"Mengapa, baru pulang?!"
Sierra menundukkan kepalanya, ia merasa bersalah, dan sedikit takut.
''Jawab?!" seru Sevia, dia menajamkan matanya pada putrinya itu.
''Maaf.'' Hanya itu yang bisa Sierra ucapkan.
''Sampai kapan, kau akan terus bersikap seperti ini? Bunda tahu, ini semua karena kesalahan bunda, tetapi seharusnya kamu bisa bersikap lebih dewasa!"
Sieera tak berani menjawab, dia terdiam tak bergeming, perempuan itu sadar telah melakukan kesalahn karena pulang malam.
''Kenapa kamu selalu pulang tengah malam, Sierra? Apa, kamu bekerja di suatu tempat?'' tanya Savia yang penasaran, mengapa anaknya itu tak pernah di rumah padahal setahunya Sierra adalah pengangguran.
Sierra, masih tak menjawab. Dia hanya semakin menundukkan kepalanya.
Sevia menghela nafas, Sierra memang tak mau terbuka dengannya hal itu semakin membuatnya sedih. Berbeda dengan adiknya, yang selalu bercerita padanya.
''Bunda, anggap kamu mengiyakannya. Tapi untuk apa, kamu bekeja? Apa uang yang bunda kasih masih kurang?"
'Bahkan, aku tak berani menggunakannya, batin Sierra.
''Baiklah jika itu maumu, Bunda tak akan menggangu hidupmu lagi. Anggap saja, kamu telah terbebas dari peraturan bunda yang selalu membuatmu menderita."
Savia berbalik badan, ingin pergi, namun beliau mengurungkan niat, ada satu hal yang harus ia bicarakan.
''Satu hal, kamu harus menuruti permintaan Bunda yang ini, entah suka ataupun tidak, kamu harus mematuhinya. Jangan berbuat sesuatu, yang akan mencoreng nama baik keluarga kita, maupun kepopuleran Serla.''
Rasanya hatinya sedikit tergores, seperti luka yang tak terlihat oleh mata, yang hanya bisa ia rasakan tanpa dibicarakan dengan siapapun.
Walaupun tanpa diberitahu sekalipun, dirinya dapat mengetahui kecintaan Bundanya pada citra keluarganya dan putri kebanggannya itu. Memang sedikit jengkel, disaat begini, Bundanya masih mengingat tentang nama baiknya.
Dengan pelan, perempuan itu menjawab. "Baiklah, aku tak akan mencoreng citra keluarga dan putri kesayangan Bunda itu, tenang putrimu yang memalukan ini akan berpura-pura tak terlihat dimana pun. Oh, tidak. Apa aku masih dianggap putrimu?"
Savia memejamkan matanya. Sierra memang pandai memancing amarahnya, dengan cepat ia pergi dari sana sebelum lepas kendali.
''Bahkan, sebelum mengatakan itu, apa Bunda selalu memperdulikanku? Tentu saja, tidak! Bunda memang selalu bertanya tentang keadaanku, tetapi sebenarnya tak perduli. Syukurlah, jika Bunda akan berhenti karena sejujurnya aku sudah muak.''
Perempuan itu pun masuk ke dalam kamarnya, kamar yang menjadi saksi bisu disetiap tangisannya.
***
Jam menunjukkan pukul 3 pagi, tetapi Sierra masih membuka matanya.
Disaat Sierra hendak tidur tiba-tiba ponselnya berdering, perempuan itupun segera mengangkatnya.
''Ada, apa Ren? Tumben sekali kau meneleponku tengah malam begini.''
[''Ra, apa kau bisa menemuiku besok? Aku, ingin membicarakan sesuatu."]
"Tentu saja! Kita, bisa bertemu di Cafe tempatku bekerja! Ya, walaupun Cafe itu tidak terlalu mewah, setidaknya makanan di sana enak!" ungkapnya yang terlalu gembira, sejujurnya ia tak yakin dengan perkataannya karena dirinya sendiri belum pernah mencoba makanan dari Cafe itu.
Tetapi, jika bertemu di tempat lain, Kevino pasti tak akan mengijinkannya libur satu hari pun, apalagi dia baru satu hari bekerja, masa sudah mau cuti.
["Apa, kau sudah beralih profesi dari tukang paket?"]
Sierra mendengkus sebal. "Ayolah, itu bukan pekerjaan tukang paket biasa!"
["Lantas? Harus disebut apa? Haha!"]
Terdengar kekehan kecil di seberang sana. Dengan, kesal ia menjawab. "Ya, seperti penjemputan paket pribadi!"
["Ya, anggap saja aku menganggapnya berbeda!"]
"Pekerjaan itu memang berbeda, Ren! Bahkan kau akan terkejut mendengar gajinya!" seru Sierra yang kesal. Dia tak suka, jika diejek begini.
["Oh, ayolah Ra. Sekarang kau sudah berganti propesi, mengapa kau marah?"]
Benar juga, mengapa dirinya harus marah? Sekarang ia bukan tukang paket lagi.
"Aku, bekerja di Cafe."
["Wah hebat! Sejujurnya, bekerja di Cafe, lebih baik dari pada menjadi tukang paket!"]
"KAU!"
["Ya karena menjadi tukang paket itu harus mempunyai kesabaran ektra ketika harus bekerja di luar ruangan. Aku takut, kulitmu akan kusam dan kecantikanmu akan kalah dari Serla, haha!"]
"Huh, aku lupa jika aku berbicara dengan seorang tuan putri yang hobinya mengoles diri."
["Hobiku tak salah! Hobimu yang harus kau khawatrikan. Masa, hobi memberi uang pada pacar si! Kalian itu belum menikah, kenapa kau berusaha untuk menafkahinya, apalagi kau seorang perempuan, mengapa gemar sekali memberi uang pada lelaki yang belum tentu jodohmu?!"]
"Oh, ayolah Ren! Jika kau, mengatakan hal lain lagi. Aku akan memberimu bogeman!"
["Hehe. Aku tak akan berbicara lain lagi. Besok saja, akanku lanjutkan, selamat bulan!"]
Tut!
Rena mematikkan sambungannya, Sierra hanya bisa menghela nafas, temannya itu memang cerewet sekali, berbeda dengan Bela yang super kalem.
"Oh, aku sudah lama tak berkabar dengannya, apa dia baik-baik saja?" lirihnya pelan, ada kerinduan di hatinya tentang sahabat-sahabat SMA-nya.
"Gadis pintar sepertinya, pasti sukses," lirihnya pelan sebelum akhirnya terlelap.
***
Pagi ini, Sierra berangkat menggunakan angkutan umum. Namun walaupun sudah keluar dari rumah itu, pikirannya tak berubah, ia masih memikirkan kejadian semalam.
'Apa, Bunda akan benar-benar berubah? Ah, sudahlah, aku tak usah memikirkannya!' serunya dalam hati. Tetapi Sierra merasa aneh, baru pagi saja rumah sudah sepi, tak ada drama adiknya yang selalu berlatih membaca naskah.
'Pagi-pagi begini, mereka pergi kemana?' Walaupun tak mau memikirkannya, nyatanya dia tetap membatin.
Sierra langsung berjalan cepat, setelah turun dari angkutan umum. Semoga saja, di Cafe ada beberapa makanan, demi apapun, perutnya sangat lapar, seperti tak makan berhari-hari.
Matanya membulat sempurna, melihat Cafe yang sudah buka. Dengan tenaga yang masih tersisa, Sierra bergegas masuk ke dalam.
Namun langkahnya, terhenti melihat seseorang yang sedang mengepel lantai.
"Kau siapa?!"
Pria itu menoleh sebentar, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Hei, aku bertanya!"
Pria itu tetap tak menjawab, dia fokus pada pekerjaannya.
Sierra maju, dia berjalan ke hadapan pria itu.
"Kau siapa? Apa kau, pelayan baru?!"
Tetap tak ada jawaban, pria itu malah segera membereskan pekerjaannya dan pergi ke belakang.
Sierra tak menyerah, dia mengikuti kemana pria itu pergi.
Pria itu kembali, dia membawa beberapa peralatan kebersihan, saat hendak membuka pintu, seseorang dari belakang berteriak ke arahnya.
"HEI! JANGAN MASUK KESANA!"
Siapa, lagi kalau bukan Sierra. Gadis itu bergegas ke arah pria yang entah datang dari mana, menurutnya pria itu lancang sekali ingin masuk ke dalam ruangan privasi itu.
Entah mendengarnya atau tidak, pria itu tetap masuk, saat ingin mengikuti, pria itu langsung menutup pintunya dan menguncinya dari dalam.
"Kenapa, dia nekat sekali sih! Kalau, Kevino sampai tahu, bisa gawat!" serunya yang panik.
"Tahu, tentang apa?"
Sierra langsung menoleh ke sumber suara, gadis itu melotokan matanya melihat seseorang yang baru saja ia sebutkan.
"Mengapa, kau sudah datang?!" teriak Sierra yang terkejut.
Kevino menaikkan satu alisnya. Dia berjalan mendekati Sierra.
"Aku, bisa datang sesuka hati. Jika kau tak suka, silahkan berhenti."
Sierra mendelik kesal. Kevino selalu saja menyuruhnya berhenti, pria itu sepertinya tak suka dirinya mendapatkan pekerjaan.
"Aku, tak takut padamu! Karena yang berhak memecatku bos besar sendiri! Kau, hanya tangan kanannya! Kau tak memiliki kekuasaan untuk memecatku tanpa alasan!" teriak Sierra yang marah. Sejenak, ia melupakan masalah yang tadi membuatnya terkejut.
Kevino hanya tersenyum kecil. "Baiklah, nanti aku akan mencari alasan yang bagus, untuk memecatmu. Tetapi, sebelum itu, apa yang membuatmu khawatir, jika aku mengetahuinya?"
Sierra menelan salivanya kuat-kuat, apa dirinya harus mengatakan kebenarannya? Lagi pula, dirinya tak melakukan kesalahan.
"Ad--"
"Selamat, pagi!"
Sierra maupun Kevino mengalihkan pandangan.
"Yap, dia! Dia masuk ke ruangan privasi! Aku sudah melarangnya untuk tidak memasuki ruangan itu! Tetapi, dia tetap melakukannya! Bahkan dia menguncinya dari dalam!" adu Sierra dengan keras. Gadis itu melotot tajam pada pria aneh itu.
"Kena--"
Sierra, menyela. "Jika, kau ingin memberinya pelajaran, silahkan saja! Atau, bahkan menelepon polisi, aku rela jika harus menjadi saksi!"
"Dia--"
"KENAPA! Kenapa kau diam saja! Kita harus segera bertindak! Kita, tak tahu apa yang dia curi dari ruangan itu! Dia--"
"DIA SEORANG PELAYAN!" seru Kevino cepat. Lelaki itu terpaksa berteriak, agar Sierra berhenti mengeluh.
Sierra terdiam, dia mengerjapkan matanya beberapa kali, dia tertegun mendengar bentakkan Kevino.
"Yaudah sih. Biasa saja, tidak usah nyolot," balas Sierra cuek, perempuan itu berbalik badan dan pergi ke ruangan khusus pelayan.
"Dia, sungguh menjengkelkan," lirih Kevino yang kesal.
"Maaf, aku datang sudah membuat keributan," ungkap pria yang tadi disebut aneh oleh Sierra.
"Tidak apa-apa. Yang jelas, sekarang tugasmu bertambah. Kau harus mengawasi Sierra," jelas Kevino.
"Baik, aku akan menjaganya," balas pria itu.
Kevino menganggukkan kepalanya, lalu berjalan ke ruangan pribadi.
"Aku akan menjaganya, dengan senang hati," lirihnya pelan, bibirnya tersenyum lebar ke arah ruangan khusus pelayan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments