Pov Raka
"Aku tidak mau kita putus, sebelum ada kamu hidup aku gelap tanpa ada cahaya sedikitpun. Tapi semenjak kamu hadir Hidupku sangat berwarna dan Aku nggak mau kalau hidup aku gelap lagi," ujarnya dengan suara tersendat karena dibarengi dengan tangisan.
Melihat ada orang yang menangis, Entah mengapa tiba-tiba mataku merasa pedih, seolah latah dengan keadaan sekitar. yang bisa aku lakukan hanya membuang wajah, agar aku tidak terjatuh kembali dengan wajah sedihnya Devina.
"Aku minta maaf banget Raka....., kalau aku memang salah, tapi aku berjanji, aku nggak akan bikin kamu bete lagi, janji....!" lanjut Devina dengan suara parau.
Lidahku terasa kelu, mau berbicara lebih rasanya tidak tega melihat seorang wanita yang memelas seperti itu, Aku hanya bisa kembali mengelus dada yang terasa sesak, karena amarah yang sudah memenuhinya.
"Maafkan aku Devin, aku tidak bisa."
"Tolonglah Raka, kasih aku kesempatan untuk menjadi yang lebih baik untukmu, aku janji aku akan lebih mengerti kamu." pinta Devina dengan merapatkan kedua tangan di depan dadanya, matanya yang terlihat basah membuatnya semakin terlihat menyedihkan.
"Maaf Aku harus pulang, aku duluan ya....!" ujarku yang tidak tahu harus berkata apalagi, karena aku sedang berada di dalam dua pilihan. Kalau aku tertipu lagi, maka Hidupku akan terus sengsara tapi aku bukan orang yang tidak memiliki hati yang bisa mengacuhkan wanita bersedih seperti itu.
"Maafkan aku Raka, Kamu jangan marah lagi....," lanjut Devina sambil memegang kembali tanganku.
Dengan perlahan aku hempaskan genggaman tangannya, kemudian aku menatap lekat sekali lagi wajah pacar yang sebentar lagi akan menjadi mantan.
"Aku harus pulang, aku duluan." ujarku sambil berjalan mendekat ke arah motor, kemudian mengambil helm lalu mengenakannya. tanpa menunggu jawaban dari Devina aku menyalakan motorku lalu pergi meninggalkan Devina yang terlihat masih memanggil-manggil namaku.
Aku terus mengendarai motorku menuju arah jalan pulang, dengan membawa hati yang tidak karuan. di salah satu sisi aku sudah tidak mau berhubungan dengan makhluk yang bernama cewek, namun di sisi lain ketika tadi melihat Devina sangat memelas meminta belas kasihan hatiku tidak tega.
Ingin rasanya berteriak melepaskan semua Belenggu yang mengikat dada, memasung hati. kalau tahu dari awal bahwa jatuh cinta itu tidak seindah yang disairkan oleh para pujangga, semanis tutur kata para penyair, mungkin aku tidak akan sama sekali menginginkan hal itu, karena ternyata Mencintai atau dicintai seseorang, ketika sudah menjalin hubungan, perasaan itu tidak ada keindahan sama sekali. hanya satu atau dua minggu kita menikmati kebahagiaan itu, selanjutnya hanyalah pertengkaran dan pertengkaran, kegelisahan dan kegelisahan.
Aku bukan budak Cinta Yang Bisa tunduk dengan wanita, karena sebagai manusia kita harus memiliki harga diri, Jangan sampai kita bersembunyi dalam kata cinta sampai kita menjatuhkan harga diri sebagai makhluk yang sempurna.
Terlarut dalam khayalan dan pikiran-pikiran untuk menentukan langkah selanjutnya tentang hubunganku dengan Devina. tak terasa akhirnya motorku sudah sampai di halaman rumah, dengan segera aku memarkirkan motorku lalu masuk ke dalam dengan membuka kuncinya terlebih dahulu. karena setiap orang di rumahku membawa kunci masing-masing agar ketika kita sampai duluan, tidak harus menunggu orang lain terlebih dahulu.
Setelah sampai di kamar, aku menjatuhkan tubuh ke atas kasur yang lumayan empuk, Tapi itu tidak bisa menenangkan hatiku yang terasa panas. Setelah lama berbaring aku pun membangkitkan tubuh lalu duduk sambil memeluk dengkul. bosan dengan posisi seperti itu, aku berdiri lalu menyalakan lagu mellow, untuk menenangkan hati yang sedang hancur.
Mataku terpejam, khayalku terbang ke masa-masa indah bersama Devina, membuat kedua sudut bibirku sedikit terangkat. namun itu tidak lama, karena khayalan itu terbiaskan oleh sikap Devina yang sangat menjengkelkan yang bisanya hanya marah-marah menyalahkan orang lain tanpa mau mengintropeksi dirinya sendiri.
"Kayaknya aku memang benar harus menjauhi Devina agar hidupku kembali tenang, tidak banyak tekanan." gumamku sambil membangkitkan tubuh kembali lalu terdiam dan berpikir menimbang baik buruknya apa yang akan aku jalankan.
Aku terus berpikir dan terlarut dalam khayalan-khayalan memikirkan tentang Devina, hingga tak terasa waktu pun berlalu dengan begitu cepat. kira-kira pukul 05.00 sore pintu kamarku ada yang mengetuk, kemudian masuklah kepala bapak.
"Ya ampun...., Raka...! kok kamu belum mengganti pakaianmu, ini sudah sore dumel?" bapak yang melihat anaknya masih tidur dengan malas-malasan.
"Ya Pak, maaf Raka ketiduran," jawabku berbohong karena sebenarnya aku mengetahui kepulangan keluargaku dari tempat kerjanya masing-masing, tapi aku lebih memilih berdiam diri di kamar karena pikiranku sedang tidak beres.
"Ya sudah kamu mandi, terus salat...! nggak baik kamu menunda-nunda kewajibanmu sebagai seorang muslim," seru Bapak sambil menutup kembali pintunya.
Dengan malas aku pun membangkitkan tubuh dari atas kasur, kemudian mengambil handuk di balkon rumah lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, sebelum melaksanakan salat ashar.
~
Setelah melaksanakan salat magrib, Aku bersama keluarga berkumpul di ruang keluarga. terlihat Mbak Vira, ibu dan bapak Mereka terlihat asik mengobrol membahas kegiatan di kantornya masing-masing, hanya aku sendiri yang terdiam memperhatikan obrolan mereka, yang sama sekali tidak ku mengerti, karena aku belum pernah merasakan dunia pekerjaan.
"Kenapa lu diam aja," tanya Mbak Vira sambil menghentikan suara tawanya, kemudian matanya menatap ke arahku.
"Ya aku kan nggak ngerti, apa yang kalian omongkan kan. aku belum kerja," jawabku mengelak menyembunyikan kegetiran yang sedang kuhadapi.
"Halah Jangan bohong lo, biasanya lu menimpali obrolan kita, jujur aja lu sedang ada masalah kan sama Devina." Tuduh Mbak Vira.
"Udahlah Mbak, jangan sok tahu....!" jawabku menyanggah tuduhan Mbak Vira.
"Emang kenapa akhir-akhir ini anak kita terlihat begitu murung?" tanya ibu sambil menatap ke arah Mbak Vira, kemudian menatap ke arahku.
"Mungkin yang sedang galau mah."
"Galau kenapa, kok masih anak sekolah sudah galau?" tanya ibu sambil melirik ke arahku dengan penuh penasaran.
"Jangan didengerin Bu, Mbak Vira ngada-ngada Ibu, kayak nggak tahu aja Mulut Mbak Vira kan lemes."
"Halah Lu jangan bohong sama gue, Karena gua sudah tahu lu sejak di brojolkan dari rahim ibu, jadi gua tahu apa yang berubah dari diri lu sekarang."
"Ah Mbak Vira sudahlah, aku mau nulis aja." ujarku Yang Tidak mau terpojokan dengan segera aku pun membangkitkan tubuh dari kursi sofa, lalu menuju kamarku yang berada di lantai atas.
"Kenapa anak kita Pah?" terdengar suara Ibu bertanya sama bapak.
"Paling galau masalah perempuan Bu, biasalah anak muda." jawab bapak yang terdengar santai.
"Kenapa masih sekolah sudah memikirkan pacaran?" tanya ibu kembali, namun aku tidak mendengar jawaban Bapak Karena aku sudah sampai ke kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments