Hari-hari mansion sangatlah berwarna. Jika Axton sudah membuat Bastian naik darah, tetapi lain halnya dengan putra sulungnya, Axel Brylee.
"Sayang, lakukan persiapan untuk menyambut kedatangan putra sulungku, Axel," ujar Bastian.
"Axel? Kakaknya Axton?"
Esme penasaran. Dia memang tahu dari cerita Bastian kalau Axel ini memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan Axton.
"Iya. Hari ini dia akan kembali dan menetap di sini. Kau pasti akan langsung suka saat bertemu dengannya."
Esme menyiapkan segala keperluan anak sulungnya. Mulai dari menyiapkan kamar yang sudah lama tidak ditempati, kemudian menyiapkan makanan kesukaannya yang diketahui dari Bastian.
Esme sempat melihat foto-foto putra sulungnya yang terlihat tampan. Apalagi ini pertama kalinya Esme masuk ke kamar itu.
Tampan sekali, Axel.
Tepat waktu yang sudah ditentukan, sebuah taksi berhenti di halaman mansion. Para maid langsung saja menyambut kedatangan tuan mudanya. Pria yang sudah lama pergi dan baru kembali hari ini.
Baik Bastian maupun Esme, mereka menyambut kedatangan Axel dengan sukacita. Jangan tanya di mana keberadaan Axton. Setelah mendapatkan hukuman dari Bastian, pria itu sama sekali tidak lagi menginjakkan kakinya di mansion.
Seorang pria perawakan jangkung dengan menggunakan jas berwarna biru dongker dan kacamata hitam turun dari taksi. Sopir taksi segera membukakan bagasi lalu menurunkan koper-koper tersebut.
Menilik usia Axel, dia sudah berumur 32 tahun. Dibandingkan dengan Esme, keduanya masih cocok menjadi sepasang kekasih ketimbang mama dan anak.
Dari balik kacamata hitamnya, Axel memandang ke arah wanita muda yang menurutnya pantas menjadi adiknya. Menurut kabar, Axel juga tahu pernikahan kedua papanya. Namun, dia tidak bisa mencegah keinginan pria middle age itu karena posisi Axel yang masih berada di luar negeri. Jika dilarang pun, maka Bastian akan memberontak. Dia cukup keras kepala, sama seperti adiknya, Axton.
"Bagaimana perjalananmu, Nak?" tanya Bastian.
"Lancar, Pa. Bagaimana kabar Papa? Aku dengar kalau Papa sudah menikah kembali," ujar Axel tanpa mau melirik ke arah mama tirinya.
"Perkenalkan ini Mamamu, Esme. Semoga kau bisa berinteraksi dengan baik. Jangan seperti adikmu. Dia benar-benar menjengkelkan," keluh Bastian.
Kalau masalah kehadiran Esme, baik Axton maupun Axel, responnya akan tetap sama. Axel tidak suka dari pandangan pertama. Sejujurnya tidak setuju dengan pernikahan ini.
Axel membuka kacamata hitamnya. Pandangan Axel dan Esme beradu. Namun, tatapan Axel telah terlukis sebuah kebencian yang mendalam. Terlebih mamanya dulu bercerai karena mencintai pria lain. Sementara Esme, degup jantungnya terasa cepat. Sangat aneh, bukan? Padahal saat bersama dengan Bastian, suaminya tidak bereaksi seperti itu.
"Hai, Axel. Aku mama tirimu, Esme. Selamat datang kembali di mansion, Nak," ucap Esme ramah.
Axel sama sekali tidak peduli. Dia malah meminta maid untuk membawa masuk beberapa barangnya.
"Sayang, sabar, ya. Axel memang seperti itu. Siang ini aku harus kembali ke kantor. Ada beberapa masalah yang harus aku selesaikan. Aku titip Axel padamu, ya. Layani dia seperti anakmu sendiri," pesan Bastian.
"Iya, Sayang. Hati-hati kalau pergi."
Bastian mengecup kening istrinya. Hal itu tidak luput dari pandangan Axel yang sebenarnya belum jauh.
Setelah Axel masuk ke kamar, Esme menyusul anak tirinya. Dia ingin mencoba lagi getaran jantungnya apakah sama seperti sebelumnya atau berbeda.
Esme mengetuk pintu kamar.
"Masuk!" jawab Axel. Dia mengira kalau yang datang adalah maid. Saat tahu mama tirinya, sikap Axel berubah. "Kenapa Anda ke sini?"
"Axel, aku mendapat pesan dari papamu untuk melayanimu," ujar Esme tanpa ragu. Kebiasaan Esme yang dekat dengan pria liar membuatnya penasaran dengan sikap Axel yang cukup dingin. Dibandingkan dengan Bastian, Axel adalah sosok yang membuatnya semakin tertarik.
"Banyak maid di sini. Lebih baik kau keluar!" Axel tidak segan mengusir Esme dari kamarnya.
"Axel, jangan seperti itu, Nak. Nanti papamu bisa marah padaku," ujar Esme mengiba. Ternyata di dunia ini masih ada pria setampan Axel, anak tirinya.
Axel enggan berdebat dengan mama tirinya. Dia pun mengalihkan perhatiannya dengan membuka koper, mengeluarkan barang-barang, lalu menatanya.
Esme merasa tidak nyaman dengan keadaan seperti ini. Dia pun maju untuk membantu menata barang-barang milik putra sulungnya. Namun, tangannya segera ditepis oleh Axel.
"Jangan coba-coba cari perhatian. Aku tidak suka keberadaanmu di sini! Lebih baik kau keluar sekarang, sebelum kesabaranku habis."
Esme tidak peduli. Dia terus saja mencoba membantu Axel. Sehingga membuatnya meninggalkan kamar begitu saja.
Esme terus merapikan kamar itu. Tidak lama, semuanya terlihat kembali seperti semula. Rapi dan tidak ada sisa-sisa barang berserakan.
Setelah selesai, Esme segera mencari keberadaan Axel. Rupanya pria itu berada di meja makan. Dia sengaja makan lebih dulu supaya tidak melihat lagi wajah Esme yang membuatnya semakin benci.
"Kau tidak menunggu mama, Nak. Harusnya kita makan bersama-sama. Semua makanan ini mama siapkan atas permintaan papa."
Axel meneguk segelas air kemudian beranjak dari tempat duduknya. Dia berniat kembali ke kamar, tetapi dicegah oleh Esme. Dia memegangi tangan anak sulungnya seperti pada pasangannya sendiri.
"Lepaskan tangan Anda!" perintah Axel dengan suara dinginnya.
"Axel, tolong jangan seperti ini. Aku ingin kau bisa mengenalku lebih baik. Aku takut papamu akan salah paham karena aku tidak bisa memerhatikanmu."
Dalam diri Esme bukan selayaknya mama kepada anak, tetapi dia memiliki perasaan lain lebih dari itu. Ibarat kata, Esme sudah jatuh cinta saat pandangan pertama. Semakin mendapatkan penolakan, Esme akan semakin getol mengejarnya.
"Tolong jangan ganggu aku!" Axel menarik tangan Esme kemudian melepaskannya begitu saja.
Kau adalah pembangkang yang sesungguhnya, Axel. Semakin kau menjauhi aku, maka jangan salahkan aku jika aku akan terus mengejarmu.
Esme selalu memanfaatkan kesempatan untuk bisa dekat dengan Axel. Sesekali dengan memberikan perhatian lebih, yaitu menyiapkan pakaian Axel. Terkadang membangunkan anak sulungnya itu dengan caranya sendiri. Masuk ke kamarnya dengan menggunakan kunci cadangan. Seringkali Axel mengunci pintunya, tetapi ketika ada kesempatan bagus, Esme bisa masuk dengan mudah dan membuat Axel semakin membenci Esme.
"Sayang, bangun, Nak," ujar Esme. Itu dilakukan saat Bastian dan Axton tidak berada di mansion. Jika suami atau anak keduanya ada di sana, Esme harus menjaga jarak lebih dulu.
"Keluar!" bentak Axel.
Esme tidak peduli. Dia terus saja berada di kamar Axel untuk menyiapkan pakaian kerja lengkap. Tidak hanya itu, sesekali Esme mendekati Axel dengan memberikan sentuhan kecil, misalnya saat memberikan pakaian. Tanpa sengaja kulit tangannya bersentuhan hingga membuat Esme lupa diri jika sudah bersuamikan papa Axel.
"Jaga batasanmu!" bentak Axel.
"Maaf, Sayang. Mama tidak sengaja. Lebih baik kau bersiap. Kita akan bertemu di meja makan. Jangan buat papa menunggu karena pagi ini dia ada di mansion."
Esme seakan lupa tujuannya untuk menghancurkan Axton. Dia malah sibuk melakukan pendekatan dengan putra sulungnya, Axel yang jauh lebih menarik ketimbang urusan balas dendam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments