Ciuman yang diberikan Esme pada Axel beberapa waktu lalu masih merupakan awalan. Itu belum seberapa untuk menaklukkan hati Axel. Dia bagaikan menjadi penggoda untuk putranya sendiri.
"Jangan bertingkah kurang ajar lagi, Esme. Kau tidak seharusnya berbuat demikian. Ingat, kau adalah istri papaku. Tidak sepatutnya kau melakukan itu!" tegur Axel.
"Sayang, cinta bisa dimiliki siapa pun. Apakah salah kalau aku memiliki perasaan lain padamu?"
"Ck, memang benar rupanya. Sekali ******, tetaplah ******! Jangan buat aku semakin emosional karena tingkahmu ini. Jika bukan karena papa, aku sudah membuangmu ke jalanan!"
Esme tertawa kecil. "Apakah kau mau mengulang kebodohan adikmu itu? Asal kau tahu, Axel. Aku berubah menjadi sosok yang seperti ini karena perbuatan adikmu. Dia yang membuat kehidupanku hancur. Sayang, papa kalian lah yang menyelamatkan aku dari lembah hina itu. Jika kau terus menyalahkan aku, maka jangan pernah sekali pun kau membuatku berada dalam kondisi terjepit. Aku mencintaimu, Axel. Aku akan mendapatkan apa yang ingin aku gapai. Tidak masalah kau terus menolak, tetapi saat kau mencintaiku. Maka kau akan bertekuk lutut di hadapanku. Aku yakin, suatu saat itu pasti akan tiba. Es dingin pun bisa mencair bila aku yang melelehkannya. Kau percaya padaku kan, Baby?"
Terkadang Esme memanggil Axel dengan sayang, baby, dan masih banyak lagi panggilan mesra lainnya. Bagi Axel sendiri, itu seperti sebuah bom yang memang nantinya pasti akan meledak. Esme benar. Tidak butuh waktu lama untuk itu. Karena saat ini hari Axel sudah berada di persimpangan. Garis batas antara benci dan cinta hanya setipis tisu. Bahkan sangat tipis sekali. Bila Axel tidak pandai menjaga diri, sudah bisa dipastikan kalau dia akan masuk ke dalam skandal terlarang keluarga, yaitu mencintai mama tirinya.
Semenjak kehadiran Axel di mansion, segala urusan intern perusahaan memang diurus oleh putra sulungnya. Urusan luar negeri menjadi bagian terpenting dalam hidup Bastian karena memang ingin pergi berbisnis sekaligus jalan-jalan.
Seperti apa yang diutarakan Bastian pada istrinya saat keduanya berada di kamar. Walaupun Esme manja pada suaminya, tetapi dia akan lebih agresif saat bersama Axel.
"Esme, beberapa hari lagi aku akan pergi ke luar negeri. Aku ingin agar kau ikut bersamaku. Sekalian kita berbulan madu. Bukankah selama menikah, kita belum pernah pergi bersama? Setidaknya aku berbisnis dan menyenangkan diriku sendiri." Ujar Bastian sambil mengelus puncak kepala istrinya.
"Kapan itu, Sayang? Apakah aku harus ikut?" tanya Esme.
"Dua hari lagi, Esme. Kau adalah sumber kekuatanku saat ini. Terima kasih sudah memberikan kasih sayang seorang istri yang tidak pernah aku temukan dari wanita lain."
Beberapa bulan yang lalu, tujuan Esme menikahi Bastian hanya untuk membalas perbuatan Axton. Namun, semenjak kehadiran Axel, tujuan Esme berubah. Dia merasa perlu berjuang lagi walaupun hasilnya tidak pernah tahu akan seperti apa.
Cinta tidak pernah salah. Terkadang keadaanlah yang menyebabkan terjadinya kesalahpahaman. Apalagi hubungan antara Axel dan Esme jelas akan mengalami banyak pertentangan.
Saat waktu yang dimaksudkan tiba, Bastian sudah mengingatkan Esme untuk bersiap-siap. Namun, sepertinya kali ini Bastian akan pergi sendirian.
"Esme, kau kenapa?"
Bastian melihat Esme menarik selimut. Seperti sedang sakit dan kedinginan. Sementara Bastian sudah tidak bisa lagi menunda kepergiannya selama beberapa hari.
"Aku sedang tidak enak badan, Sayang. Maaf, ya, gara-gara aku sakit sehingga tidak bisa ikut bersamamu," ujar Esme.
"Kau tidak sedang hamil, kan?" tanya Bastian.
Jelas pertanyaan ini membuat jantung Esme berdetak lebih kencang. Apalagi dia benar-benar menjaga diri supaya tidak hamil dengan Bastian. Kalaupun hamil, dia ingin hanya Axel lah yang memberikan bibitnya itu.
"Entahlah, Bas. Nanti aku akan pergi ke dokter. Kau bisa pergi sendiri, kan?" tanya Esme.
"Tentu. Walaupun usiaku tidak lagi muda, kalau kau sampai hamil, aku akan sangat bersyukur sekali."
Ucapan Bastian membuat Esme mual. Jangan sampai dia hamil anak pria tua itu. Biarkan saja dia menikmati tubuhnya sebagai seorang istri. Memang sudah seharusnya Esme melayani Bastian, bukan?
Bastian bertemu dengan Axel saat dirinya membawa koper dari dalam kamar. Di luar, maid langsung membantunya untuk membawa koper itu ke mobil.
"Papa pergi sendirian? Ke mana istri Papa? Mengapa tidak Papa ajak ke luar negeri? Setidaknya dia akan merasa terhibur daripada berada di dalam mansion saja," ujar Axel sinis.
"Jangan begitu, Axel. Bagaimanapun dia adalah istri papa dan menjadi mamamu. Dia tidak bisa ikut karena mendadak sakit. Kalau kau tidak ada kepentingan hari ini, bisakah kau antar mama pergi ke rumah sakit? Mungkin saja mama sedang hamil," ujar Bastian membuat Axel merasa ngeri mendengar kata hamil.
Ya, Axel sadar diri kalau Esme adalah mamanya. Dia pasti sudah melakukan banyak hal pada Bastian. Pantas saja pria tambun itu sangat yakin. Ternyata papanya itu tidak pernah main-main dengan pernikahannya? Lalu, bagaimana dengan perasaan Axel sekarang?
"Nanti aku lihat dulu, Papa. Papa hati-hati di jalan. Oh ya, mengapa Axton jarang sekali berada di mansion? Ke mana perginya anak kesayangan Papa itu?"
"Entahlah, Axel. Dia lebih senang dengan dunianya sendiri. Mungkin juga karena papa menikah lagi dan dia sama sekali tidak suka dengan kehadiran Esme di mansion ini. Seringkali keduanya bertengkar karena Esme memang dijual oleh Axton kala itu," ujar Bastian.
Jadi, kabar yang disampaikan Esme pada Axel bukan kebohongan semata. Adik bungsunya yang sudah melakukan itu. Mungkinkah hati Axel sudah mulai berubah?
Setelah kepergian papanya, Axel mencoba mampir ke kamar Esme. Dia ingin tahu seberapa besar perasaan yang dimiliki Axel atas kebenciannya selama ini.
Axel mengetuk pintu. Dia tidak percaya kalau Esme tiba-tiba sakit begitu saja. Pasti itu hanya alasan yang dibuatnya.
Esme membuka pintu. Dia baru saja mandi dan belum menggunakan make up. Walaupun demikian, kecantikan Esme masih jelas terpancar dari wajahnya.
"Papa minta aku untuk mengantarmu ke rumah sakit. Kau bilang sedang sakit?" ujar Axel di depan pintu.
"Jangan di sini, Axel. Ayo, masuk!" Esme menarik tangan Axel lalu menutup pintu kembali.
"Kau bohong?"
"Tentu, Baby. Aku bohong demi bisa bersamamu. Wajar saja aku tidak mau pergi dengan suamiku. Cintaku ada di sini." Ujar Esme sambil memegang tangan Axel lalu meletakkan tangan itu di dadanya.
Axel dapat merasakan debaran jantung Esme yang semakin kencang. Dia pun menarik mundur tangannya.
"Jangan kurang ajar, Esme! Aku ke sini karena ucapan papa."
"Karena Bastian atau bukan, aku tidak peduli. Hanya saja aku berterima kasih karena kau sudah membuatku sembuh dari kepura-puraan ini."
Esme sengaja mengitari Axel yang sedang berdiri. Sesekali dia menyentuh wajah putranya dengan cara yang sangat membuat Axel menjadi berada di posisi yang serba sulit. Esme tidak peduli sehingga dia terus mengeluarkan rayuan mautnya sampai Axel menyerah kemudian menerima cinta Esme.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments