Pov Raka
Keesokan paginya, Seperti biasa aku berangkat dengan Mbak Vira untuk Mengantar ke kantornya terlebih dahulu. sekarang aku sudah membulatkan tekad, menyatukan keyakinan, bahwa aku tidak akan berhubungan lagi dengan Devina. Aku tidak mau Hidupku sia-sia hanya untuk memikirkan hal yang tidak penting, karena apa yang ibu bilang itu tidak salah, sekarang aku harus fokus belajar kalau masalah pacaran itu nomor sekian.
Setelah mengantarkan Mbak Vira, aku melanjutkan perjalananku menuju sekolah. kebetulan tadi subuh hujan kecil turun, sehingga ketika ada matahari yang keluar menyinari Buana Panca Tengah, membuat tubuhku terasa hangat. suasana kota Jakarta terlihat sangat cerah, secerah harapanku yang sudah tidak mau mengenal lagi dengan apa yang namanya cinta.
Mobil-mobil terlihat berlalu Lalang, diselingi dengan motor motor yang sering menyalip. para warga Kota Jakarta terlihat sangat berbahagia ketika matahari terbit, karena seiring matahari terlihat, seiring pula dengan harapan-harapan untuk merubah kehidupan yang lebih baik.
Lama di perjalanan akhirnya aku sampai di pintu gerbang sekolah, terlihatlah para remaja yang menggunakan seragam putih abu yang memasuki halaman. ada yang membawa motor, ada yang jalan kaki, ada juga yang diantar oleh orang tuanya menggunakan mobil.
Para siswa-siswi SMA itu terlihat sangat riang dan bahagia, mungkin mereka belum mengenal apa yang namanya cinta dan bagaimana susahnya mencari kehidupan, seperti yang selalu diceritakan oleh Mbak Vira.
Setelah memarkir motor, Seperti biasa aku bergegas menuju mading sekolah untuk memajang hasil karya ciptaku dalam seni menulis, dalam seni merangkai kata, sehingga menjadi sebuah cerpen, meski sampai sekarang belum memberikan apapun dalam hidupku, tapi dengan menulis cerita setidaknya aku bisa berbohong tanpa dihakimi.
"Raka.......!" Panggil suara seorang wanita yang tidak asing di telinga. dengan segera aku pun menoleh ke arah datangnya suara, terlihatlah Devina yang Melambaikan tangan kemudian berjalan menuju ke arahku, di tangannya ada sebuah buku hitam, tapi aku belum tahu buku apa itu.
Sesampainya Devina di hadapan, aku hanya membuang muka seolah tidak bahagia dengan kehadiran mantan pacarku itu. karena aku sudah memutuskannya hari kemarin, aku adalah lelaki yang berintegrasi, tidak akan pernah menjilat ludah yang sudah dijatuhkan.
"Kenapa mukanya ditekuk, masih marah ya sama aku?" tanya Devina sambil mengulum senyum.
"Ada apa lagi Devin, Kita kan sudah putus." jawabku dengan sedikit malas, kalau tidak kasihan Aku ingin segera pergi meninggalkan tempat itu.
"Jutek amat sih, jadi cowok. kayak perempuan lagi menstruasi aja." ujar Devina tanpa membiaskan senyum dari bibirnya.
Pagi itu Devina terlihat sangat bahagia, berbeda dengan hari kemarin ketika aku tinggalkan di depan gerbang rumahnya, dia yang terlihat bersedih setelah aku diputuskan.
"Ada apa?" ujarku dengan wajah datar mengulang pertanyaan, Aku ingin segera menyelesaikan apa yang harus diselesaikan.
"Nggak ada apa-apa, aku kan sudah berjanji kalau aku akan menjadi lebih baik, aku tidak akan membuatmu bete lagi, aku tidak akan membuatmu pusing lagi, aku akan menjadi perempuan yang akan selalu mengertikanmu, yang selalu memanjakanmu, menyayangimu setulus hati." ujar Devina membuatku mengerutkan dahi menerka-nerka apa yang tadi ia makan.
"Kenapa bengong?" tanya Devina sambil lenggak-lenggok Mbak batok Supra yang kehilangan bautnya.
"Nggak, kamu kesambet apa atau kamu tadi pagi sarapan apa?"
"Raka......! apaan sih Kok kamu tega ngomong seperti itu. Aku nggak salah makan, aku nggak kesambet. aku mau berubah demi kamu. Oh iya ayo kita duduk dulu.....!" ajak Devina sambil menarik tanganku, menuju salah satu bangku yang ada di lorong sekolah.
Awalnya aku menolak tarikan itu, namun Devina memperkuat tarikannya, sehingga aku pun mengalah mengikuti kemauannya. setelah kita berdua duduk Devina pun menatap wajahku dengan lekat, senyumnya tidak terlepas sama sekali dari wajahnya yang terlihat sumringah, menandakan bahwa hari itu dia sangat baik, atau mungkin dia masih menganggap perkataanku kemarin Iyalah Bualan belaka.
"Mau apa, aku harus buru-buru ke kelas, soalnya belum mengerjakan PR." Tanyaku dengan Ketus mencoba kabur darinya.
"Ah, nggak mungkin kamu kan bukan orang yang suka menunda-nunda pekerjaan, Aku punya sesuatu buat kamu," jawab Devina membuatku melirik ke arahnya merasa penasaran dengan apa yang hendak Ia berikan, dan merasa aneh dengan sikapnya yang tidak pernah mau mengalah.
"Nih....!" lanjut Devina sambil menyerahkan Buku Hitam yang tadi ia bawa.
Dengan malas aku pun menerima buku itu, lalu membuka ingin mengetahui isi di dalamnya. tapi ternyata buku itu adalah buku kosong, Kalau dilihat dari sampulnya buku itu buku yang sangat elegan, tapi ternyata di dalamnya hanya kosong tanpa isi. mungkin benar menurut pepatah Jangan melihat dari sampul bukunya, walaupun sampulnya terlihat elegan tapi di dalamnya hanya kosong melompong tidak ada isi.
Setelah membuka beberapa halaman dan yang terlihat hanya putih bersih tidak ada satu goresan tinta pun. aku kembali menatap ke arah Devina seolah bertanya untuk apa Dia memberikan buku seperti ini.
"Mulai sekarang, kalau kamu lagi bete. kalau kamu lagi galau, lagi cemas, lagi pusing. kamu bisa menulis semuanya di sini!" ujar Devina seolah mengerti dengan isyaratku, dia menjawab semua pertanyaan yang ada di benakku.
"Yang ada di sini, sama di sini, kamu tuangkan di sini....!" lanjut Devina sambil menunjuk ke arah kepala, lalu ke dada diakhiri dengan menunjuk ke buku.
"Jangan dipendam sendiri ya....! nanti stress loh," ujarnya lagi dengan nada lembut selembut pelembut kain sutra, wajahnya terlihat berseri menunjukkan kekaguman. dia berbicara sambil memandangku penuh arti, pandangan kekaguman yang sudah lama menghilang.
Melihat Devina yang tiba-tiba berubah menjadi Manis Manja seperti ini, aku tidak senang sedikitpun, yang ada aku semakin Takut melihat sikap Devina yang sangat menyeramkan. karena gadis ini dia sangat labil, Devina bisa tiba-tiba marah, mengomel bahkan sampai seperti hendak menelanku bulat-bulat, tapi seketika pula dia bisa berubah menjadi baik, manis, bak Bidadari yang baru turun dari kayangan.
"Aku tidak boleh tertipu, aku tidak boleh terpancing, aku tidak boleh terjatuh yang kedua kali dalam lembah kesesatan." gumamku dalam hati sambil melirik ke arah wajah Devina yang dihiasi dengan senyum, membuatnya semakin terlihat seram seperti seorang psikopat yang sedang bermain dengan korbannya.
"Hehehe, Terima kasih ya.....!" ujarku Sambil mengulum senyum semu untuk menyembunyikan kegetiran yang ada di dalam hati. melihat Devina yang tiba-tiba berubah menjadi baik, membuatku bukan menjadi senang, tapi itu Semakin Membuatku menjadi takut. karena Devina adalah wanita yang cepat sekali marah dan cepat sekali baik, seperti orang yang memiliki kepribadian ganda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments