Bab 3. Sebuah pertanyaan

Sierra berjalan dengan mengendap-endap. Matanya menelusuri sekitar, memastikkan tak ada siapapun yang memergokinya.

Senyuman manis terukir di bibir mungilnya. Ia senang, sepertinya tak ada satu orang pun di rumah ini. Dia pun mempercepat langkahnya untuk segera pergi ke kamar.

Tangannya memegang gagang pintu, mendorongnya secara pelan, dan bersiap meneriakkan sesuatu. "Aku, be--"

"Dari, mana kamu?!"

Apa-apaan ini, pikir Sierra.

"Sedang, apa kalian di kamarku?"

Sang Bunda, terdengar menghela nafas. "Bunda bertanya, kamu dari mana saja? Bukankah, Bunda menyuruhmu untuk tetap di kamar?"

"Em, aku... Aku ada urusan."

"Kau, berbohong!"

Sierra melotot tajam ke arah seseorang yang paling ia benci, siapa lagi kalau bukan Serla. "Jangan, sok tahu! Kau tak tahu apapun soal urusanku!"

"Kau, hanya seorang pengangguran, bagaimana kau bisa memiliki urusan?"

"Kau--"

"Sudah, jangan berdebat lagi!" seru Sang Bunda yang sudah lelah dengan perdebatan kedua putrinya. "Tak bisakah kalian berdamai sebentar saja?"

Sierra melipatkan kedua tangannya. Ia pun menyahut. "Aku sudah berusaha, tetapi putri bungsumu selalu saja mencari gara-gara!"

"Kau seorang Kakak, seharusnya, selalu mengalah pada adiknya!" teriak Serla yang tak mau kalah.

Sierra memutarkan matanya. Demi apapun, ia tak bisa mengalah lagi, sudah terlalu banyak ia merelakan sesuatu untuk Serla yang serakah.

"Sierra, tolong nanti jelaskan tentang perlakuanmu ini. Saat ini, Bunda tak ingin marah-marah, jadi tolong sekali saja kamu menurut."

"Baiklah."

Savia menghela nafas panjang, sebelum akhirnya menjelaskan sesuatu yang sangat penting. "Besok, para staf dari acara 'daily' akan datang ke rumah. Mereka, akan mewawancarai kegiatan Serla. Jadi, Bunda mohon jaga sikap kamu, jangan membuat masalah seperti tahun lalu!"

Sierra menahan tawanya, ketika mengingat kejadian itu, wajah tertekan Serla membuatnya terhibur.

Serla mencebikkan bibirnya kesal. Dia memutar matanya malas melihat Sierra menahan tawa. Sungguh, menjengkelkan, pikirnya.

"Dan, satu lagi. Jangan mencari perhatian siapapun!" sentak Serla.

Sierra tersenyum miring. Sepertinya, ada sesuatu yang membuat Serla khawatir. Ini akan menyenangkan jika, dirinya mencari tahu.

"Lebih baik, kau tak ada di rumah saja! Akan, lebih aman jika kau tak ada!" lanjut Serla.

"Jangan, jika Sierra tak ada. Publik, akan berfikir macam-macam. Kamu tak ingat, bagaimana para netizen itu mengkritikmu, karena perdebatan kalian?"

Serla terdiam. Benar, apa yang dikatakan Bundanya. Dirinya sempat terpuruk karena komentar mereka yang begitu menyakitkan.

Sierra menyilangkan tangannya. Dia memandang Serla dengan tatapan datar. "Benar, lakukan perintah Bunda. Bunda baik sekali, karena begitu peduli padamu, bahkan sangat hati-hati pada kepopuleranmu."

"Sierra, Bunda--"

"Kalian, sudah selesai bukan? Aku ingin istirahat."

Serla langsung keluar dari kamar. Sang Bunda masih terdiam. Namun melihat wajah Sierra yang lelah membuatnya mengurungkan niat berbicara dengan putrinya itu, beliau pun pergi dari kamar.

Sierra langsung mengunci pintunya, perempuan itu duduk di balik pintu sambil menenggelamkan wajahnya di tumpuan tangan.

Semuanya, karena salahnya. Keluarganya, hancur karena perlakuannya kan? tetapi, ia sudah meminta maaf, dan sudah berusaha untuk memperbaiki, namun masih tak ada perubahan.

Sierra menyeka air matanya, ia mencari ponselnya, mencari sebuah kontak yang sudah lama tak ia hubungi.

Berdering! Syukurlah, tak ganti nomor. Namun senyumannya hilang, saat panggilan pertamanya ditolak. Sierra tak menyerah. Dia terus berusaha menelopon.

["Kenapa, menelepon?"]

Sierra ingin berteriak senang, namun ia menahannya. "Aku, sangat merindukanmu."

["Jangan beromong kosong! Aku, tak ada waktu!"]

Sakit? Ya, memang. Tapi, tak sebanding dengan rasa rindunya.

"Aku sangat merindukanmu, ayah. tak bisakah, ayah menanyakan kabarku? Bagaimana hariku, dan bagaimana Bunda memperlakukanku, dengan tidak adil." Yap! Sierra ingin mencurahkan segalanya. Ia sudah tak

tahan menahan semuanya sendirian.

["Dan jika, kau tinggal bersamaku. Hidupmu akan jauh lebih menderita. Aku, tak akan segan menamparmu, atau bahkan membunuhmu!"]

Sierra malah terkekeh pelan. "Bunuhlah! Aku, tak akan keberatan."

["Kau, memang tak pernah berubah! Kau masih seorang anak kecil yang pernah membuat hidupku hancur!"]

"Yah, akulah pembunuh yang selalu kalian benci."

Panggilan terputus. Ayahnya mematikkan sambungannya.

"Aku sangat menyanginya, sampai tak ingin dunia menyakitinya," ucap Sierra dengan tatapan kosong.

***

Pagi pun tiba, rumah Sierra pun sudah ramai oleh orang-orang entertainment.

Sierra juga sudah siap, dia berdandan rapi agar terlihat lebih sopan. Saat, ingin keluar, sebuah pesan masuk ke ponselnya, layarnya menyala memperlihatkan pesan yang muncul.

Sierra mengambilnya, dan membacanya.

Maldi: ["Kenapa, kau mengabaikanku?"]

Sierra menelan salivanya, dia lupa membalas pesan. Jari-jarinya, pun mulai menari, mencoba menjelaskan.

Me: ["Maaf, aku lupa membalas pesanmu. Kamu, butuh berapa?"]

Balasan, pun masuk.

Maldi: ["Sedikit, hanya lima juta. Kamu, pasti ada kan?"]

Tanpa banyak berfikir, Sierra langsung mengiyakan, perempuan itu lupa jika keuangannya sudah menipis.

Seorang pembantu pun, masuk ke dalam kamar Sierra, memberitahunya, jika ibunya memanggilnya.

***

Perempuan itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia, melongo melihat begitu banyak orang yang berkeliaran di rumahnya, sekarang rumah megahnya ini seperti sebuah pasar yang diserbu kumpulan ibu-ibu.

"Sungguh, menyebalkan," lirihnya pelan, namun wajahnya menampilkan ekspresi ramah saat beberapa orang menyapanya.

"Sierra!"

Perempuan itu, menoleh pada ibunya, lalu mengahmpirinya.

"Perkenalkan, ini Sierra Rosaline. Dia kakak Serla."

"Yah, kami sudah pasti mengenalnya," jawab Sang Produser, sambil tersenyum aneh.

Sierra diam-diam, memutar matanya. Dia paham betul, arti senyuman Itu.

"Baiklah, apa anda sudah siap, melakukan sebuah wawancara?" tanya sang Produser.

"Mengapa, aku harus terlibat?" tanya Sierra yang keheranan.

Savia, memegang tangan Sierra. "Yah, Sierra sudah siap."

Perempuan, itu ingin membrontak, namun ibunya sudah menariknya.

Sierra didudukkan di kursi, perempuan itu ingin bangkit, namun ibunya menahannya.

"Tenang saja, ini tidak gratis."

Sierra berhenti membrontak setelah mendengar bisikkan dari ibunya.

Serla pun datang, gadis itu duduk di sampingnya. Sierra melototkan matanya, dia membisikkan sesuatu pada Serla. "Mengapa, kau di sini? Aku, tak sudi jika harus diwawancarai denganmu!"

"Sayangnya, itulah kebenarannya," sahut Serla.

Perempuan itu, menghela nafas. Dia merasa lemas.

"Oke, baiklah. Kita akan mulai."

"Tunggu, bukankah aku harus membaca skripsinya dulu, sebelum mulai?" ungkap Sierra.

Beberapa staf tertawa kecil, bahkan Serla pun menertawakannya, sambil mendekatkan mulutnya pada telinga Sierra.

"Kau bersikap seperti seorang publik figur. Jangan, bertingkah konyol lagi, atau kau hanya akan mempermalukan diri sendiri."

Sierra berusaha sabar, dia menahan tangannya, yang ingin memukul wajah Serla.

"Tidak perlu. Kami hanya akan menanyakan pertanyaan yang mudah," jelas sang produser.

"Baiklah."

Syuting pun dimulai, Sierra berusaha untuk tidak menguap, saat dirinya hanya dijadikan sebuah patung.

"Oke, pertanyaan berikutnya pada Sierra Rosaline. Sang Kakak dari Serla Alodie."

Sierra tersenyum lebar, ia berusaha menjaga imagenya, ya walaupun sudah lama tercemar.

"Saya akan membacakan, salah satu komentar, yaitu bagaimana perasaanmu, saat Serla terpuruk?"

'Senang' itu yang ingin ia ucapkan, namun dirinya harus menahannya.

"Seperti seorang Kakak pada umumnya, aku akan merasa sedih. Perasaanku pun, ikut sakit melihat  Serla menangis."

'Tapi, bohong,' lanjut Sierra dalam hati.

"Saya, terharu mpendengarnya, kasih sayang kakak pada adiknya sangatlah indah," terang seorang perempuan, yang bertugas sebagai host.

"Oke, saya bacakan komentar selanjutya, 'ada banyak rumor yang menyebutkan jika kasih sayang mereka palsu'  bagaimana pendapat anda, mengenai komentar ini?"

Sierra tersenyum manis. "Aku, tak peduli tentang pendapat orang lain. Terserah, mereka ingin beranggapan bagaimana, yang jelas aku sangat menyayangi keluargaku, aku tak segan melawan siapapun untuk melindungi keluargaku."

"Woah, saya sangat terharu mendengar jawaban anda. Saya jadi ingin memiliki seorang Kakak."

Sierra hanya tersenyum. Lain dengan Serla yang mematung.

"Oke, pertanyaan terakhir. Ini khusus untuk, kalian berdua. Pertanyaannya... Bagaimana kasus pembunuhan lima tahun yang lalu? Apa ditutup begitu saja?"

Sierra maupun Serla terdiam, mereka membeku tak bergeming. Pertanyaan ini sangatlah sulit, pertanyaan yang memiliki ribuan luka didalamnya.

Terpopuler

Comments

Diana Susanti

Diana Susanti

emang Sierra itu di buat tokohnya bodoh banget yaaa

2023-04-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!