Cinta Raka Vol. 2
Pov Raka
Semenjak hari itu hubungan kita pun mulai kembali terasa mengasikan. namun sayang setelah seminggu dari kejadian Devina berubah, dia mulai menunjukkan tanda-tanda keegoisannya kembali, dia mulai sering mengirimiku pesan ketika aku tidak sempat membalasnya atau meneleponku berkali-kali ketika pesan yang dikirimnya tidak kunjung aku balas.
Benar apa yang dikatakan oleh Tio, bahwa wanita itu tidak akan berubah seutuhnya, karena sudah menjadi tabiatnya sehingga akan susah untuk dirubah. Bahkan aku merasa bahwa Devina sekarang sangat keterlaluan, karena hampir setiap saat ketika tidak ada pelajaran, Devina selalu menghampiri mengikuti Kemanapun aku berjalan, Seolah aku tawanan yang dijaga ketat karena takut melarikan diri.
Semakin hari rasa bosan dan rasa kesal pun semakin memenuhi kepalaku, sehingga akhirnya tiba di suatu hari, ketika kita berjalan menuju parkiran untuk pulang bersama.
Otaku yang merasa kesal dengan sikapnya yang sangat menjengkelkan, sehingga sama sekali aku tidak menyahuti pembicaraan Devina yang terus nyerocos seperti ikan mas dimasukin ke dalam penggorengan.
"Hai Raka, Kamu tahu nggak Hari ini aku senang banget deh. soalnya nilai aku tuh paling bagus di kelas. ternyata giat dalam belajar itu nggak sia sia yah Raka.....!" ujar Devina sambil melirik ke arahku, di tangannya ada es krim yang sedang dia jilat, mungkin sebelum pulang tadi dia membeli makanan itu di kantin yang belum tutup.
"Iya," jawabku singkat karena sudah bosan dengan Devina yang selalu membanggakan diri dengan apa yang ia capai, seolah menganggap aku adalah pria paling bodoh yang tidak bisa mendapatkan prestasi.
"Makanya kamu juga harus giat belajar, agar nilaimu bagus dan kita bisa samaan."
"Samaan dalam hal?"
"Dalam nilai Baguslah Raka......, jadi orang-orang akan menganggap bahwa orang cerdas akan memiliki pacar yang cerdas, itu kan sangat membanggakan Raka."
"Oooooh," tanggaku sambil membuang muka.
"Kamu nggak bangga apa kalau hubungan kita dipuji oleh orang lain, karena kita adalah siswa-siswi berprestasi di sekolah."
Aku tidak menjawab pertanyaan bodoh itu, aku terus melangkahkan kaki menuju ke parkiran untuk mengambil motor.
"Coba kamu bayangkan kalau kita sama-sama berprestasi, nanti hubungan kita akan bisa di banggakan di kemudian hari. bahwa kita pernah berpacaran dengan orang yang sangat cerdas di sekolah ini, kamu harus giat belajar ya...! agar nilaimu bagus juga." ujar Devina yang terlihat menggurui seolah Dia adalah segalanya.
Aku hanya menarik nafas dalam, namun langkah kakiku terus berjalan menuju ke parkiran, Sesampainya di sana dengan segera Devina pun mendahului lalu menghentikan langkahku.
"Raka.......!" teriaknya sambil menghentikan tanganku yang mau mengambil helm untuk dirinya.
"Iya kenapa?" jawabku sambil membalas tatapan Devina, namun dengan wajah yang sangat lesu.
"Kalau pacar kamu sedang berbicara, Tolong dengarkan dong, jangan diam saja seperti batu......!" gerutu Devina yang kembali ke mode awalnya, dia sangat hobi memarahiku walaupun di hadapan orang.
"Dari tadi kan aku mendengar ucapanmu Devin."
"Ya jangan diam lah, tanggapin apa. jangan sampai kamu terlihat seperti anak kecil," lanjutnya lagi.
Aku hanya melepaskan tangan dari helm yang ku pegang, kemudian membalikkan tubuh seolah sedang mencari sesuatu, karena berbicara dengan Devina rasanya sangat menjengkelkan, kalau dia bukan seorang wanita mungkin aku sudah menerkamnya bulat-bulat.
"Raka....! kalau ditanya jawab dong." teriak Devina dengan menaikkan intonasi suara, sehingga membuat para siswa yang sedang mengambil motornya menatap ke arahku, rasanya sangat malu bahkan pipiku terasa sangat memerah.
Diawali menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar, aku merebut es krim yang ada di tangannya kemudian melahap es krim itu sampai habis tak tersisa, mengekspresikan rasa jengkel yang sudah memenuhi dada.
Devina yang terkaget hanya menatap melongok ke arahku, Mungkin dia tidak percaya dengan apa yang aku lakukan. namun itu tidak lama, karena dia mengukir senyum menyebalkan di wajahnya.
"Ya ampun Raka, Raka....!" kamu tuh ngomong kalau kamu lapar. dari tadi diam itu ternyata kamu lapar?" ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala membuatku menghentikan kunyahan tidak mengerti dengan apa yang ada di otaknya. apa dia tidak bisa membedakan mana orang yang lagi marah, mana orang yang lagi lapar.
"Sebentar ya aku beli dulu es krimnya, Kamu tunggu di sini." ujarnya sambil kembali lagi ke dalam sekolah hendak menuju kantin membuatku semakin melongok melihat tingkah lakunya. Mulutku terbuka dengan lebar, tanganku mengepal dengan begitu erat, memperhatikan Devina yang sudah tak terlihat lagi.
Aku menghembuskan nafas pelan, kemudian duduk di motor ingin rasanya pergi pulang, tapi aku masih memiliki hati nurani karena tidak mungkin aku meninggalkan dia sendirian, sedangkan sopirnya tidak akan menjemput karena sudah diberitahu.
Aku mundar mandir di dekat motor yang sudah Terlihat agak sepi, hanya tinggal beberapa motor saja yang terparkir karena semua siswa sudah kembali pulang ke rumahnya masing-masing. mungkin motor yang tersisa adalah motor siswa yang sedang melakukan ekstrakurikuler. baik itu Pramuka, P3K atau kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Lama menunggu akhirnya Devina pun datang dengan membawa es krim di tangannya, bahkan terlihat ada beberapa cemilan ringan yang ia bawa.
"Nih, buat kamu dan ini buat aku." ujarnya sambil menyerahkan es krim.
"Aku nggak lapar Devin."
"Terus kenapa tadi Kamu rebut es krimku, Bukannya kamu lapar, Ayo makan!"
"Ya ampun Devin, aku nggak lapar, aku cuma kesal aja."
"Kesal kenapa, salah ya aku membelikan kamu es krim. Maafin aku ya kalau aku sok tahu," ujarnya sambil merubah raut wajah dengan sangat menyedihkan, membuatku semakin kesal Bukannya dia menyelesaikan masalah malah bersembunyi dengan wajah yang memelas.
"Ini ambil....!" lanjutnya lagi sambil mendekatkan es krim yang ada di tangannya ke hadapanku.
"Aku tidak mau es krim Devin."
"Kenapa sih kamu nggak menghargai pengorbananku yang sudah rela kembali lagi ke kantin, hanya untuk membelikan makanan untukmu yang lapar. kamu tega Raka.....!" ujarnya sambil merubah kembali raut wajahnya yang sangat menyebalkan, matanya membulat seolah menebar ancaman.
Sebelum mengambil makanan dari Devina, aku pun menarik nafas terlebih dahulu lalu memasukkan semua es krim ke dalam mulut bersama corong-corongnya.
"Pelan-pelan dong makannya, makan es krim itu tidak enak kalau di Lahap seperti itu, es krim enaknya dijilat dan dinikmati."
"Telat...! sudah habis,"
"Yah....., kamu masa makan es krim aja harus diajarin sih, gimana mau menjadi pasangan terfavorit di sekolah kalau kamunya seperti itu." ujarnya sambil menyandarkan tubuhnya ke motor.
"Ayo pulang, nanti keburu hujan." Ajakku mengalihkan pembicaraan.
"Tunggu dulu aku mau menghabiskan es krim, karena kalau dibawa ke rumah nanti meleleh. Lagian kamu makan es krim kayak orang kesambet, makan es krim tuh kayak gini." ujarnya sambil mengecup ujung es krim dengan ujung lidahnya.
Devina terus mengomel sambil menunggu es krim yang ada di tangannya, rasanya sangat lama seperti sudah bertahun-tahun. aku berada di tempat itu melihatku hanya diam, Devina semakin menaikkan intonasi suara dan omelan-omelannya agar aku bisa menjadi orang yang dia inginkan.
"Sudah habis kan es krimnya, Ayo kita pulang!"
"Buru-buru amat sih Kak, nanti kita mampir dulu ya."
"Mampir ke mana, Aku sudah ada janji sama keluarga di rumah, jadi kita harus cepat-cepat pulang ke rumah kamu."
"Jadi kamu lebih mementingkan keluarga daripada aku."
"Iya, iya, kamu mau ke mana. Ayo aku antar....!" jawabku yang bingung harus berkata apa lagi.
"Tapi kalau gak ikhlas mendingan nggak usah deh. Ayo kita pulang saja...!" ujarnya sambil menekuk wajah kemudian naik ke motorku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments