Keterpurukan

Eps. 2

"Laki-laki brengsek!!" teriak Dania berkali-kali.

Menangis cukup lama di depan rumahnya membuat wanita ini lelah. Pikirannya sudah tidak karuan, matanya kini terasa perih. Dania menoleh, mendapati Dariel yang sedang tercengang menatap dirinya.

Wanita berambut panjang ini berdiri dan berjalan mendekati Dariel dan Bi Asih, pengasuh setianya.

"Mama … Kenapa Mama sama Papa tengkar?" tanya anak laki-laki ini polos.

Dania menatap datar pada anak semata wayangnya itu. Anak yang di dalam nadinya mengalir darah suami yang dulu dicintainya. Sekarang menatapnya saja sudah membuat darahnya mendidih.

Aku tidak boleh membenci anak ini. Aku harus mendinginkan kepala ku. Dia juga darah dagingku.

"Kenapa Bibi tidak membawanya masuk?" tanya Dania datar dengan mata sayu tidak peduli pada apapun lagi.

Hatinya seolah mati. Sakit hati yang dibuat laki-laki itu terlalu dalam. Dania yang menaruh dunianya pada Bobby kini diruntuhkan begitu kejam. Tanpa kata maaf, tak tersisa apapun.

"Ma-maaf Nyonya," jawab pengasuh itu takut-takut dan membawa Dariel pergi.

Dania melangkah tidak peduli pada apapun yang diteriakkan anak nya. Ia tidak bisa berpikir, ia sedang ingin sendiri.

Kenapa ia harus diam saat mencium bau parfum lain di baju suaminya? Kenapa ia tidak mendengarkan saran temannya untuk mencari tahu tentang kecurigaannya pada sekretaris jal**g itu! Kenapa ia begitu bodoh dan percaya pada suami yang terlihat bagai malaikat itu?

Malaikat? Dia iblis! Dania yang bodoh karena begitu percaya padanya.

Setelah sampai di kamarnya, ia mengurung diri disana. Mengunci kamar itu rapat, tidak mengijinkan siapapun masuk. Ia bahkan tidak mengindahkan Dariel yang terkadang mengetuk pintu kamarnya, merengek, bahkan menangis.

Sembari menggeram marah, barang yang menghalangi jalannya ia tendang, cincin pernikahan pun ia buang begitu saja.

Dania tidak peduli suaminya akan pulang atau tidak. Hanya sekali pintu terdengar akan dibuka dari luar, tapi setelah itu tidak ada lagi.

Sudah berhari-hari ia di kamar. Rasa lapar dan haus itu hilang begitu saja. Dania tahu, tidak makan berhari-hari tidak akan membuatnya mati, tapi tidak minum tiga hari saja akan membuatnya mati.

Apakah Dania akan membunuh dirinya seperti ini? Dania mulai menutup mata dengan tubuh yang tidak bisa digerakan.

Tubuhnya tidak bertenaga, entah hari ini pagi, siang atau malam.

Kilasan kejadian di mobil waktu itu masih terus berputar di ingatannya. Air mata pun sudah kering tidak bisa keluar lagi.

.

.

.

"Kapan kau akan menikah? Istrimu sudah meninggal cukup lama," ucap seorang laki-laki tua dengan wajah mengintimidasi.

"Papa hanya ingin penerus dan aku sudah memilikinya. Untuk apa aku menikah lagi?" jawab laki-laki bermanik hasel ini datar.

"Kau menikah dengan perempuan biasa. Kau harus memberikan keturunan dari kasta seperti kita," geram laki-laki tua ini dengan suara baritonnya.

"Papa sudah mendapat cucu, jangan serakah. Lebih baik Papa pulang dan istirahat dirumah sebelum Mama mencari," sahut Aaron tenang, tidak peduli. Ia masih sibuk dengan kertas-kertas di tangannya

"Dasar anak tak tahu diri. Jika bukan karena Kakek dan Mama mu, sekarang pas pasti sudah menikahi Sherin," ucapnya kesal lalu pergi setelah membanting pintu kantor anak semata wayangnya.

Aaron menghela berat. Ia meletakkan berkas di tangannya dan menyandarkan punggungnya pada kursi.

"Ian, kenapa kau baru menemukan informasi ini sekarang?" tanyanya pada sekretaris laki-laki yang sudah berdiri di hadapannya.

"Maaf Pak, sepertinya ada oknum yang sengaja menutupi kematian istri Anda. Jadi saya sedikit kesulitan untuk menemukan bukti."

"Sudahlah. Kumpulkan lebih banyak bukti dan kita selesaikan ini," ucap Aaron jengah.

Kematian sang istri tercinta yang diduga karena kecelakaan, ternyata bukanlah murni kecelakaan melainkan ada pihak yang sengaja membuatnya terlihat seperti itu.

"Apa Anda akan membuatnya dipenjara?"

"Tidak. Aku akan menghukumnya dengan tangan ku sendiri," jawab Aaron dingin.

"Oh ayolah Kak, jangan mengotori tanganmu. Aku bisa mengurusnya dengan rapi," sergah Ian meninggalkan bahasa formalnya.

Laki-laki tinggi kurus berkacamata ini, adalah anak laki-laki tampan yang Aaron bawa dari panti asuhan. Karena perlakuan yang bos muda ini berikan, Ian menjadi sosok yang sangat peduli dan mau melakukan apapun itu Aaron.

Aaron sudah menganggap Ian seperti saudaranya sendiri, namun Ian bersikeras ingin bekerja untuk menyokong dan membalas budi untuk Aaron.

"Lakukan saja tugasmu, dan berikan laporannya padaku segera," ucap Aaron datar menatap lurus pada Ian.

Ia menghela pelan. "Iya baik. Aku pergi dulu."

.

.

.

Dania membuka mata perlahan. Ia menatap langit-langit di kamar, ini bukan kamarnya. Ah, ia sudah tidak peduli ada dimana sekarang.

Sebuah botol infus terlihat tergantung di sebelahnya. Ia mengangkat tangan mendapati tangannya yang sudah terpasang infus.

Pintu kamar terbuka, menampakkan Freya yang membawa sebuah nampan yang berisikan makanan.

"Dania? Kau sudah sadar?" ucapnya bahagia lalu setengah berlari menghampiri temannya.

Freya meletakkan nampan di nakas dan mengecek tubuh Dania.

"Aku menghubungimu tapi tidak ada tanggapan. Aku menemukanmu sekarat di kamar mu! Kenapa kau tidak makan dan minum berhari-hari hah? Kau tahu paniknya aku melihatmu sekarat dengan tubuh kering kurang nutrisi pingsan di dalam kamar mewah itu?"

"Apa kau mau mati? Coba jawab aku!" imbuhnya tak terima.

Dania tersenyun kecil melihat temannya yang terlihat panik dan terus saja mengoceh. Ternyata masih ada juga orang  yang mengkhawatirkannya.

"Hei! Aku marah! Kenapa mau malah tersenyum? Kau baru sadar setelah dua hari dirawat di rumah sakit!"

Ternyata aku di rumah sakit.

"Hei … ada apa? Ceritakan pada ku, oke?" tanya Freya lembut, menyentuh tangan Dania.

Dania berpikir, mengembalikan ingatannya yang masih belum terkumpul. Saat semua kembali, yang ia ingat adalah kilasan suaminya yang mencium sekretarisnya dengan panas, Bobby yang tiba-tiba berubah dan Dania yang menangis histeris dan tidak memperdulikan anaknya.

Wanita yang terbaring lemah ini menangis saat rasa sakit itu kembali mencengkram kuat jantungnya. Freya yang bingung hanya bisa terdiam, melihat temannya itu sambil mengelus bahunya pelan dan teratur.

"Kau benar Frey, hiks … Bobby selingkuh," ungkapnya dengan tangis semakin menjadi.

Beberapa kali Freya menghela berat. Ia tahu rasanya dikhianati. Karena saat itu ia hampir saja mati karena kekasihnya yang selingkuh saat dia dokter muda.

Tidak mengatakan apapun sampai Dania terlelap karena kelelahan menangis, Freya menatap sahabatnya itu yang terlihat semakin kurus dan jelek.

"Dasar laki-laki brengsek!" geramnya tertahan.

Bobby adalah laki-laki yang paling Dania sayang, laki-laki yang rasanya tidak mungkin akan selingkuh ternyata diluar dugaan kini malah melakukan hal yang paling menyakitkan.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Membunuh Bobby adalah hal paling mudah. Tapi itu tidak akan menyembuhkan luka Dania begitu saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!