Eps. 3
Seringai di wajah Bobby baru kali ini terlihat. Selama empat tahun lebih tinggal bersama, Dania tidak pernah melihatnya satu kali pun. Suaminya itu tidak pernah membentak, tidak pernah marah berlebihan ataupun mengancam.
Tidak pernah sekalipun.
Dania masih menangis, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Saat menceritakan kondisi rumah Dania.
Bobby yang tidak pulang sejak saat itu, Dariel yang terus sedih dan Dania yang ditemukan tak berdaya.
Dania merasa bersalah pada Dariel karena tidak bisa menjadi ibu yang baik. Melihat kondisinya yang sungguh memprihatinkan, sahabat baiknya itu mengajak Dania berlibur beberapa hari sampai kondisinya cukup tenang.
Dania terdiam menatap Freya nanar. Mungkin sebaiknya ia tidak sendirian saat ini.
.
.
.
Langkah kaki Dania berjalan memasuki rumah yang hampir dua minggu ia tinggal. Rasa rindu ingin segera bertemu anaknya, rasa bersalah karena sudah pergi hanya berpamitan singkat.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, seharusnya Bobby sudah berangkat ke kantor saat ini. Wanita ini tidak tahu suaminya itu pulang kerumah atau tidak, tapi yang pasti ia tidak ingin bertemu dengan laki-laki brengsek itu.
Langkah kakinya terhenti melihat rumah begitu sepi, ia melangkahkan kembali kakinya dan menemukan Dariel di ruang keluarga sedang bermain dengan bi Asih.
Dania tersenyum sendu, bersyukur anaknya baik-baik saja. Tidak lama, senyuman itu luntur ketika mendengar seseorang memanggil dari belakangnya.
"Dari mana saja kau?" tanya laki-laki itu datar.
Enggan berbalik. Dania masih bergeming menatap lantai yang terlihat lebih menarik. Ada rasa rindu yang sedikit menyentuh hatinya, namun rasa sakit dan benci itu lebih besar dari rasa rindu untuk laki-laki itu.
"Berhentilah membuat masalah. Cukup kau urus saja Dariel dengan benar," ucap laki-laki itu lagi, karena Dania tak kunjung menjawab.
Mata Dania membulat, ia berbalik cepat mendengar penuturan laki-laki dibelakangnya.
"Apa kau sakit? Kau pikir siapa yang membuat masalah sekarang?" geram Dania menahan marah, ia mengatur intonasinya susah payah dengan amarah yang sudah memuncak ke kepalanya, khawatir Dariel akan mendengarnya.
"Ah kau benar keras kepala. Kau mau apa lagi? Semua sudah terjadi, jalani lah hidup mu dan anakmu dengan baik. Semua kebutuhan mu sudah lengkap disini," jawab Bobby datar tak berperasaan.
Dania murka, ingin sekali ia mencakar wajah itu. "Kau–"
"Ma, Pa? Kalian sedang apa?" tanya Dariel yang berlari kecil menghampiri keduanya.
"Papa mau bekerja. Kau mainlah sepuasnya, oke boy?"
"Baik Pa."
Bobby pergi setelah menatap Dania dengan tersenyum kecil dan mata sayu liciknya. Hati Dania benar-benar panas, andai tidak ada Dariel yang menggenggam tangannya saat ini, mungkin ia sudah menyumpah serapahi dan memukulnya dengan apapun yang ada di sekitarnya.
Laki-laki brengsek! Tidak punya hati!
Umpat Dania dalam hati dengan air mata yang ia tahan dengan susah payah.
.
.
Maya merangkul tubuh Bobby dengan tubuh tanpa busana. Mereka duduk di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuh mereka.
"Tinggallah disini sementara sampai istri mu tidak marah lagi," rengeknya manja.
Bobby melihat ponselnya tidak tertarik melihat Maya meskipun perempuan itu menggesekkan tubuhnya pada Bobby.
"Dia tidak akan berhenti marah."
Maya memajukan bibirnya. "Kalau begitu ceraikan saja dia, bukankah kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan, Honey?"
Bobby bergeming. Memang, alasan utama ia menerima pertunangan dengan Dania hanya untuk syarat yang diberikan oleh Papanya.
Jika Bobby menikah, orang tuanya akan mengijinkan Bobby untuk meneruskan bisnis keluarganya.
Awalnya dengan berat hati ia terima, tapi karena Dania yang terlihat cantik dan polos, sejak itu Bobby menjadi tertarik.
Dan sekarang, Bobby sudah mendapatkan semuanya. Istri cantik yang begitu penurut, mudah dibohongi dan begitu mencintainya, bisnis yang sudah diambil alih olehnya bahkan kini sudah semakin berkembang.
"Jangan melewati batasanmu. Dia masih istriku," jawab laki-laki bernetra hitam kelam ini.
"Tapi–"
"Aku tidak akan menceraikannya sampai Dania yang memintanya pada ku."
"Kau sudah berjanji pada ku! kau hanya akan menikahinya sebentar dan kembali pada ku. Tapi apa sekarang? Aku hanya menjadi sekretaris mu dan kau terus saja bersama jal*ng sombong itu," marah Maya.
Bobby tersenyum dan mengecup bibir Maya sekilas. Gadis yang terus saja menempel ini adalah pacarnya sebelum dijodohkan dengan Dania.
Namun karena dia terlalu menempel, Bobby jadi malas dan bosan. Bukan hanya Maya, sebelum ini Bobby sering berganti pasangan yang menurutnya menarik.
"Nikmatilah posisi mu sekarang. Jangan menggangguku jika kau masih ingin di posisimu."
Maya menggigit bibir nya. Beberapa bulan terakhir gadis ini berusaha mencari perhatian Bobby. Awalnya Maya menyerah, tapi karena melihat Bobby yang semakin sukses, rasanya sayang untuk ditinggalkan.
"Mau kemana?" tanya Maya melihat Bobby beranjak dari kasur. Laki-laki ini hanya mengenakan celana boxer.
"Mandi dan pulang. Masih banyak pekerjaan yang harus ku kerjakan. Besok datanglah ke kantor dan selesaikan pekerjaanmu yang kau tinggalkan hari ini."
"Honey," rengek Maya.
"Kau berisik sekali," ucap Bobby datar membuat Maya terdiam. Ia tahu, bahwa Bobby hanya bermain-main dengannya.
Bos nya itu mencintai istrinya namun memang laki-laki itu masih suka bermain-main.
Setelah membersihkan diri, Bobby pergi begitu saja tidak begitu memperdulikan Maya.
Gadis ini melipat kedua tangannya di depan dada, mendecak malas. "Kenapa Dania tidak pergi saja dan minta cerai pada Bobby. Menyusahkan saja!"
.
.
.
"Ma, mau kemana?" tanya Dariel menarik tangan ibunya yang hendak pergi dengan pakaian sedikit terbuka dari biasanya.
Wanita ini mengenakan dress maroon pendek dengan belahan dada sedikit kebawah. Dress yang membalut pas di tubuhnya memperlihatkan tubuhnya yang sedikit berisi.
Dania menoleh, menatap tangan kecil itu yang menarik tangannya dengan tatapan memohon. Ada rasa tidak tega menatap mata yang meminta perhatian itu. Namun Dania sedang tidak baik-baik saja, ia khawatir tidak sengaja melepaskan kekesalannya pada Dariel. Ia tidak mau.
"Mama keluar sebentar. Kau makanlah, dan tidur dengan bi Asih oke," ucapnya pelan namun dengan wajah datar. Tangannya tidak lupa membelai pipi anaknya yang tampan itu.
Setelahnya, Dania mendongak memberikan kode pada bi Asih yang sedang berdiri di belakang Dariel.
"Ma …" rengek Dariel.
"Mama pergi Sayang, Bi … tolong jaga Dariel," pamitnya lalu pergi. Tidak memperdulikan Dariel yang mungkin sudah akan menangis.
Maafkan Mama, Dariel.
*
Dania meneguk wine yang ada di depannya dengan mata tertutup rapat. Ini adalah pertama kalinya ia meminum minuman itu.
Uugh rasanya tidak enak.
Wanita ini masih menempelkan ponselnya di telinga meskipun musik yang berdentum di sekitarnya begitu keras. Lampu remang-remang yang tidak nyaman di mata dan beberapa orang laki-laki yang kadang datang menghampirinya, ia hiraukan.
"Cepat pulang dari sana!" ucap perempuan di seberang telepon.
Sebelumnya Dania belum pernah datang ke club, ia hanya pernah dulu sekali saat menjemput Freya yang sedang mabuk karena frustasi.
"Dania! Apa kau mendengarku? Disana berisik sekali! Hei, dengarkan aku, jika kau menjadi gila seperti ini hanya karena manusia sampah itu, kau bodoh! Lihat, kau cantik! Masih muda, tubuhmu masih bagus, dan kau seorang dokter!"
Dania menghela pelan, omelan wanita di seberang panggilan tidak ia pedulikan dan masih duduk di tempatnya berada.
"Aku hanya mencari pasangan yang mungkin cocok untukku."
"Ha? Dasar gila! Ayo pergi makan bersenang-senang dengan ku. Hei, kau di klub mana? Biar ku jemput?"
"Sebentar, ada seseorang duduk di sebelahku. Ku matikan ya, bye."
Tut tut
Tidak ada siapapun di sebelahnya. Sedari tadi saat laki-laki mendekat, ia hanya mampu menolaknya dengan halus. Kebanyakan bukan seleranya, namun sebagian lainnya hanya karena ia tidak bisa melakukannya.
"Kenapa aku tidak bisa melakukan seperti yang manusia brengsek itu lakukan?" monolognya setengah putus asa.
"Apa yang sebenarnya ku lakukan disini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Santi Syawal
daniq ko jadi bodoh gitu thor... masih mnyimak
2023-07-16
1