Mommy Nadya sudah menangis sedari tadi. Dari dekat pintu rawat inap Zaina berada dia menatap tubuh anak semata wayangnya yang masih terbaring di sana dan masih memejamkan mata sedari tadi. Tanpa ada niat untuk bangun sama sekali.
"Nak ... mommy sama daddy membiar kan kamu untuk menjalani hidup sendiri bukan untuk kayak gini."
Beberapa menit yang lalu, mereka yang udah membawa anaknya ke rumah sakit sampai Zaina di periksa di sana. Mereka udah menunggu dengan tegang. Takut kalau anak mereka mengalami suatu hal yang nggak mereka tahu.
Sayangnya,
Dokter keluar membawa kabar yang bahkan nggak pernah mereka bayangin sama sekali.
"Selamat ... anda akan menjadi seorang nenek dan kakek, karena anak anda sedang hamil. Untuk saat ini tubuhnya sedikit kurang vit. Oleh karena itu, pihak kami menyarankan untuk merawat di rumah sakit lebih dulu. Bagaimana?Jika bersedia silahkan urus administrasi terlebih dahulu.”
Hancur dunia dua orang itu, walaupun begitu Momy Nadya sama Daddy Zidan berusaha bahagia dan meminta dokter itu untuk mengurus anaknya itu dengan baik. walau setelah dokter itu pergi, mereka saling berpelukan dengan mommy Nadya yang sudah menangis.
"Mas ... mimpi apa aku semalam sampai tahu hal ini. Perbuatan buruk apa yang aku lakukan di masa lalu sampai anak kita ngelakuin hal nggak baik. Lakuin hal yang benar-benar kita larang."
Daddy Zidan hanya berusaha sabar, walau di dalam hatinya udah menangis.
"Gagal aku jadi seorang ayah. Aku benar-benar gagal mengurus anak aku sendiri. Aku gagal."
***
Mommy Nadya melangkah mendekat ke arah kasur dan duduk di samping Zaina yang mulai membuka mata. Anak itu menoleh ke kanan dan ke kiri lalu ikut menatap bingung sama tatapan mommy nya yang terus memandang ke arahnya tanpa memalingkan wajahnya.
Ia menyentuh keningnya yang tiba-tiba berasa pusing sesaat bergerak dengan tiba-tiba.
"Mommy? Kenapa aku bisa di sini?" tanya dia dengan pelan lalu segelintir ingatan tentang kejadian tadi membuat dia bungkam. "Oh iya mommy, sebelum ke sini. Tadi aku muntah terus dan tiba-tiba lemas aja gitu. Kenapa ya akhir-akhir ini sering pusing gitu. Mual banget kalau habis makan. Jangan bilang aku sakit sesuatu lagi?"
Mommy Nadya tersenyum sendu dan mulai membelai rambut sang anak.
Ia ingin marah, tapi semuanya nggak akan bisa mengembalikan anaknya jadi seperti dulu kan? Sebelum anaknya itu terkena pergaulan bebas tanpa ia tahu?
Jadi untuk apa marah?
Hanya buang-buang waktu saja.
Mommy Nadya menatap anaknya masih dengan tangan terus mengusap rambut tebal Zaina, "sayang ... kamu tahu kan, mommy sama daddy sayang banget sama kamu? Kamu selalu merasa kalau mommy sama daddy egois karena nggak pernah mau mengikuti apa mau kamu. Tapi kamu tetap tahu kan kalau kami sayang sama kamu?"
Perasaan Zaina berangsur nggak enak.
Mommy nya benar-benar membuat hati dia jadi bergetar. Zaina mengerjap, supaya tidak menangis.
"Aku tahu ... kenapa mommy ngomong kayak gini?"
Suara pintu terbuka dan daddynya masuk dengan senyuman tipis. Tapi Zaina merasa ada yang beda dari senyumannya itu. Dia benar-benar merasa nggak enak sesaat daddynya ikut duduk di samping dirinya membuat Zaina langsung ikut duduk dengan bantuan mommy Nadya.
"Ini pada kenapa ya? Mommy sama daddy kenapa kelihatan sedih kayak gini? Aku nggak sakit yang aneh kan?"
Mommy Nadya menggeleng dengan tertawa pelan.
"Tidak ada apa-apa sayang. Mommy sama daddy jadi kepikiran aja karena kita memang kurang kasih waktu sama kamu. Kita kurang memiliki waktu bersama, mengukir kenangan yang bahkan nggan pernah kita lalui, bukan? Kamu pernah ingin hal ini kan? Apa sampai sekarang kamu masih mau hal ini lagi? Atau sudah lupa?"
Zaina menggeleng.
"Aku nggak mungkin lupa sama impian aku sendiri. Tapi kenapa tiba-tiba banget kayak gini?"
Tiba-tiba daddynya menggenggam tangan Zaina, membuat tubuh Zaina terkejut sebentar. Karena jarang daddy nya itu memberikan skinship yang kayak gini. Dia kemudian menolah dan natap mata sang daddy.
"Anak daddy tersayang ... mungkin selama ini kamu mengira daddy itu keras dalam merawat kamu. Daddy itu egois karena terus saja menginginkan kamu untuk melakukan yang daddy mau. Daddy itu jahat karena nggak pernah mau dengar suara kamu. Bahkan daddy seperti seorang ayah yang nggak bertanggung jawab karena terus kerja dan nggak pernah menghabiskan waktu sama anak dan istri sendiri."
Zaina menggeleng dengan cepat, "aku nggak pernah mikir sampai sejauh itu, dad. Maaf juga karena dulu aku pernah mikir daddy egois. Tapi jangan kayak gini, aku jadi sedih. Ini mommy sama daddy bikin aku sedih kalau kayak gini."
"Kami jauh lebih sedih, nak."
Jawaban mommy nya membuat Zaina menoleh dan menatap dengan bingung sekali.
"Mommy! Ini ada apaan sih? Aku sakit berat ya?"
Daddynya yang tadi sedang serius langsung tertawa kecil. "Kamu ngomong apa sih? Daddy sama mommy yang lagi serius kayak gini, malah kami giniin ya. Bisa-bisanya kamu. Ini kami lagi berusaha untuk ungkapin apa yang ada di dalam hati kita dengan serius. Kenapa kamu malah mikir ke arah yang nggak seharusnya kamu pikirin?"
Zaina mengerucutkan bibirnya. "Lagian nggak biasanya mommy sama daddy kayak gini. Aku kan jadi takut sendiri."
Mommy nya sampai nggak habis pikir dengan pikiran sang anak yang seperti ini. "Intinya kamu tahu kan kalau kami selalu sayang sama kamu? Hari ini dan selamanya?"
Zaina mengangguk dengan cepat.
"Tahu dong! Mungkin mommy sama daddy juga ngerasa kalau aku jadi anak pembangkang. Tapi kadang-kadang aku masih merasa kalau mommy sama daddy itu rumah aku. Alias tempat aku untuk pulang kalau sedang nggak tahu arah."
Daddynya itu tersenyum.
Matanya terlukis jelas kalau dia udah kecewa, tapi Zidan belum mau bicara untuk sekarang. Setiap mau jujur, semua itu berakhir karena cuma tercekat di lehernya. Dia nggak sanggup melihat reaksi sang anak yang entah nantinya akan syok, bahagia, emosi, bahkan kecewa. Ia benar-benar nggak siap untuk melihat itu semua.
"Kalau kamu menganggap kami rumah, kenapa kamu tidak melakukannya dari lama? Kenapa kamu malah membuat kecewa mommy sama daddy? Salah apa kami, nak. Sampai kamu melakukan hal memalukan itu?"
Tangisan seorang mommy nya yang sama sekali nggak pernah Zaina dengar membuat anak itu mengerjap dan bingung.
"Ini kenapa? Aku kenapa? Aku ngapain sampai buat mommy sama daddy itu kecewa? Kenapa? Jelasin sama aku, jangan pada diam aja. Aku jadi bingung harus nyapa n," seru Zaina dengan panik sampai gemetar.
Daddy Zidan memejamkan mata dan menepuk puncak kepala anaknya.
"Kamu hamil, nak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments