Panji mengingat masa lalunya setelah mendapat pertanyaan dari Bu Ratna, Panji anak sulung dari dua bersaudara orang tuanya adalah pedagang sayur di pasar. Dari sejak SMP ia di sekolahkan di pondok pesantren, begitu juga adik perempuannya yang sekarang masih duduk di kelas XI. Hidup mereka cukup sederhana dan tak kekurangan. Hingga suatu peristiwa mengubah jalan hidupnya. Saat ia duduk di kelas XI Ayahnya ditangkap dan dipenjara karena terbukti membunuh kepala desa di kampungnya, entah penyebabnya apa Panji tidak pernah tahu. Padahal sepengetahuan dia Bapaknya adalah orang yang sangat taat beragama. Ibunya menderita depresi sejak itu dan harus dirawat di sebuah panti rehabilitasi, sejak saat itu perangai Panji berubah, ia yang tadinya pendiam dan rajin menjadi hilang arah, ia melakukan kenakalan - kenakalan akibat frustasi yang dideritanya karena sering mendapat hinaan dari teman-temannya.
Pihak pesantren terpaksa mengeluarkannya dari sekolah walaupun ia tinggal menjalani satu tahun lagi masa pendidikannya. Atas bantuan pamannya ia bisa masuk ke sekolah SMA swasta.
Disekolah inilah persoalan semakin rumit. Panji ternyata satu sekolah dengan Gilang anak Pak Lurah yang dibunuh bapaknya. Gilang yang mengetahui Panji adalah anak pembunuh bapaknya mencoba membalas dendam kematian bapaknya dengan memukuli Panji. Panji mencoba tidak melawan walaupun ia dibekali pelatihan bela diri selama dipesantren, ia hanya bertahan dan menangkis saja semata agar jangan sampai ia dikeluarkan dari sekolah lagi hingga ia bisa lulus SMA dan bisa pergi dari kampung halamannya.
Di akhir masa sekolah, Panji tidak mampu lagi menahan emosinya, semua anggota kelompok Gilang yang selama ini menyakitinya di pukul sampai roboh, termasuk Prasetyo, sahabat Gilang yang ikut mengeroyoknya. Panji mengamati wajah ibu Ratna, hatinya berdesir seakan ia baru saja bertemu hantu.
"Ibu siapanya Prasetyo?" Panji bertanya dengan lidah tercekat.
"Aku kakaknya, dan jangan panggil aku Ibu! Aku hanya lebih tua beberapa tahun saja denganmu!" Matanya melotot marah. Panji tersentak mendengarnya," Pantas saja Ratna masih terlihat muda, ia memang masih muda dan yang pasti otaknya brilian sampai bisa punya jabatan penting diusianya saat ini, wajahnya juga cantik dan menarik, tak kalah dengan aktris yang berseliweran di televisi.
"Bagaimana kabar Prasetyo sekarang?" Lidah Panji masih tercekat, jari jemarinya diadu untuk mengurangi kegelisahannya.
Panji mengingat kembali, ia baru sadar saat itu ia selalu hendak memukul Prasetyo padahal yang dibencinya adalah Gilang. Prasetyo dipukulnya sampai tak sadarkan diri, darah hitam muncrat dari mulutnya, matanya menatap Ratna tangannya sampai memegang tepi meja akibat rasa takut yang dan rasa bersalah, namun otaknya menangkap koneksi peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. memandang wajah Panji Ratna malah tersenyum geli.
"Simpan wajah bloonmu itu, hahahaha, Ratna masih tertawa geli, Prasetyo sedang mengikuti pendidikan taruna Polisi. Seberapa dekat kamu dengan Prasetyo?"
"Prasetyo sedang pendidikan jadi Polisi?" Prasetyo memang punya postur yang bagus, tapi kelihatannya ia punya fisik yang lemah, sering kali dia tidak ikut kegiatan olahraga di sekolah. Panji bahkan pernah melihatnya pingsan ketika gerombolannya berusaha mengejar dia. Otak Panji berputar cepat menyusun kepingan puzle teka -teki dalam hidupnya.
"Tidak terlalu, kami cuma saling kenal karena satu kelas saja saat itu, " Panji berkata dengan hati-hati menyembunyikan fakta yang terjadi bahwa sebenarnya mereka saling bermusuhan.
"Aneh!" Sekarang giliran Ratna yang memperlihatkan wajah heran, tangan kanannya menopang dagu sambil menggigit -gigit kukunya.
" Aku disuruh lapor ke polisi saat kamu menghajar Pak Burhan, saat itu aku memeriksa datamu aku lihat ijazahmu sama dengan Pras, Aku telpon Pras, dia memohon padaku untuk mebantumu sebisa mungkin keluar dari permasalahan ini, kau bilang kalian tak akrab, tapi Pras terus menelponku setiap hari sampai memohon-mohon padaku." Panji terperanjat, sekarang kedua orang yang bingung saling memandang. Sekian detik ditatap sempurna oleh Panji muka Ratna memerah, ia menunduk tersipu.
" Apakah Pak Burhan punya penyakit serius?" Kali ini Panji menatap mata Ratna dengan penuh rasa ingin tahu.
"Entahlah! Pak Burhan tidak pernah cerita padaku walaupun aku sekretarisnya."
"Bolehkah aku minta tolong padamu, mencari informasi tentang penyakit apa yang diderita Pak Burhan sebelumnya?" Panji memohon, kepingan puzle mulai terbentuk. Mata Ratna langsung menyipit mendengar permintaan Panji, dia ingin bertanya untul apa Panji perlu tahu informasi tersebut, namun akhirnya ia tak jadi bertanya.
*Baiklah! Aku akan segera menelponmu kalau aku sudah dapat infonya."
Ibu, eh Kak Ratna punya nomor ponselku?" Mukanya memerah, matanya berbinar tapi langsung terhenti saat mendapat delikan sewot dari Ratna.
"Jangan geer! aku bisa melihat nomor ponselmu di data pegawai!" Panji garuk-garuk kepala tertangkap basah, sekarang keberuntungannya hilang. Melihat tingkah Panji Ratna tersenyum geli, iamemandang wajah Panji, dalam hatinya, Ratna menilai kalau Panji cukup tampan, badannya juga atletis, ada lesung pipit di pipinya yang akan membuatnya sangat menawan bila tersenyum, sayang sekali tidak ada alasan untuk membuat Panji tersenyum akhir-akhir ini.
"Kupikir Akhirnya aku beruntung hari ini, ada gadis cantik yang menyukaiku, biarlah aku rugi-rugi sedikit kalau kak Ratna menyukaiku, " Panji mengerling sebelah matanya kepada Ratna yang disambut tatapan galak Ratna.
"Kamu rugi sedikit! Aku rugi banyak! Ratna menyahut candaan Panji dengan nada sewot lalu keduanya tertawa.
" Dasar lelaki! Semuanya sama! Tidak boleh lihat jidat licin! Ada kesempatan sedikit langsung sikat!" Ratna mencibir sambil tertawa.
"Itulah mengapa aku tak mau pacaran sama laki-laki!" Panji membalas sindiran Ratna, keduanya kembali tertawa.
"Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya Panji?" Kali ini Ratna bertanya dengan penuh perhatian.
"Entahlah, aku tak tahu harus berbuat apa!"
"Sebaiknya kamu coba temui orangtuamu, mungkin mereka lebih tahu tentang kondisimu."
Ratna benar, ia memang harus menemui kedua orangtuanya, namun mengingat ibunya yang sedang dirawat di panti dan bapaknya dipenjara, membuat ia tak tahu harus bagaimana menghadapinya.
" Baiklah, aku akan pulang menemui orangtuaku." Setelah lama hening akhirnya Panji memutuskan untuk pergi menemui orangtuanya. Ia sebenarnya enggan kembali kekampung halaman yang sudah memberikan kenangan pahit dimasa remajanya, namun ia juga sangat rindu ingin bertemu ibu dan adiknya setelah hampir setahun tak bertemu. Ia berharap ibunya sudah lebih baik kesehatannya, seketika muncul perasaan bersalah dalam hati Panji karena selama ini ia telah mengabaikan ibunya.
Mendengar jawaban Panji, Ratna tersenyum, namun kegelisahan diwajah Panji tertangkap oleh matanya, ia mengeluarkan ponsel dari tasnya, kemudian mengetikan sesuatu, tiba-tiba suara ponsel Panji berbunyi. Panji terperangah menatap wajah Ratna, Ratna hanya tersenyum, senyumnya laksana bunga mawar yang baru saja mekar, senyum yang terindah yang pernah dilihat Panji.
"Ini tak perlu, aku masih punya uang sisa gajiku!" Panji mencoba menolak.
" Terimalah, aku tahu kamu membutuhkannya, lagi pula itu bukan dariku, dari Pras!"
Panji hanya bisa garuk-garuk kepalanya lagi mendengar ucapan Ratna, memang sisa gajinya sudah sangat menipis, uang lima juta bisa membantunya pergi kesana kemari mencari informasi yang dibutuhkan.
"Terima kasih banyak, aku pasti akan mengembalikannya!"
"Hadeh, Tetap aja egonya yang bicara!" Ratna menggelengkan kepalanya mengejek Panji sambil tersenyum geli, Panji kembali garuk-garuk kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments