Part Two (First Sight)

~When i look you, i know who you are...~Liza

Walaupun sehari tanpa Enrique terasa berat bagi Liza. Namun hidup tetap harus berjalan. Batin Liza.

Hari ini Liza kembali pergi bekerja ke Lab seperti biasa dan tumben tumbenan ia tidak terlambat. Karena tadi malam ia masih tidak chatting dengan Enrique yang beralasan sedang sibuk, jadi ia tidak harus bergadang. Setidaknya Enrique memberitahunya lebih dulu, sehingga tidak ada pikiran-pikiran aneh di otaknya. Karena sebenarnya perempuan itu simple, cuman kadang lelaki sangat susah mengartikannya. Walaupun sebenarnya ia masih ada sedikit rasa kehilangan dihatinya karena Enrique sama sekali belum memberi khabar.

Sesampainya di kantor ia tidak mendapati Leya disana. Ia pun penasaran dan pergi berkeliling Lab. Langkahnya terhenti melihat segelintir orang sedang berkumpul didepan kantor Bryan. Ada apakah gerangan? Pikir Liza heran.

"Ngapain pada heboh le?" Liza ikut nimbrung Leya yang intip-intip keruang Bryan. Ada hampir 20 karyawan/ti yang berjejer sedang menguping ria didepan ruangan Bryan, dari peneliti, admin, profesor sampai OB dan OG juga ikut-ikutan nungging didepan pintu kantor Bryan .

"Nahhh ini dia orangnya..." Leya berujar nyaring begitu menoleh kebelakang dan melihat empunya suara yang membuat semua orang menatapnya dengan tatapan "kamu tohh".

"Lha?? Kenapa jadi aku sih?" Liza melongo sembari menunjuk dirinya sendiri. Heran aja dia yang nanya karena tidak tahu menahu malah dijadikan tersangka.

"Nohh...tu cowok sama 6 pengawalnya didepan tu lagi cari kamu! Dia kayak marah-marah gitu sama Bryan didalam, bahasa inggris sih...tapi kedengarannya dia marah banget". Leya meneguk saliva nya dengan susah. Apa jadinya kalau sahabatnya ini terjerat kriminal. Apa mungkin Liza punya hutang banyak dengan orang itu. Atau jangan-jangan ayah Liza yang tidak diketahui indentitasnya itu dulu narapidana yang kemudian menjadi buronan, karena orangnya sudah meninggal jadi anaknya yang dikejar-kejar.

"Kamu bikin onar apa lagi sih Liza Tuffahati sampai jadi most wanted gini?" Leya bertanya dengan berkacak pinggang dan mata melotot.

Yang ditanya malah melongo kembali. Bagaimana tidak? Sahabatnya itu lama-lama ngeselin banget. Belum apa-apa sudah main semprot aja. Ditanyain baik-baik kek dulu.

"Kamu tuh ya le...seketika Liza berhenti bicara, karena semua mata tertuju pada satu sosok lelaki yang baru saja keluar dari ruangan Bryan.

Liza tertegun seketika entah mengapa ia tahu dengan pasti, kalau lelaki didepannya sekarang adalah Enrique karena walau bagaimanapun Liza akan mengenal orang yang 5 tahun sudah menemani hari-harinya walau hanya lewat chat. Tapi mana mungkin Enrique disini? Dikantornya? Detik ini?

Enrique mendekati nya beberapa langkah.

"Hey...Enrique menyapa dengan suara serak. Walaupun dengan bibir yang pucat pasi, Enrique tetap terlihat mempesona. He is incredible.

"Enrique?" Liza berujar yang terdengar seperti cicitan, walaupun tahu dengan pasti orang didepannya sekarang adalah orang yang sama dengan orang yang 5 tahun dikenalnya lewat chat, ia tidak berani terlalu berharap takdir akan mempertemukan mereka.

Enrique berjalan kembali menghapus jarak diantara mereka, namun baru beberapa langkah Enrique tumbang..persis dipelukkan Liza.

"Enrique!!!" Liza berteriak panik.

...***...

Enrique POV

" I am looking for Liza, My girl !!!" (Aku mencari Liza, Pacarku) Enrique berteriak kesal dan beranjak dari duduknya dengan kesal. Pasalnya Bryan sama sekali tidak menggubrisnya sejak tadi. Sejak dia bilang kalau dia pacar Liza. Bryan justru tertawa hambar, dan mengatainya gila.

Bryan ikut berdiri dan menghembuskan nafas kasar. Ia sudah muak dengan tingkah pria dihadapannya yang mengaku pacar Liza.

"Just listen mr...Liza didnt have BF, i know her very well. Maybe you are wrong. Sorry mr...i dint have time for this. Please, just get out from my room" (Dengarlah tuan... Liza tidak punya pacar, aku mengenalnya sangat baik. Mungkin anda salah orang. Maaf tuan... aku tidak punya waktu untuk ini. Tolong keluar dari ruangan saya) Bryan menggertakkan giginya kesal.

" ****!!!" Okay i will looking for her by myself." (Sial!!! Baiklah aku akan mencarinya sendiri) Enrique berlalu dan membuka pintu dengan kasar. Percuma ia berbicara dengan orang seperti Bryan. Hanya membuang waktunya. Namun ketika membuka pintu hendak keluar ia tertegun melihat kerumunan didepan pintu Bryan, bukan itu yang membuat Enrique mematung. Tapi wanita yang tepat berdiri dihadapannya yang sedang melongo menatapnya. Entah mengapa hatinya berkata kalau wanita didepannya adalah Liza. Wanita yang dicintainya selama 5 tahun belakangan ini.

" Hey...hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutnya. Sungguh, saat ini kepalanya sangat sakit dan terasa hendak pecah. Tapi dia terlalu tahu kalau wanita dihadapannya ini adalah wanita yang ia cintai, wanita yang terlalu cantik dimatanya. Dia tak ingin melewatkan moment first sight nya hanya gara-gara demam mendadaknya ini.

"Enrique?" Mendengar namanya disebut dengan indah oleh wanitanya tanpa sadar ia mendekat, tapi sakit kepalanya semakin menjadi. Pandangannya mulai mengabur dan kakinya lemas.

"Enrique!!!" Hanya teriakan Liza yang terakhir ia dengar. Seketika dunia menjadi gelap. Kenapa harus saat ini?

...***...

Setelah perjuangan Liza membangunkan Enrique yang tak kunjung sadar, Liza membawa Enrique ke kontrakan kecilnya karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari kantor mereka dan membaringkan Enrique ke pangkuannya ditempat tidur begitu sampai. Sementara Leya dan pengawal Enrique menunggu di ruang tamu kecil apartemen Liza dengan tidak sabar.

" Hey... wake up, Enrique!" (Hei... bangun, Enrique!) Liza mengusap wajah Enrique dipangkuannya dengan sayang.

Kelopak mata Enrique mulai bergerak pelan dan mulai membuka mata.

"Hey...Enrique berujar lemah.

"Drink it" (Minumlah) Liza menyodorkan teh hangat ke mulut Enrique, tapi Enrique justru menyerngit menutup mulutnya dan menggeleng.

"I dont like tea" (Aku tidak suka teh) Enrique menggeleng lebih keras.

"Come on, just a little please!" (Ayolah, sedikit saja tolong) Liza bersikeras.

Mau tidak mau, Enrique terpaksa membuka mulutnya dan berhasil meneguk seteguk teh hangat itu.

Namun baru saja Liza ingin meletakkan cangkir teh itu, Enrique menarik tangan Liza lagi.

"I want again" (Aku ingin lagi) Enrique tersenyum lebar. Liza hanya bisa menahan senyum.

"Kamu ngapain kesini?" Liza bertanya setelah Enrique menghabiskan teh yang katanya ia tidak suka.

Enrique berusaha bangkit dengan lemah, sembari memperhatikan kamar Liza dan kemudian menatap serius wanita didepannya ia tidak terima wanitanya hidup sendiri dirumah sesempit ini sementara ia hidup enak.

"Aku ingin mengajakmu pulang bersamaku". Enrique berujar serak.

Liza seketika tertegun mendengar penuturan Enrique namun segera tersadar.

"Apa? Bersamamu? Maksudmu London?" Liza berteriak keras yang membuat Enrique beringsut mundur.

" Ehh...sorry", maksudku kamu mau aku ikut bersamamu ke London? Apa kamu tidak salah? Lalu bagaimana dengan pekerjaanku? Dan lagi aku harus mengurus passport, visa dll?" Liza berujar cepat dan tersengal.

"Aku bisa mengurus semuanya sayang, dan pekerjaan? Kamu bisa bekerja di perusahaan aku? Gampang bukan?" Enrique berujar singkat.

"Enrique Alfaro Leonardo !"

"Perusahaan kamu itu Properti sayang? Jurusan aku itu laboratorium? Lab asisten? Aku ngapain di perusahaan kamu? Meneliti kadar bangunan?" Liza mendelik kesal sembari melipat tangannya didepan dada.

"Sayang...pekerjaan itu nggak mesti harus sama dengan jurusan kamu, kamu kan bisa jadi assisten aku?" Enrique tersenyum lebar.

"Ya ampun!" Liza menepuk jidatnya lelah.

" Aku tidak akan kembali tanpa kamu". Enrique kembali merebahkan kepalanya kepangkuan Liza, wanitanya itu memang keras kepala. Ia sudah hafal sifatnya yang satu ini. Dan ia akan berakting keras kepala juga. Pikir Enrique.

"Apa!" Liza seketika berdiri refleks.

"Aww!" Enrique meringis kesakitan dan mengusap kepalanya.

"Sorry "... Liza duduk dengan cepat dan memangku kepala Enrique kembali.

Liza mengusap kepala Enrique dengan sayang.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyakitimu...Liza menatap manik biru mata Enrique sayang.

"Aku ingin selalu dekat denganmu, maukah kamu menikah denganku Liza Tuffahati?" Enrique berujar pelan takut harapannya yang terlalu besar akan hubungannya ini runtuh. Bagaimana tidak? Setelah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana cantiknya Liza ia sedikit kurang percaya diri.

Liza membeku sesaat. Dunianya berhenti berputar. Setelah sekian lama ia menunggu kata itu dalam hidupnya, ia tak menyangka akan mendengarnya saat ini? Oleh lelaki tertampan yang pernah ia miliki.

"Kenapa? Kamu tidak ingin menikah denganku?" Enrique bertanya takut-takut.

"Tidak, bukan begitu tapi...Liza berpikir keras, apa yang dia pertahankan disini? Selama ini dia hanya hidup di panti asuhan dari kecil, tidak punya siapa-siapa. Pengasuh mereka memang menyayangi nya walau kadang ada saat dimana beliau menyakiti perasaan Liza. Ia hanya bisa menangis dikamar mandi.

Sampai ia mendapat beasiswa kuliah di kota dan hidup di asrama kampus. Atau kontrakan ini? Dia hanya menyewa kalau itu yang kalian ingin tau. Bagaimana dengan leya? Ia punya Edy, dia pasti bersyukur terbebas dari sahabat gilanya ini. Bryan? Dia akan mendapatkan wanita yang lebih baik suatu hari nanti...percayalah. Lalu apa?

"Atau kamu punya lelaki lain? Bos kamu itu?" Enrique bertanya dengan raut wajah kecewa, jika memang benar pupus lah harapannya.

"Tidak Enrique...hanya saja,,,Liza berkata tertahan dan memejamkan matanya, tanda ia tengah berpikir keras.

Berhenti berpikir liza. Mungkin kamu akan menjalani hidup yang lebih baik dengan Enrique di belahan bumi lain. Tidak ada orang yang terlalu membutuhkanmu disini. Nasehat liza pada hatinya.

"Baiklah...aku mau ikut denganmu dengan syarat, aku tidak ingin langsung menikah denganmu kamu harus mengenalku dengan baik begitu pula aku, aku ingin bekerja disana dan aku akan mecari pekerjaan sendiri. Dan... aku tidak mau tinggal serumah denganmu sampai kita benar-benar menikah. Setuju?" tutur Liza panjang.

Enrique menatap wanita dihadapannya dengan raut berpikir keras, percayalah...bukan begini bayangannya saat ingin menjemput Liza. Enrique pikir Liza akan dengan senang hati langsung ikut dengannya. Bagaimana tidak? Ia punya segalanya, lalu kenapa Liza memberikan syarat-syarat yang justru menyulitkan dirinya sendiri?

"Baiklah...kalau itu yang kamu inginkan." Enrique berujar pasrah. Liza mau ikut dengannya saja merupakan sebuah kebahagian bagi Enrique. Ia akan memikirkan cara melamar Liza lagi ketika di London. Pikir Enrique kemudian memeluk Liza dengan erat.

...***...

Terpopuler

Comments

nandayue

nandayue

boleh tu kadar bangunan diitung..kapan ambruknya 🤣🤣🤣

2023-04-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!