Keputusan akhir

Eps. 4

"Mau minum apa, Nona?" tanya bartender di depannya.

Nona? Dania tersenyum. Apa wajahnya masih terlihat muda? Dia sudah 29 tahun.

"Beri aku sesuatu yang manis."

Belakangan ini, Dania dan Bobby hanya akan berseteru saat bertemu, meskipun sebenarnya hanya Dania yang lebih banyak berteriak emosional. Karena itu ia memilih pergi agar tidak bertemu suaminya di rumah dan menghindari pertengkaran.

Pertengkaran mereka kadang terlihat oleh anak mereka namun saat ini Dania seolah tidak peduli.

Saat itu terjadi, esekali ia akan menangis dan Bobby hanya melihatnya datar. Hingga suatu hari …

"Ma, Mama kenapa? Pa? Kenapa Mama nangis?" tanya Dariel saat orang tuanya sedang adu mulut.

Dania terperangah saat Bobby hanya menatap dingin pada anaknya yang bertanya dengan wajah kebingungan membuat Dariel tertunduk saat itu juga.

Dania merangkul anaknya cepat lalu memanggil bi Asih agar pengasuh itu membawa Dariel pergi.

Mengingat kejadian itu kembali membuatnya menangis. Bartender di hadapannya bertanya namun seseorang tiba-tiba duduk dan menyentuh punggung Dania pelan.

Dania tersentak dan menoleh. Seorang laki-laki berambut rapi dengan kemeja biru muda yang sangat rapi tersenyum ramah padanya.

"Kenapa wanita cantik ini menangis?" tanya nya dengan senyum kecil.

Apa yang diharapkan dari tempat ini? Laki-laki datang silih berganti namun itu tidak membantu.

"Maaf, aku mabuk," ucapnya asal lalu pergi setelah membayar minumannya.

"Aku sudah muak, mari sudahi semuanya," geram Dania marah, berjalan dengan langkah kasar dan pulang dengan taxi.

Ibu satu anak ini merutuki dirinya sendiri karena telah menelantarkan anaknya dan larut terlalu lama dalam kesedihan. Ia menangis dalam taxi saat mengingat Dariel yang terus bertanya kemana papanya pergi, kapan Dania bermain dengannya lagi, kenapa mama dan papanya tidak terlihat bersama lagi.

Dania sudah bulat pada keputusannya. Ia akan membawa Dariel dan berpisah dengan Bobby. Ia masih punya tabungan untuk hidup sebulan kedepan. Dania adalah seorang dokter yang bisa bekerja lagi untuk menghidupi diri dan anaknya. Meskipun sebenarnya ia masih sedikit ragu karena sudah empat tahun lamanya ia tidak bekerja di bidangnya.

.

.

.

Pagi ini Dania sudah rapi dengan kemeja biru langit dan celana kain gelap. Ia mengikat rambutnya tinggi dengan dandanan tipis namun terlihat sangat cantik.

"Mama, kita mau kemana?" tanya Dariel yang sudah berpakaian baju rapi.

Dania sudah mengemasi barang nya dan barang milik anaknya. Ia juga sudah berpamitan dengan bi Asih dan pelayan dirumah itu.

"Apa Dariel masih bisa bertemu Papa?" tanya nya dengan wajah sedih, sedikit memajukan bibirnya.

Dania tersenyum sendu. Semalam ia bercerita banyak pada anaknya tentang dirinya yang akan tinggal di rumah terpisah dengan papanya. Dengan bahasa yang bisa anak itu terima.

Ibu itu juga meminta maaf karena selama ini sudah 'sibuk' dan kadang menjadi monster untuk anaknya.

Dariel yang baru saja berusia empat tahun itu tidak mengerti bahwa orang tuanyanya akan bercerai, namun anak manis itu terlihat sedih karena harus tinggal dirumah terpisah dengan papanya.

Bobby pun juga belum tahu keputusan Dania, karena laki-laki itu jarang sekali bertemu dengan Dania saat di rumah.

"Dariel bisa bertemu papa kapanpun Dariel mau, asal papa tidak sibuk bekerja," ucap Dania lembut, mengelus pucuk kepala anaknya.

Anak tembem itu tersenyum merekah, membuat hati Dania berdenyut sakit. Namun ia harus memiliki sedikit ego dan banyak empati, untuk kehidupan mereka yang lebih baik.

Saat sampai di kantor Bobby, Dania menitipkan Dariel pada sopir agar menunggu di baseman entah karena apa. Ia berniat membawa Dariel berpamitan namun hatinya tiba-tiba ragu. Ia berpikir mungkin lain kali saja Bobby bisa bertemu Dariel.

Setelah sampai di depan ruang kerja suaminya, ia masuk menunggu Bobby karena menurut asistennya, sang suami akan tiba sebentar lagi. Ia berpesan pada karyawan yang melihat agar merahasiakan dari Bobby, dengan alasan karena ini adalah kejutan.

Lima belas menit menunggu, pintu terbuka dan ditutup terdengar terburu-buru. Saat hendak keluar, wanita ini mendengar bunyi ciuman yang menjijikkan di telinganya.

Hatinya begitu sakit, begitu juga dengan kepalanya yang panas seolah akan meledak. Di kantor pun laki-laki baj*ngan itu masih bisa melakukan hal yang tidak senonoh.

Tanpa aba-aba Dania keluar di balik lemari besar, menjambak kasar rambut ja*ang, melepaskan pang*tan mereka, dan menghempaskan wanita tidak tahu diri itu ke lantai dengan kasar.

"Akh!" teriak Maya menahan sakit sudah tergeletak di lantai.

Dengan menahan emosi yang sudah memuncak, Dania memandang tajam pada Bobby yang terlihat terkejut, kemudian menendang perut laki-laki itu. Sepertinya tidak sengaja mengenai junior kecilnya karena Bobby merintih sakit berlebihan.

"Da–nia! Kau… ugh," rintihnya mencoba menatap istrinya menahan sakit. Tangannya memegangi area kejantanannya.

"Kita cerai, tanda tangani ini!" geram Dania tertahan lalu melemparkan berkas perceraian yang sudah ia urus sebelumnya.

Bobby masih merintih saat Dania menoleh pada Ja*ang tak tahu diri yang masih terduduk dilantai. Wajah Maya masih terlihat terkejut.

"Urusi ja*ang mu dan jangan ganggu hidupku lagi," final nya lalu pergi dengan langkah mantap, tanpa keraguan.

Hatinya masih sakit, tapi ia sudah bisa bersikap tenang setelah muak dengan semuanya.

BLAM

Maya berjengit saat bunyi pintu yang begitu keras dibanting kasar oleh Dania. Apa wanita itu memang seperti itu? Atau sebelumnya istri Bobby itu hanya berpura-pura lembut?

Maya tersenyum samar karena akhirnya wanita itu meminta cerai dari kekasihnya.

Detik berikutnya ia menoleh menatap Bobby yang terkekeh kecil kemudian tertawa semakin keras.

Maya mengernyitkan kening, laki-laki yang baru saja bercumbu dengannya itu duduk di atas meja, tertawa begitu puas meski sesekali masih mengaduh karena sakit di perut dan bagian bawahnya.

"Hahaha, Dania, Dania, Dania, itulah wanita ku," gumamnya bangga kemudian tertawa begitu puas.

"Ck!" decak Maya kesal. Ia yakin Bobby tidak akan mendengar itu. Bagaimana mungkin laki-laki di hadapannya sangat bahagia saat istrinya minta cerai dan menendangnya dengan merendahkannya.

"Kenapa sekarang kau begitu menggemaskan. Apa yang harus ku lakukan sekarang, hm? hahaha," gumamnya lagi lalu berjalan kembali ke kursinya untuk melanjutkan pekerjaan.

Hati maya bergemuruh. Perasaan menang yang baru saja ia rasakan kini berubah kemarahan begitu melihat sikap Bobby yang malah semakin tertarik dengan istrinya.

Maya bangun perlahan, membersihkan roknya meskipun tidak kotor. Bobby hanya diam, bahkan cenderung tidak peduli melihat Maya yang baru saja di lempar oleh Dania.

Kita lihat saja Bobby. Kau akan bertekuk lutut dan akan menjadi milikku. Dan kau tidak akan pernah ingat pada istri sialan mu itu lagi!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!