Bab 4 : Nyanyian Seorang Ibu

Hujan mengguyur sekujur kota. Menyisakan beberapa manusia yang sibuk dan bingung untuk mencari tempat berteduh. Beberapa kilatan besar menghantam tiang listrik di perempatan jalan. Membuat sebagian aliran listrik sebagian kota padam.

Vall terus melangkah mencari tumpangan untuk segera menuju rumah sakit terdekat. Akan tetapi tidak ada satupun mobil yang mau memberi tumpangan. Tidak menyerah disitu saja, Vall menggedor beberapa pintu maupun gerbang warga di sekitar. Tapi tidak juga ada yang mau menolongnya.

Di tengah tengah derasnya hujan, Vall menggendong Lena di punggungnya dengan berbalut selimut yang dia ikat seadanya. Dia berteriak terus menerus meminta pertolongan pada beberapa orang disepanjang perjalanan. Tapi tak ada satupun yang mau ikut campur. Beberapa dari mereka malah merekam dengan ponsel nya. Darah terus mengalir berjatuhan dari kaki ke tanah.

Tubuh Lena mulai mendingin dan memucat, begitu banyak darah yang dia keluakan hingga buat ia pingsan berkali kali. Bibirnya yang kaku sempat mencium pundak Vall. Tidak ada kata kata darinya, tapi ia berharap, Vall tahu bahwa ia sangat bahagia dan merasa beruntung memiliki teman seperti Vall.

Setelah berkeliling di berbagai tempat, Vall akhirnya ditolong oleh seorang pria yang kebetulan lewat dan hendak mau pulang. Di bawalah Lena dan Vall dengan mobilnya. Di dalam mobil, tampak Vall merasa bingung dengan darah lena yang menetes di berbagai sudut kursi mobil. Vall berusaha untuk terus mengusap dan menghapus dengan bajunya sendiri.

“biarkan saja. Nanti akan ku bersihkan sendiri. Apa yang kau lakukan hanya akan membuatku merasa seperti orang tidak tahu diri” jelas pria tua

Di rumahnya, pria setengah baya itupun menjahit beberapa anggota tubuh Lena yang robek.

Sebuah keajaiban memihak mereka, luka pendarahan Lena seakan terhenti dengan sendirinya.

Vall berusaha memalingkan wajahnya saat jarum jarum menembus berulang ulang di kulit Lena.

“kau anak Lidya kan?” tanya dokter tersebut

“kau kenal ibuku?”

“dia perawat yang sering membantuku. Sayang sekali kemampuannya tidak sembarang orang bisa memilikinya. Penuh tanggung jawab dan perhatian. Setelah ini, segeralah bawa pulang, ibumu jauh lebih bisa diandalkan untuk merawatnya. Luka fisiknya tidak terlalu beresiko, aku hanya ragu dengan luka batin gadis ini nanti” pinta dokter

Vall mengeluarkan dompet dan hanya beberapa lembar uang basah dia ulurkan ke dokter

“aku akan membayar untuk kekurangannya nanti” kata Vall

“aku tak butuh uang jajan mu. Besok pagi segera pulanglah. Jangan lapor ke polisi. Apapun yang terjadi, jangan berurusan dengan anggota kartel Parlok” kata dokter

Dokterpun beranjak pergi meninggalkan Vall dan Lena di dalam kamar. Tak lama, seorang gadis kecil muncul dengan membawa air putih di gelas dan beberapa camilan.

“ini sisa jajanku, makanlah” kata gadis kecil itu pada Vall yang duduk di samping Lena.

...****************...

Gelap malam terlihat semakin pekat. Mendadak terasa panas, angin berkobar kencang membuat titik titik api semakin membesar ke segala arah. Segala bangunan pun dilahap si merah tanpa ampun.

Vall melihat Lena berdiri di antara kobaran api. Tatapannya lurus ke arah Vall.

“Para orang tua itu,. Anak anak kecil yang tak bersalah itu,. Semua hangus!!” teriak Lena

Vall pun terbangun dari mimpinya. Dia baru ingat, dia tengah tertidur di samping Lena yang masih belum sadarkan diri.

Vall pun melihat jam dinding yang menunjuk ke arah jam 5 pagi. Tak mau membebani si dokter, Vall pun memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat ini. Sebelum pergi, Vall meletakkan beberapa uang receh di meja untuk sekedar tanda ucap terima kasih.

Cuaca pagi hari terasa sangat dingin. Kabut kabut masih tampak begitu tebal menyelimuti seisi kota.

Vall menggendong Lena di punggungnya berjalan menuju rumah. Uap uap hangat berhembus di mulut bergantian seiring nafas Vall.

Tubuh Lena terasa semakin berat baginya. Tubuh Vall mulai merasakan ngilu dan cape yang luar biasa. Berkali kali Vall berusaha minta tumpangan ke kendaraan yang lewat, tapi tak satupun yang mau berhenti meski hanya sekedar bertanya.

Dengan segala usaha terbaiknya, Vall berhasil sampai depan rumahnya. Dia terjatuh berlutut dengan berusaha untuk tetap menggendong Lena.

Di hadapannya tampak ayah Vall yang geram menahan marah melihat putranya masih berurusan dengan wanita tak jelas itu. Bahkan berani membawanya ke rumah.

“aku tak mau tahu penjelasan apa yang kau ucapkan nati, tapi yang aku tahu, aku masih tidak mengizinkanmu untuk membawanya ke rumahku” kata ayah Vall.

“bawa ke ruanganku” perintah ibu Vall

“tidak satupun yang boleh melawan perintahku!” bentak ayah Vall pada istrinya

“aku tak melarangmu untuk mengusirnya bahkan mengusirku nanti. Tapi aku akan merawatnya sampai sembuh dulu. Ini harga diriku sebagai seorang manusia selama aku masih hidup” jawab ibu Vall tampak emosi.

Ini pertama kalinya ibu Vall berontak dengan perintah suaminya. Membuat suaminya pun terdiam.

Vall pun meletakkan tubuh Lena di ranjang kecil tak jauh dari ranjang ibu Vall. Vall pun menjatuhkan badanya bersandar di dinding. Ia berusaha mengambil nafas dengan benar.

“apa yang kau lakukan?” tanya ibu Lidya pada anaknya yang tetap bersandar di dinding

“istirahat,..”

“aku mau mengganti baju Lena. Apakah kau merasa ku izinkan berada di ruanganku??”

Vall pun yang masih berusaha mengatur nafasnya mulai mencoba meninggalkan ruangan ibunya. Karena tubuhnya yang sudah kelelahan, Vall sampai harus merangkak hanya untuk keluar dari kamar yang tidak terlalu besar itu.

Vall duduk menunggu di depan ruangan ibunya. Sampai hari larut malam pun masih belum ada tanda tanda Lena siuman.

Bahkan hari hari selanjutnya pun sama, Lena tidak menunjukkan tanda tanda sadarkan diri.

Sesekali ibunya keluar ruangan pun hanya sekedar menyuruh Vall mengambil beberapa barang ataupun obat obatan di apotek terdekat.

Meski khawatir, Vall bersyukur memiliki seorang ibu yang bertanggung jawab dengan pasiennya. Sayang semenjak ibunya kecelakaan, tangannya tidak secakap dulu. Hal itu yang membuat pekerjaan yang dia kerjakan selalu memakan waktu yang lebih lama dari umumnya.

Lidya mengelap wajah Lena yang terus mengeluarkan keringat. Dengan sabar bagai seorang ibu sendiri, ibu Lidya menunggu dan merawat lena. Hatinya pun perlahan terguncang. Ibu Lidya merasa bersalah, harusnya ia berusaha mengadopsi dan membesarkan Lena dulunya.

Namun penyesalan itu tidak ada gunanya sekarang.

Tampak terlihat tubuh Lena sedikit terguncang. Entah apa yang ada di dalam mimpinya. Tubuhnya seakan memerikan tanda tanda untuk segera membangunkan dirinya sendiri dari pingsannya.

Seketika matanya terbuka dan menatap lurus ke wajah ibu Lidya. Perlahan matanya memerah dan menitikkan air mata. Suaranya mulai meracau. Antara teriak dan menangis. Mungkin Lena masih mengingat saat saat dia sedang di siksa. Dia pun berusaha untuk menggigit tangannya sendiri.

Ibu Lidya pun tidak tinggal diam. Di peluknya tubuh Lena agar tidak berusaha menyakiti diri sendiri. Sekalipun Lena menggigit pundak Ibu Lidya, tak ada ekspresi sakit sedikitpun di wajahnya. Hanya wajah sedih yang dia luapkan saat ini. Meski bukan anaknya, bagi ibu Lidya, ini seperti melihat dan merasakan sendiri penderitaan gadis dipelukannya ini.

“ibu disini. Tak apa apa. Sudah tidak apa apa sekarang” ucap ibu Lidya menepuk pelan punggung Lena dan mengecup kepalanya.

Vall yang mendengar suara gaduh pun mengetuk pintu dan memanggil ibunya. Dalam hati Vall pun sebetulnya juga sangat khawatir pada Lena, tapi dia tidak bisa melawan perintah ibunya untuk tidak memasuki ruangannya.

Dari luar kamar, Vall mendengar samar samar suara lantunan lagu dinyanyikan oleh ibu Lidya.

Ibu Lidya memeluk Lena dan bernyanyi lagu adat jawa kuno. Suaranya terasa sangat lembut di telinga Vall. Bahkan Lena pun mulai tenang saat ibu Lidya membelainya seperti putrinya sendiri.

Di saat itu pula Lena sekilas mengingat suara lantunan yang pernah dinyanyikan untuknya. Ingatannya samar samar menunjukan sebuah ladang luas yang subur di mana banyak anak anak kecil menanam dan memanen hasil pertanian dengan riang gembira. Lena juga mengingat sekilas seorang wanita cantik yang bernyanyi untuknya dengan beberapa pasang ikat rambut dari bunga di kepalanya. Tampak jelas tanda L di lengannya. Sangat serupa dengan tanda di lengan Lena. Ingatan yang menjelaskan secara langsung bahwa itu Ibu kandung Lena.

Lena yang merasa rindu dengan Ibu kandungnya pun mengulurkan tangan kepadanya. Tampak wanita cantik itu tersenyum pada Lena.

“bawa aku” ucap Lena pelan pada Ibu Vall yang dia sangka ibunya sendiri.

Disuatu malam, Lena terbangun. Dia mendapati dirinya tertidur seranjang dengan ibu Lidya. Melihat ibu Lidya tertidur dan memeluknya dari belakang, Lena berusaha memindahkan tangan wanita kalem itu dari perutnya pelan pelan.

Lena pun mulai meninggalkan ruangan begitu jarum infusnya dia lepas. Dengan melangkahkan kaki telanjangnya, Lena dengan leluasa pergi diam diam. Dia sadar diri jika kehadirannya di keluarga ini hanya membuat pertengkaran dan keributan.

Demi sahabatnya, demi ibu Lidya, ia membulatkan tekadnya untuk pergi diam diam sekalipun tubuhnya tidak ingin beranjak dari ranjang dan selimut yang hangat.

Pintu kamar dibuka perlahan. Lena melihat Vall yang tertidur di lantai dekat pintu masuk tepat menghadap di kaki Lena saat ini. Dalam hati Lena ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarnya pada sahabat baik nya ini, tapi dia tidak mau membangunkannya.

Lena pun mulai menginjakkan kakinya tanpa sepatu bahkan sendal sekalipun keluar rumah. Tampak halaman rumah yang sepi hanya beberapa lolongan anjing dibeberapa rumah yang saling beradu sesaat.

Lena melihat seorang pria tengah berdiri dan bersandar dipohon di halaman rumah. Ayah Vall menghisap rokoknya dan mulai melangkah mendekati Lena. Di hadapan lena, ayah Vall menepuk pundak Lena pelan tanpa kata dan kemudian pergi masuk ke rumah. seolah dia sedang menyemangati pilihan Lena untuk segera pergi diam diam dari rumahnya.

Lena berjalan tanpa arah. Dia tidak tahu harus ke mana dan ke siapa harus mengadu. Dalam hatinya hanya berpikir untuk lebih mengingat masa lalunya agar dia bisa pulang kembali ke orang tuanya.

Semakin Lena berpikir, semakin sakit pula hati lemahnya. Di rebahkannya tubuhnya di pinggir jalan. Baju ibu Lidya yang dia kenakan seolah membungkusnya seperti ibu ibu tua yang tidak kuasa menahan lelah. Lelah fisik dan hati. Kedua tangannya menutup kedua matanya. Sesekali dia bangkit, lalu dia pun mulai duduk dan memeluk kedua kakinya. Bintang bintang di langit saat ini menjadi saksi seorang gadis muda tengah berjuang untuk kuat hati dalam kesendirian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!