Kembali Ke TKP

Setelah Panji selesai makan keduanya berbincang, Pak Rosyid namanya, salah satu warga senior dikomplek itu yang umumnya diisi oleh pasangan muda. Pak Rosyid bekerja sebagai supir pribadi seorang pengacara, diwaktu liburnya dialah yang membaktikan waktunya untuk mengurus musholla. Merasakan keramahan Pak Rosyid, Panji bercerita sedikit tentang dirinya, walaupun ia tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya mengapa ia sampai terluka dan menginap di gudang musholla. Pak Rosyid merasakan keresahan yang sedang dialami Panji.

"Kalau kamu memang belum ada tujuan tinggallah disini, paling tidak sampai luka-lukamu sembuh, tidurlah di Musholla, tidak usah di gudang, nanti saya sampaikan kepada sekurity disini tentang keberadaan kamu. Ukuran badan kamu kelihatannya pas sama anak saya, nanti saya suruh anak saya memberikan beberapa pakainnya untuk kamu."

"Bapak tidak curiga sama saya? Mungkin saja saya pengedar narkoba atau buronan yang sedang sembunyi dari kejaran polisi," Panji yang dari awal merasa heran dengan sikap pak Rosyid, akhirnya bertanya.

Pa Rosyid menepuk pundak Panji.

"Awalnya iya, tapi aku memperhatikannmu dari semalam saat kamu sholat Isya sendirian, sampai tadi kamu membersihkan musholla, tidak ada orang jahat yang masih sempat membersihkan musholla padahal kamu bisa saja pergi begitu saja, Aku hanya melihat seorang anak muda yang sedang putus asa! Aku senang melihat anak muda yang punya masalah tapi malah mencari Tuhannya! Jangan khawatir akan masa depanmu Panji, Tuhan pasti akan menunjukan kamu jalan."

Hati Panji menjadi sedikit bersemangat, ia memang masih bingung hendak kemana, niat awalnya tadi mau kembali ke kosannya mengambil pakain dan barang-barang lainnya. Keinginannya juga untuk mencari tahu bagaimana kondisi terakhir manajernya setelah tak sadarkan diri terkena pukulannya. Namun keduanya tak mungkin bisa ia lakukan hari ini. Akhirnya Panji hanya bisa mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada Pak Rosyid.

Setelah dua hari tinggal dimusholla, selama disana ia tak lupa melantunkan adzan setiap waktu sholat. Panji juga membersihkan rumput-rumput liar yang ada di sekitar musholla. Siang ini Panji sudah berada di seberang jalan tempat ia bekerja. Ia mengamati dari halte tak jauh dari seberang kantornya, ia berharap ada temannya yang bisa ia minta informasinya untuk mencari tahu kondisi terakhir dikantornya. Jam makan siang hampir berakhir tapi tak juga terlihat seseorang yang ia kenal keluar dari kantornya, Panji terus saja mengamati dari halte, tiba-tiba tangannya dicekal oleh seorang.

"Akhirnya tertangkap kau! Ikut kami ke kantor!" Suara laki-laki berbadan besar dengan penuh kepuasan sambil mencekal tangan Panji kebelakang, Ternyata keberadaan dia sudah diketahui para security. Mereka diam-diam menyergap Panji dari belakang. Panji hanya bisa pasrah ketika kedua security mengapit dan mencekal kedua tangannya memaksa ia berjalan, ketika mereka hampir menyebrang tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara yang menahan mereka.

"Tunggu! Tinggalkan dia disini! Kalian kembalilah tugas ke kantor!" Suara itu ternyata berasal dari seorang wanita yang ada di belakang mereka. Wanita itu berkata dengan tegas.

Kedua security tadi berbalik melihat siapa yang memerintahkan mereka, setelah mengetahui siapa wanita tadi keduanya saling memandang,mereka merasa bimbang.

"Maaf Bu Ratna, tapi perintah Pak Burhan adalah tangkap orang ini untuk diserahkan ke kantor polisi!" Salah seorang berkata dengan tegas mencoba menghilangkan keraguannya.

"Pak Burhan sudah menyerahkan urusan ini kepada saya, apa kalian tidak lihat hari ini Pak Burhan sudah masuk Kerja?" Nada suaranya semakin tinggi matanya melotot memandang kedua sekurity tadi dengan tajam.

Bu Ratna adalah salah satu staff di kantornya Panji. Panji bahkan belum mengenal beliau sebesar apa pengaruhnya buat mereka, apalagi melihat penampilan Buu Ratna yang masih terlihat sangat muda, mungkin perawatannya yang luar biasa hingga tampak muda, ia sangsi kedua sekurity tadi melepasnya. Kedua sekurity tadi masih bimbang menghadapi sorotan mata tajam Bu Ratna. Setelah berbisik-bisik sebentar keduanya saling menganguk dan melepas tangan Panji.

"Baiklah Bu! Anak ini Kami serahkan kepada Ibu Ratna!" Keduanya mengangguk kepada Bu Ratna dengan sikap hormat lalu meninggalkan keduanya menuju kantor.

Ibu Ratna masih terus mengamati keduanya hingga keduanya sudah menyeberang jalan dan tiba di kantor mereka.

"Kamu! Ikut Saya!" Panji yang masih tak percaya dilepas oleh kedua sekurity tadi terlonjak mendengar perintah Bu Ratna, ia tak berani memandang wanita itu. Bu Ratna berjalan tergesa, Panji mengikutinya dari belakang, setelah berjalan agak jauh dan tersembunyi, Bu Ratna baru menghentikan langkahnya, ia masuk ke sebuah warung kopi dan mempersilahkan panji duduk didepannya

"Kamu sudah gila ya? Mau apa kamu malah datang kesini? Untung saja aku tadi keluar kantor untuk makan siang, kalau aku tak melihat kejadian tadi habislah kamu!" Wanita itu melabrak Panji dan memarahinya habis-habisan. Panji hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, wajahnya masih menunduk. Ia memberanikan diri untuk bertanya.

"Bagaimana kondisi Pak Burhan Bu?" Kalimat itulah yang akhirnya keluar dari mulut Panji.

Bu Ratna menghela napasnya, ia masih memandang Panji, kali ini tatapannya lebih lembut, ia tersenyum geli melihat Panji yang sekarang sangat putus asa dan pasrah akan nasibnya.

"Pak Burhan sudah sembuh, Pak Burhan sudah masuk kerja hari ini."

Panji memandang bu Ratna dengan mulut terbuka seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Sudah sembuh?" Panji mengulangi pertanyaannya masih dengan sorot mata tak percaya.

"Iya sudah sembuh, bahkan yang membuatku bingung beliau malah tampak lebih sehat dari sebelumnya. Kau tahu kan? Pak Burhan selalu terlihat pucat, seperti menahan sakit, makanya ia selalu marah-marah ketika ada sedikit saja yang salah. Tapi hari ini sangat berbeda. Ia tampak sangat segar, wajahnya terlihat cerah, sepanjang hari ia begitu gembira.

"Alhamdulillah kalau begitu, lalu bagaimana nasib saya di kantor Bu?" Panji mengharap keberuntungannya.

" Sayangnya surat pemutusan kerjamu sudah dibuat sehari setelah pemukulan itu, kamu sudah tidak bisa bekerja lagi disana, aku tak bisa bantu, maaf sekali Panji," Kali ini suara Bu ratna bergetar lemah.

"Tak apa Bu memang sudah jalanku harus begini," Panji menjawab mencoba optimis walaupun hatinya meringis seperti luka terkena jeruk nipis.

"Kamu tak mengenalku Panji?"

" Maaf bu, saya baru dua bulan disini, saya tak tahu Ibu bekerja sebagai apa di sana, maaf kalau saya lancang!" Panji memohon.

"Bukan itu maksudku! Bukan aku di kantor! Sebagai aku pribadi apakah kamu mengenalku?"

Sekarang Panji memandang Bu Ratna dengan heran, ia mencoba mengamati wajah Bu Ratna namun ia tak berhasil mengenali wajahnya, Panji menggeleng.

"Kau ingat Prasetyo, teman sekolahmu dulu?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!