Pov Raka
Aku mengambil helm, lalu mau mengenakan ke kepala Devina. namun dengan segera pacarku menolaknya, dengan mendengus kesal dia memakai helmnya sendiri.
"Sudah gua juga bisa sendiri kok.....!" ketusnya dengan muka masam.
Aku hanya menarik nafas dalam semakin tidak mengerti dengan sikap Devina. tanpa berpikir panjang aku pun naik ke atas motor, lalu menyalakannya. tak lama motor pun melaju membelah panasnya kota Jakarta yang tak kalah panas dengan hatiku yang sedang berada dengan Devina, dia berubah menjadi baik hanya seminggu, sekarang sikapnya udah mulai menyebalkan.
Motorku terus melaju menyalip kendaraan yang berjalan dengan lambat, agar aku bisa cepat sampai ke rumah Devina dan secepatnya pulang ke rumah, untuk mengistirahatkan otaku yang terasa mengepul. Sesampainya di depan rumah Devina aku menghentikan motor, lalu pacarku pun turun dan membuka helmnya.
"Terima kasih ya sudah mau mengantarkanku pulang," ujarnya sambil mengulum senyum membuat kepalaku semakin terasa gatal.
"Iya.....!" jawabku sambil memasangkan tali helm dengan wajah datar tak menghiraukan perkataan Devina.
"Kamu kenapa sih?" tanyanya Mungkin dia baru sadar dengan perubahan wajahku hari ini.
"Hah......!" tanggapku singkat.
"Diajak ngomong dari tadi pas di sekolah, kamu hanya nyautin seperlunya. Kalau ada masalah itu ngomong jangan kayak gini, jangan diam-diaman seperti anak kecil yang mau permen." ujarnya yang membuatku memalingkan wajah. Rasanya malas untuk menanggapi pembicaraan Devina yang hobinya marah-marah ngedumel tidak jelas.
"Heran deh sama kamu, apa kamu nggak percaya curhat sama aku, cerita sama aku. Kamu sudah nggak nganggap aku sebagai pacar kamu, begitu Iya, nggak nganggap ya, Iya?" tanyanya sambil mendekatkan wajah ke arahku.
Aku hanya bisa menggigit bibir sedikit, kemudian membalas tatapan Devina. "udah udah ngomongnya, Udah marah-marahnya....?" Tanyaku sambil melepaskan helm kemudian aku berdiri di hadapannya seperti hendak meladeni kelakuannya yang bar-bar.
Melihatku turun dari motor, Devina tidak menjawab. Dia hanya menatap heran ke arahku, mungkin di benaknya dipenuhi dengan pertanyaan atau dia sedang mengumpulkan kata-kata untuk memarahiku kembali.
"Udah selesai ngomelnya?" Tanyaku dengan nada sinis.
Devina tidak menjawab sehingga keadaan sekitar menjadi Hening, hanya angin yang terdengar menerpa bunga-bunga yang berada di depan rumah.
"Devin aku capek, dan aku mau kita putus....," lanjutku di tengah keheningan itu, rambut Devina yang di cempol terlihat tertiup oleh angin, tangannya memegang tali tas yang melingkar di dekat dadanya.
Aku memberanikan diri berbicara seperti itu, karena aku sudah tidak sanggup lagi dengan sikap Devina yang seperti anak baru keluar dari rahim ibunya. Hari ini aku memutuskan bahwa aku tidak akan tertipu lagi dengan apa yang akan dia lakukan, Walaupun dia mengeluarkan wajah melas meminta dikasihani, tapi sekarang Raka Aditya Sudah memutuskan untuk tidak berbaik hati lagi. karena berhubungan dengan Devina bukanlah kebahagiaan yang aku dapat, melainkan kesengsaraan dengan tingkah lakunya yang sangat menyakitkan hati.
Devina mendapat perkataan seperti itu, dia pun terdiam namun lama-kelamaan senyumpun hadir di wajahnya, Mungkin dia menganggap bahwa perkataanku hanya sebatas bualan belaka.
"Nggak usah bercanda deh..! hahaha, nggak lucu tahu." ujarnya dengan menundukkan pandangan tidak berani lagi menatap wajahku.
"Aku serius Devin....!" jawabku seketika membiaskan senyum Devina, kemudian wajah itu mulai menatap kembali ke arahku, sehingga aku dengan segera mengeluarkan unek-unek yang sudah lama bersarang di dalam kalbu.
"Sudah dua bulan aku pacaran sama kamu Devin, dan dua bulan itu aku mencoba ngertiin kamu. tapi sampai saat ini aku tidak mengerti ngerti dengan sikap kamu, Aku nggak ngerti dengan sikap kamu yang over dramatis, sama sikap kamu yang selalu ngambek, sama sikap kamu yang minta selalu diperhatiin, selalu minta dimanjain dan kamu selalu merasa seolah-olah dunia ini milik kamu Devin," ujarku membuat Devina semakin terdiam membuatku semakin leluasa.
"Devin aku memang pacar kamu, tapi aku masih punya kehidupan yang lain, aku masih punya teman-teman, dan aku masih punya kegiatan-kegiatan yang banyak yang harus aku urusin, bukan hanya kamu doang. Devin, kamu tuh egois tahu nggak Devin."
Ujarku yang merasa puas dengan semua yang aku utarakan, karena perkataan itu sudah lama ingin aku ucapkan namun Baru kali ini aku bisa berbicara seleluasa itu, keadaan di depan halaman rumah Devina pun menjadi Hening kembali hanya suara Deru angin yang menerpa dedaunan, ditambah sesekali suara motor yang kebetulan melewati jalan.
"Ini semua salah aku ya?" tanya Devina Setelah lama terdiam, Dia terlihat ragu-ragu ketika berbicara seolah takut salah berucap.
"Terus salah siapa lagi?" jawabku tidak terlalu menggebu-gebu seperti tadi.
"Terus kamu beneran mau putus?" lanjut pertanyaannya sambil menatap ke arah wajahku, dengan segera aku pun menganggukan kepala sebagai jawaban keseriusan dengan apa yang aku bicarakan dengan dirinya.
Devina pun menundukkan wajahnya yang lesu, poninya hampir menutupi matanya yang terlihat mengembun. namun dengan segera aku menguatkan diri agar kejadian dua minggu yang lalu tidak terulang lagi, di mana aku terbujuk dan tertipu oleh keluguannya, sehingga aku terjatuh ke lubang yang sama.
Sebelum berbicara Devina terlihat menarik nafas dalam, kemudian menarik ingus Yang sepertinya mau keluar karena rasa pedih yang diakibatkan dari mata.
"Akuuuuuu nggak.....! Nggak mau putus," jawabnya sambil menggelengkan kepala, matanya semakin mengembun mungkin airnya sebentar lagi akan pecah.
Melihat Devina yang terlihat bersedih membuat hatiku mulai teriris, namun dengan segera aku menguatkan hatiku agar apa yang sudah aku jalankan tidak sia-sia, aku dengan segera membuang muka agar tidak tertipu Oleh wajah polosnya.
Setelah lama membuang wajah, aku pun menatap kembali ke wajah Devina yang kebetulan dia sedang menatap wajahku sehingga kedua pandangan pun beradu membuat hatiku sedikit meringis melihat wanita yang pernah singgah di Hatiku bersedih seperti sekarang, mata Devina mulai mengembun dengan cairan kesedihan Mungkin sebentar lagi akan tumpah.
"Raka.....!" Panggil Devina dengan suara lembut mengalahkan lembutnya Sutra, tak seperti biasanya ketika dia memanggilku dengan intonasi yang sangat tinggi, mengalahkan suara petir yang sedang mengelegar.
"Aku sayang banget sama kamu, sayang banget Raka.....!" ujarnya sambil meneteskan air mata yang sejak dari tadi tertahan, wajahnya berubah seperti hendak mau menangis, tangannya mengambil tangan kiriku yang dekat dengan dirinya. dia menggenggam tanganku dengan begitu erat, seolah dia tidak mau kehilanganku yang sudah memutuskannya.
Aku yang sejak dari tadi hanya membuang muka, melihat tanganku ditarik mau tidak mau wajahku kembali menatap wajahnya yang sudah basah dengan cairan kesedihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments