Angin malam membuat Kanaya menggigil, walaupun ia sudah mengenakan jaket tebal dan selimut tapi masih saja terasa dinginnya.
Para pelayan pun tak tega melihat Kanaya yang meringkuk di depan pintu utama dengan badan kedinginan. Bi Atum sempat membawa Kanaya ke kamar belakang yang ada diluar namun Arkan melihatnya dan ia mengancamnya akan memotong gaji bi Atum.
"Jangan pernah membantu dia, jika gaji mu tak ingin ku potong." Tegasnya.
"Iya tuan saya minta maaf, saya hanya kasian saja pada nona Kanaya."
"Sudah sana pergi," Ujarnya.
Arkan melihat kanaya yang meringkuk, namun dihatinya tak ada rasa iba sedikitpun. Ia malah senang bisa membuat Kanaya menderita.
Kanaya benar benar tidur diluar sampai pagi, hingga waktu menjelang pagi pun Kanaya masih tertidur nyenyak.
Byurrrr... Arkan menumpahkan air pada Kanaya membuat Kanaya terbangun.
"Bangun anak kecil, enak sekali tidur nyenyak."
"Kenapa Kak Arkan mengguyur ku, aku bisa bangun tanpa harus disiram air." Kanaya mulai emosi dengan Kakak tirinya yang memperlakukannya dengan tidak baik.
"Mandi sana, ini sudah pagi. Kau tahu kau menghalangiku untuk lewat."
Kanaya mengumpatnya dalam hati, ia benar benar kesal dengan perlakuan Arkan padanya.
Ana yang mendengar keributan diluar ia langsung menghampiri Arkan yang berdiri di ambang pintu.
"Astaga Kanaya, kamu benar benar tidur disini."
Kanaya tak menjawabnya, kemudian ia masuk kedalam dengan baju yang basah kuyup.
"Mas kamu tega sama dia, dia tidur disini semalaman! Apa kau juga yang menyiram dia hingga ia basah kuyup seperti itu." Ana melirik pada sebuah gayung yang dipegang Arkan.
"Iya, biarkan saja agar dia sadar diri."
"Tega kamu mas!"
"Sudahlah sayang biarkan saja, ayo kita berangkat bukankah penerbanganmu satu jam lagi."
"Iya mas ayo nanti aku bisa tertinggal, koperku sudah dibawa mang Sardi, apa kamu mau mengantarku."
"Tentu saja aku yang akan mengantarmu."
Kemudian Arkan mengendarai mobilnya menuju bandara, ia akan berpisah dengan Ana selama seminggu.
"Sayang terima kasih sudah mengizinkan aku pergi." Kata Ana.
"Hem iya," Ujarnya.
"Aku janji, setelah satu tahun aku akan berhenti menjadi model lagi." Ucapan Ana membuat Arkan bahagia.
"Benarkah, kamu tak bohong kan?"
"Aku serius mas, setelah satu tahun aku akan berhenti menjadi model dan aku akan mengandung anak untuk mu."
"Terima kasih sudah menuruti keinginan ku, aku akan menunggu janji mu Ana."
"Tentu saja mas."
Kanaya baru saja selesai sarapan, hari ini ia harus masuk kuliah walaupun ia sedang tidak enak badan gara gara semalam kedinginan, ia tetap harus pergi kuliah demi cita citanya.
"Nona wajahmu pucat, lebih baik nona istirahat saja. Bibi takut kalau nanti nona pingsan."
"Tidak apa apa bi, aku kuat kok, tak perlu mengkhawatirkan aku."
"Ya sudah nona diantar mang Sardi saja, mang Sardi ada di belakang ia tidak jadi mengantarkan nona Ana."
"Memangnya Kak Ana mau kemana?"
"Nona pergi ke Amerika, karena memang ia sedang sibuk dengan karirnya sebagai model."
"Oh jadi Kak Ana sedang ada job disana, bisa bisanya Kak Ana harus bekerja padahal kan suaminya kaya raya bi, kok bisa sih dia masih menata karirnya."
"Bibi juga tidak tahu, namanya hidup ya begitulah tidak ada puasnya."
"Bibi benar juga, kalau begitu aku mau pergi kuliah dulu bi titip pesan pada Kak Arkan ya,"
"Iya nona, hati hati dijalan."
Kemudian Kanaya di antar mang Sardi, ia sangat kagum dengan mobil mewah yang sedang ditumpanginya.
"Baru kali ini aku bisa merasakan mobil mewah seperti ini, enak juga ya jadi orang kaya." Gumamnya.
Setelah menempuh perjalanan 1 jam, Kanaya sudah sampai di tempat kuliahnya. Nita yang melihat Kanaya turun dari mobil mewah membuat ia tak percaya hingga berteriak memanggil Kanaya.
"Kanaya," Teriaknya.
"Apa sih Nit, bikin malu aja."
"Hebat banget kamu bisa naik mobil mewah, keren sekali Kakak tiri mu itu," Kanaya tak menanggapi ucapan Nita, ia sangat lemas ingin segera masuk dan duduk.
"Kanaya kenapa wajahmu pucat, apa kamu sakit?"
"Ya sedikit, aku agak pusing."
"Kalau gitu aku belikan obat untukmu ya,"
"Ga usah Nita, aku baik baik saja."
Baru saja melangkah, Kanaya merasakan pusing lalu ia memegang kepalanya.
"Kanaya kamu kenapa?" Nita mulai khawatir.
Tiba tiba brukkkk, Kanaya jatuh pingsan.
"Aduh kepala ku pusing," Kata Kanaya, ia naru saja sadar dari pingsannya.
"Aku ada dimana, ini seperti rumah sakit." Kanaya mencoba melepas selang infus nya akan tetapi ada seseorang yang menahannya.
"Jangan," Kanaya pun menatap pria yang ada didepannya.
"Kak Arif," Ujarnya.
"Dimana Nita, kenapa aku dibawa kesini." Sambungnya.
"Nita sudah pulang, ada keperluan mendadak."
"Keperluan mendadak apa?"
"Sudahlah jangan dipikirkan, kamu istirahat saja."
"Aku ingin pulang Kak, aku gak mau disini,"
"Kanaya kamu ini sedang sakit, hari ini saja kamu disini biar cepat sembuh." Kata Arif.
"Aku gak mau Kak, aku ingin pulang. Kak Arkan pasti akan marah padaku."
"Kak Arkan? sejak kapan kamu memiliki Kakak,"
"Ah itu tak perlu dijelaskan." Kanaya tak ingin Arif tahu soal Kakak tirinya, ia takut Arif akan marah jika ia tahu kehidupannya yang sekarang.
Arif pria yang berusia 20 tahun, ia sudah lama berteman dengan Kanaya sejak duduk dibangku sekolah. Arif juga pria yang dianggap sebagai Kakaknya, karena Arif sering membantunya dan ia juga selalu menjaga Kanaya.
"Apa ada yang disembunyikan dariku?" Ujar Arif.
"Tidak ada Kak, aku ingin pulang sekarang."
"Kamu ini memang keras kepala, ya sudah ayo ku antar pulang. Tapi besok kamu jangan masuk kuliah dulu."
"Iya Kak."
***
Arkan baru saja pulang dari kantornya namun setelah sampai rumah ia tak melihat Kanaya, Arkan pun mencari tahu pada bi Atum.
"Bi dimana Kanaya."
"Nona belum pulang kuliah tuan."
Setelah mendapat jawaban dari bi Atum, Arkan pun kembali ke kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya disana.
"Sudah sore tapi dia belum pulang, apa ia ingin dihukum pagi." Gumamnya.
Arkan mengambil ponselnya di saku, kemudian ia melihat aktifitas Ana yang sedang di Amerika.
Ana begitu sexy dengan penampilannya, membuat semua orang terpesona padanya. Namun ada hati yang tak suka dengan penampilan Ana seperti itu, siapa lagi kalau bukan suaminya.
"Ana sampai kapan kau akan seperti ini, aku ini kau anggap apa? sampai kapan aku harus mengikuti kemauanmu." Lalu ia pun menutup ponselnya kembali, kemudian ia berjalan ke arah jendela melihat pemandangan sore dari kamarnya, namun matanya tertuju pada sebuah motor yang sedang ditumpangi oleh pria dan wanita. Dia adalah Arif yang sedang membonceng Kanaya menuju gerbang.
"Kanaya, rupanya dia membawa seorang pria, berani sekali dia."
Arkan terus saja memantau Kanaya.
"Terima kasih ya Kak Arif, maaf kalau aku sudah merepotkanmu."
"Sama sama, jangan lupa minum obatmu," Kata Arif sambil mengelus rambut Kanaya.
"Aku pulang dulu ya."
"Iya Kak, hati hati dijalan." Ujar Kanaya dengan melambaikan tangannya.
"Cih anak kecil sudah berani pacaran, apa dia ingin ku hukum lagi." Gumamnya dengan tersenyum sinis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Ing
ceritanya bagus, lanjut semangat thor
2023-04-12
0