Sedikit bujukan

Eps. 5

Langkah kaki Dania berjalan cepat sedikit berlari. Air matanya juga sudah turun cukup deras. Ia menghentikan langkahnya saat sudah sampai di basement, memikirkan lagi keputusan yang ia ambil.

"Semua akan baik-baik saja," gumamnya terisak mengusap air mata dengan punggung tangannya.

Rasa sakit yang ia rasakan karena pengkhianatan dari sandaran hati yang paling ia sayangi, sangat menyiksa Dania. Jika ia tidak mencintainya, rasanya mungkin tidak akan sesakit ini.

Ibu dengan satu anak ini menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia harus tetap tegar di depan anak semata wayangnya. Meskipun Dariel masih bisa bertemu dengan ayahnya, setelah ini semua tak akan lagi sama.

Dania membuka pintu mobil dan duduk di tempat penumpang bersama Dariel. Ia mencoba tersenyum sebisanya dan mengatakan bahwa Papa nya sedang sibuk, tidak bisa diganggu.

Wanita berambut panjang gelombang ini mengelus pucuk kepala anaknya dengan sayang saat melihat raut sedih di wajah anaknya.

Maafkan Mama, Dariel. Semua untuk yang terbaik. Maafkan Mama.

"Mari Pak, jalan," pinta Dania pada supir pribadinya.

Dania hanya bisa menatap keluar jendela, melihat sibuknya lalu lintas siang ini. Hatinya masih sangat hancur, tidak ada hal yang bisa ia pikirkan sekarang.

Dengan perasaan bersalah, Dania merangkul tubuh mungil anaknya, sesekali mengecup pucuk kepalanya.

Setelah sampai di halte bus terdekat, Dania meminta turun pada sopir pribadi yang dibayar oleh Bobby untuknya. Ia tidak mau jika Bobby tahu dimana Dania akan tinggal dengan anaknya.

Jika Bobby ingin bertemu dengan anaknya, Dania yang akan mengantarnya.

"Maaf Nyonya, kemana Anda akan pergi? Biar saya yang akan mengantar Anda sampai tujuan," ucap pria paruh baya ini dengan sopan setelah mengeluarkan koper Dania.

"Tidak perlu Pak. Setelah ini saya akan naik bus, terima kasih sudah repot mengantar," ucap Dania tersenyum ramah.

Bapak paruh baya di hadapannya tampak ragu dan akan kembali bertanya, terlihat khawatir. Namun, ia tidak mengatakan apapun setelah itu. Sopir pribadinya itu memilih pamit setelah sedikit membungkuk.

Mobil yang baru saja ia tumpangi sudah jauh, ia menelpon Freya untuk segera menjemputnya.

*

"Suasana disini masih cukup tenang. Jika kau ingin membawa Dariel bermain, kau bisa membawanya ke taman itu," tunjuk Freya sembari membawa mobil sedan hitamnya.

Dania melihat kompleks apartemen yang sangat bersih, lengkap dengan taman bermain dan pusat perbelanjaan yang tidak begitu jauh.

"Kau tidak perlu berkendara jika ingin berbelanja. Ada supermarket kecil di seberang apartemen, tapi jika ingin belanja mingguan kau bisa belanja bersama ku. Kita bisa belanja bulanan bersama," ucap Freya begitu antusias meski Dania hanya merespon seadanya.

Freya berbelok dan memasuki basement apartemen. Setelah memarkirkan mobilnya, mereka berjalan dan menaiki lift menuju lantai empat.

Teman bertubuh rampingnya itu membuka pintu setelah menekan kode di pintu. Ia menghidupkan lampu dan mulai mengajak Dania berjalan melihat-lihat apartemen miliknya.

"Tinggallah dengan nyaman disini. Mungkin ini kecil, tapi cukup nyaman untuk ditinggali," ucap Freya lagi.

"Yah. Bisa seharian aku bersih-bersih apartemen yang 'kecil' ini," ucap Dania dan tersenyum melirik Freya.

Sahabat baiknya itu hanya tertawa terbahak dan duduk di sofa ruang santai, tempat mereka berdiri saat ini.

"Ya benar. Tapi apartemen ini hanya tempat yang kecil jika dibandingkan dengan rumah yang kau tinggali dengan ba**ngan itu."

Apartemen dengan dua kamar itu cukup luas jika ditinggali Dania dan Dariel saja. Tapi hunian dengan kesan coklat ini sangat nyaman dan terkesan hangat.

"Ya. Terima kasih Frey. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan jika kau tidak membantuku. Kau bahkan tidak mengizinkan ku untuk membayar biaya sewa." Dania meraih tubuh Dariel dan memeluk anak kecil itu.

"Hmm … Kapan kau akan mulai bekerja?"

"Beri waktu aku tiga bulan. Aku akan mengikuti pelatihan dulu."

"Tenang saja. Semua pelatihan yang kau butuhkan sudah ku siapkan. Kau masuk saja minggu depan untuk memulai pelatihannya. Sebelum itu, istirahatlah disini bersama Dariel."

"Hei, jangan terlalu baik padaku."

"Baik? Jangan salah paham, kau akan membayar semuanya dengan bekerja keras di rumah sakitku," jawab Freya terkekeh pelan.

Dania tertawa kecil lalu mulai memesan makanan untuk mereka bertiga.

.

.

.

Makanan sudah terhidang diatas meja. Dariel sudah mulai memakan porsi miliknya begitu juga dengan Dania. Besok ia akan mulai datang untuk pelatihan yang dikatakan Freya.

Selesai dengan makanannya, Dania menoleh melihat ponselnya yang bergetar menunjukkan nama seseorang. Ibu mertuanya.

Dania masih terdiam menatap ponsel dengan panggilan yang sempat berhenti itu. Sudah dua kali mertuanya melakukan panggilan tapi Dania masih enggan untuk menerimanya.

Hatinya belum siap, tapi mau tidak mau ia harus menghadapi itu.

"Halo."

"Dania, dimana kau sekarang?" tanya suara di seberang dengan nada lembut.

Kedua orang tua Bobby memperlakukan Dania begitu baik, membuat Dania begitu nyaman selama ini. Mungkin karena mereka adalah sahabat dari Mama dan Papanya. Dania bahkan menganggap mereka seperti orang itu sendiri.

"Dania …? Maukah kau menemui Mama?" tanya suara itu lagi saat Dania tidak menjawab.

"Iya Ma."

*

Dania memainkan ujung sedotan di minumannya nya. Ia sedang melihat Dariel yang sedang bermain tidak jauh di tempatnya duduk.

"Mama sudah bicara dengan Bobby. Apa kau mau kembali tinggal dengan Bobby?" tanya Ratna. Ibu dari suaminya.

"Aku tidak bisa memaafkan Bobby, Ma," jawab Dania menyesal.

"Pikirkanlah lagi Dania, bagaimana dengan Dariel? Kasihan dia jika harus berpisah dengan Papanya," bujuk Ratna.

"Dia tidak harus berpisah dengan Papanya. Kapan saja Dariel mau menemui Bobby, aku sendiri yang akan mengantarkannya," jawab Dania mantap.

Tidak ada kata maaf untuk orang yang sudah selingkuh. Dan bukan hanya itu, suami yang paling disayangi nya seolah tidak merasa bersalah sama sekali.

Helaan nafas berat dapat Dania dengar dari ibu mertuanya. Sudah satu jam lamanya wanita itu dengan sabar mencoba membujuk Dania tapi semua tidak berhasil.

"Mama tidak perlu khawatir. Dariel akan baik-baik saja. Dia bahkan bisa menginap di rumah Mama jika Mama dan Papa merindukannya. Dariel anak yang pintar," ucap Dania pelan.

"Lalu … apakah orang tuamu tahu?"

Dania bergeming. Ia masih belum siap memberitahukan perceraiannya dengan Bobby. Itu akan sangat melukai mereka.

"Aku masih menunggu waktu untuk siap memberitahukan mereka. Jadi, biarkan aku yang memberitahunya," jawab Dania tidak menatap Ratna. Ia terus menerawang memainkan sedotan di es teh miliknya.

Ratna menghela sekali lagi. "Pikirkanlah lagi Dania, Bobby masih belum menandatangani surat perceraian itu. Dia juga ingin kau kembali."

Bullshit! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memaafkannya.

Dania menatap Dariel yang sedang berpelukan dengan neneknya. Setelah berpamitan, Dania memeluk mertuanya sekilas sebelum pergi meninggalkan keduanya.

Ada luka yang Dania rasakan melihat punggung wanita yang sangat baik itu. Ia seolah kehilangan seorang ibu saat harus berpisah dengan Bobby. Wanita itu terlalu baik.

"Ayo pulang," ajak Dania pada Dariel yang sudah menggenggam tangannya.

Saat hendak berbalik, Dania menabrak seorang laki-laki dan membuat keduanya mundur selangkah.

"Akh!" Dania mendongak sembari memegangi Dariel.

Seorang laki-laki muda tampan memakai jas dengan minuman seperti kopi di tangannya. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!