Kepergian Dewi

Air mata Ruby mengalir deras begitu saja setibanya ia di depan rumah Dewi. Rumah kedua baginya selama ini jika ia merasa kesepian di rumah pastilah Ruby datang ke rumah Dewi, malah sesekali terkadang menginap disini jika Oma dan Kak Romy mengizinkannya.

Dewi hanya tinggal bersama Abangnya Dewa yang berprofesi sebagai Guru pengajar di salah satu Sekolah Swasta yang cukup terkenal di kota ini. Kedua orang tua Dewi sudah tiada. Saat Ruby mengenal Dewi, Papa Dewi baru saja meninggal dunia.

Nasib yang hampir sama karena sudah tidak memiliki kedua orang tua, membuat Ruby merasa nyaman bersahabat dengan Dewi yang saling memahami perasaan antara satu dengan yang lainnya. Ruby masih bersyukur karena dirinya masih memiliki Oma Rahma sebagai pengganti orang tuanya, sementara Dewi ia hanya hidup bersama Abangnya. Meski pekerjaan rumah ada Bi Romlah Asisten rumah tangganya, tapi tetap saja Dewi merasa haus akan kasih sayang orang tua yang kini tidak lagi didapatkannya.

Terlihat orang-orang berkerumun di halaman rumah Dewi yang telah terpasang tenda di sekelilingnya. Dari dalam mobil, Ruby juga bisa melihat beberapa rangkaian bunga ucapan bela sungkawa dari Sekolah tempatnya menimba ilmu bersama Dewi serta dari Sekolah tempat Bang Dewa kini mengajar.

Rasanya seperti mimpi jika Dewi kini telah tiada. Hati Ruby terasa begitu perih dan sakit, seolah ada sebagian yang hilang dari hatinya. Meski Dewi memiliki sahabat lain yaitu Abian dan juga Mawar tapi tetap Dewi orang yang paling dekat di hatinya.

"Dewi ... hiks, hiks ...," lirih Ruby dalam isak tangisnya.

Abian turun dari mobilnya kemudian membuka pintu belakang dimana Ruby dan Oma Mutia kini berada. Abian mengambil kursi roda yang sempat ia pinjam dari Rumah Sakit tadi untuk memudahkan Ruby ke pemakaman nanti.

Abian mengangkat tubuh Ruby kemudian mendudukannya di kursi roda. Semua mata kini seolah tertuju kepada mereka bertiga saat ini yang sedang berjalan menuju halaman rumah Dewi.

Posisi rumah Dewi yang menanjak karena beberapa anak tangga di teras menuju ruang utama, membuat Abian memutuskan untuk menggendong tubuh Ruby saja agar bisa masuk ke dalam rumah. Ruby hanya pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Abian, yang penting ia bisa segera masuk dan melihat jasad Dewi untuk terakhir kalinya.

Semua orang yang hadir di ruangan itu kini menatap kedatangan mereka. Melihat jasad Dewi yang terbujur kaku dan ditutupi sehelai kain membuat Ruby kini menangis dengan histeris. Jika Abian tidak erat memeluknya, mungkin tubuh Ruby pasti akan jatuh dari pegangannya.

"Dewi!" isak Ruby menangis pilu.

Sosok pria tampan yang sebelumnya duduk lesu tepat di depan jasad Dewi, menatap iba ke arah Ruby yang perlahan Abian turunkan di dekat jenazah Dewi.

"Dewi, kenapa lo tega ninggalin gue Dewi! Kenapa lo malah pergi! Lo kan sudah janji, kita akan terus bersahabat sampai kita tua nanti. Kenapa lo malah ninggalin gue!" ratap Ruby dengan pilu.

Pria tampan itu yang ternyata adalah Dewa abangnya Dewi, menggeser posisi duduknya dan lebih mendekat ke arah Ruby.

"Ruby ...," panggil Dewa lirih yang membuat Ruby yang sedang menangis kini menoleh kearahnya.

"Bang Dewa!" seru Ruby sambil menghambur kearah Dewa dan memeluknya. Meski sesungguhnya tubuh Ruby merasakan sakit tak terhingga karena beberapa luka di tubuhnya membuat ia sedikit kesulitan untuk bergerak dengan leluasa, tapi rasa sedihnya membuat ia lupa akan segalanya.

Dewa terlihat menyambut pelukan Ruby. Ia pun memeluk erat sahabat adik perempuannya itu.

"Maafkan Dewi ya Ruby, jika selama kenal kamu, Dewi mungkin pernah salah dan menyakiti hati kamu," ucap Dewa sambil terisak.

"Tidak Bang, Dewi tidak pernah berbuat salah. Maafin Ruby ya Bang Dewa ... gara-gara Ruby yang mengajak Dewi ke Puncak membuat Dewi harus tiada, maafkan Ruby, hiks ... hiks ...," ratap Ruby terdengar pilu.

"Tidak Ruby, ini semua sudah suratan takdir dari Yang Maha Kuasa, kita hanya bisa ikhlas dan mendoakan yang terbaik untuk Dewi. Semoga Dewi meninggal dalam keadaan husnul khotimah dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah," jawab Dewa terlihat berusaha untuk tegar.

Sesaat mereka berdua berpelukan dalam tangis yang penuh haru, hingga Ruby mengucapkan sebuah permintaan agar ia diizinkan untuk melihat wajah Dewi untuk terakhir kalinya. Dan untungnya Dewa mengizinkannya.

Ruby mencoba untuk tetap kuat menahan tangisnya yang semakin terasa ingin meledak-ledak ketika Dewa membuka kain kafan putih yang yang sudah menutupi keseluruhan wajah Dewi.

Ruby menangis ketika melihat wajah Dewi yang cantik kini terlihat begitu pucat pasi dengan beberapa luka lebam yang memenuhi seluruh permukaan wajahnya yang sebelumnya terawat dan putih bersih itu.

Kilasan bayangan saat percakapan terakhirnya dengan Dewi ketika mereka duduk berdua sebelum melakukan perjalanan pulang, yang pada akhirnya merenggut nyawa Dewi saat itu, dan kini kalimat demi kalimat yang sempat Dewi ucapkan itu ternyata merupakan obrolan terakhir dalam kebersamaan mereka.

Flas back on ...

"Ruby, lo tahu gak? ... tak ada yang gue khawatirkan selain Bang Dewa jika seandainya gue tiba-tiba pergi jauh," ucap Dewi saat itu yang membuat Ruby malah tertawa.

"Emangnya lo mau pergi jauh kemana? Mau jadi TKW, ha ha!" canda Ruby membalas ucapan Dewi yang terdengar konyol di telinganya itu sambil melempar batu-batu kecil kearah kolam ikan yang berada di hadapan mereka saat ini.

"Lo mau kan jaga Bang Dewa demi gue. Gue yakin, lo bisa bahagiakan Bang Dewa," ucap Dewi dengan nada yang serius. Mendengar nada bicara sahabatnya yang tak biasa itu, membuat Ruby mengernyitkan kening. Ia menempelkan punggung tangannya di kening sahabatnya itu untuk memastikan jika kondisi sahabatnya itu baik-baik saja.

"Lo baik-baik aja kan? Lo gak sakit kan, Wi? Kenapa sih omongan lo jadi ngelantur gitu?! Yang bener saja seandainya Lo mau punya Kakak ipar kayak gue?! Yang ada nanti kita berantem mulu setiap hari, ha ha ...!" jawab Ruby diiringi dengan tawanya.

"Bang Dewa adalah laki-laki terbaik yang pernah aku temui selama aku hidup di dunia ini ... Aku yakin dia pasti bisa membahagiakan kamu ...," ucap Dewi menatap serius ke arah Ruby. Ruby yang ditatap seperti itu merasa merinding dibuat oleh sikap sahabatnya yang berbeda dari biasanya itu.

"Hei, lo ngomong apaan sih, kenapa omongan lo jadi aneh dan ngelantur kayak gini sih?!" balas Ruby merasa heran.

"Gue tahu, lo cinta kan sama Abian?!" Pertanyaan itu membuat Ruby yang sedang meminum air mineral botol yang barusan ia ambil dari tas gendongnya itu mendadak merasa tersedak hingga Ruby terbatuk-batuk beberapa kali untuk mencoba menormalkan kembali nafasnya yang terasa tercekat itu.

"Apaan sih Wi, kok lu ngomong kayak gitu?!" gerutu Ruby tak suka dengan ucapan sahabatnya barusan itu.

"Gue sahabat lo, By ... kita kenal sudah hampir tiga tahun sejak kita masuk sekolah SMA. Gue tahu perasaan lo, meski lo mencoba menutupi perasaan lo dari gue," lanjut Dewi membuat Ruby mendadak terlihat seperti salah tingkah.

"Apaan sih Wi, kok lu bisa nuduh gue kayak gitu?! Aku dan Abi termasuk juga lo dan Mawar, kita berempat itu bersahabat, wajarlah kalau kita sangat dekat?! Kenapa sih kamu tiba-tiba ngomong gitu, aku gak suka ya!" omel Ruby dengan nada yang tak suka. Ruby berniat untuk pergi namun Dewi segera mencegahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!