orang yang lebih tepat. Patah hati itu biasa, By ... bahkan gue juga sedang patah hati. Maaf jika gue gak pernah ngomong tentang perasaan gue sesungguhnya sama lo. Gue juga jatuh cinta sama seseorang, dan pasti lo gak akan nyangka sedikitpun," lanjut Dewi lagi membuat Ruby menatap Dewi penasaran.
"Patah hati? Memangnya lo suka sama siapa?!" tanya Ruby penasaran.
"Pak Riyan!" jawab Dewi jujur, tentu saja jawaban itu membuat Ruby tersentak karena ia tidak menyangka jika Dewi sahabatnya itu diam-diam menaruh hati pada Guru Olahraga nya.
"Apa? Lo suka sama pak Riyan Guru mata pelajaran Olahraga kita?" tanya Ruby tak percaya. Dewi mengangguk tanpa rasa ragu dan tidak menyembunyikan lagi perasaannya itu yang selama ini selalu ditutupinya.
"Jangan tanya sejak kapan gue jatuh cinta kepada guru olahraga kita itu, yang pasti gue diam-diam mengagumi dan menyukainya ... betapa indah rasanya jika perasaan ini seandainya terbalas kan. Tapi itu mustahil, apalagi setelah mendengar kabar jika beliau sebentar lagi akan menikah, bahkan sebelum sempat gue nyatakan perasaan ini terhadapnya ...," jawab Dewi lagi yang membuat Ruby tidak bisa berkata-kata.
"Jika nanti gue tiba-tiba pergi jauh, lo mau kan nyampein ke pak Riyan tentang perasaan gue ini ...."
"Lo ngomong apa sih Wi? Gue gak masalah jika gue harus bantu nyampein perasaan lo ke pak Riyan, tapi gue gak suka dengan ucapan lo yang sejak tadi mengatakan seolah-olah lo akan pergi jauh ninggalin kita. Gue gak suka dengernya, gak lucu tau gak sih hal itu lo jadikan candaan!" umpat Ruby kesal.
Dewi membuka tas gendong yang dibawanya kemudian mengambil sesuatu dari dalamnya. Sebuah amplop berwarna biru Dewi serahkan kepada Ruby. Ruby menerimanya dengan sedikit ragu karena belum mengerti apa maksud yang diinginkan Dewi saat ini.
"Gue titip surat ini sama lo buat pak Riyan, biar gue gak mati penasaran karena tidak mengungkapkan perasaan gue terhadap pak Riyan yang merupakan cinta pertama gue ini. Lo tolong berikan ini jika gue nanti benar-benar pergi! Dan gue berharap suatu saat nanti, lo bisa menikah dengan bang Dewa," lanjut Dewi lagi menatap Ruby penuh harap.
"Gak akh, gue gak suka dengan ucapan terakhir lo itu yang bilang lo akan pergi, emang lo mau pergi kemana?! Lo sampein aja sendiri sama pak Riyan, gue gak mau!" gerutu Ruby kesal sambil mengembalikan amplop bergambar love itu ke tangan Dewi.
Dewi tiba-tiba dengan cepat memasukan amplop surat miliknya itu ke tas gendong milik Ruby yang ada di pangkuan Ruby saat ini meskipun Ruby terlihat masih kesal terhadap dirinya.
"Oee ayo kita pulang!" teriak Abian dan Mawar yang baru keluar dari dalam villa milik Mawar yang mereka tempati sejak kemarin berlibur di tempat itu.
Dewi pun menarik tangan Ruby untuk berdiri dan mendekat ke arah Abian dan juga Mawar karena mereka bersiap akan kembali pulang ke Jakarta.
"Ingat semua pesanku Ruby ... gue doakan semoga lo akan bahagia bersama orang yang lo cintai, tapi gue harap jodoh lu adalah abang gue. Jangan lupa gue titip abang gue! jangan lupa lo terus doa'in gue juga jika nanti kita sudah gak bisa bersama-sama lagi! Terimakasih karena selama ini lo sudah menjadi sahabat terbaik gue," ucap Dewi menghentikan sejenak langkahnya lalu menatap Ruby dengan tatapan yang tak biasa. Belum sempat Ruby menjawab, Dewi kembali menarik tangan Ruby dengan erat agar mengikuti langkah kakinya menuju arah Abian yang terus memanggil nama mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments