sel 4

Pagi itu dokter Rayhan kembali memeriksa keadaan Biandra, terpaksa untuk kunjungan pasien ini dia harus melakukan kunjungan secara acak tidak sesuai dengan jadwal yang biasanya. Menghindari kepiawaian gadis itu mengacuhkannya.

Rayhan sangat yakin pasien itu tidak gila, selain itu juga Rayhan harus mengecheck satu pasien yang dicurigainya. Pasien yang memiliki nilai sempurna itu. Minggu ini seperti keajaiban yang datang untuk meyakinkan gelar masternya itu.

Dua pasien itu memang seperti mengolok Rayhan, seakan rumah sakit jiwa bisa dimasuki siapa saja! But No! lebih dari itu rumah sakit jiwa ini hanya benar-benar menampung manusia yang memang mengalami despresi dan penderita psikis lainnya. Bukan tempat penampungan untuk orang-orang yang mengincar hal lain.

Rasa-rasanya ingin sekali Rayhan mendepak kedua pasien itu dari rumah sakit jiwa, tapi Karena prosedur rumah sakit memberatkan hal itu dan seperti ada seseorang dibalik semua itu yang mengatur segala rutinitas kedua pasiennya itu.

****

sore itu Biandra dilepaskan dari selnya, pikiran awal Biandra ketika itu ia mengira bahwa dia dinyatakan tidak gila dan dibebaskan. Ternyata itu adalah jadwal rutin untuk pasien jiwa menatap dunia luar [baca: selain sel mereka]

Pemikiran Biandra tentang rumah sakit jiwa itu buruk pupus begitu saja, ketika ia digiring kedalam suatu ruangan. Layaknya gurun pasir yang sedang kita lintasi disanalah kita mendapatkan oasis. Ruangan itu sangat luas, disana memang sudah ada beberapa pasien jiwa lainnya. Ada yang terduduk merenung, bermain air, loncat-loncat, mengejar serangga. Biandra melihat semua kegiatan yang dilakukannya masa kecil dalam bentuk orang dewasa. Mungkin jika diperlihatkan kepada manusia dewasa normal mereka akan mengatakan aneh.

Bagi Biandra itu suatu pemandangan menakjubkan, Karena manusia itu secara impulsive melakukan apa yang disukainya tanpa perlu mempedulikan tatapan sekitarnya. Langsung saja Biandra masuk semakin dalam, diujung sana ada kolam renang mungkin dalamnya hanya 56cm-1m. Biandra tidak yakin, ingin rasanya ia berenang tapi pasti akan langsung dicegah oleh penjaga disana. Ternyata selain pasien jiwa ruangan ini juga digunakan oleh petugas-petugas rsj.

Entah itu juga merupakan fasilitas yang layak mereka nikmati entah tempat juga untuk melepas penat. Biandra menatap satu tempat dibawah pohon rindang, sepertinya tempat itu akan menjadi favoritnya setelah ini.

Biandra duduk menyandar dibatang pohon kemudian menutup kedua matanya, entah berapa lama ia menutup matanya ia merasakan bau musk lemon masuk kedalam penciumannya dan kepalanya seperti menyender disuatu benda padat yang terasa nyaman.

Biandra membuka matanya dan wajah terkejutlah yang ditampilkannya. Pasalnya yang berada disampingnya itu adalah dokter songong itu. Dokter Rayhan.

"Sepertinya tidurmu nyenyak sekali" ucapnya

Biandra tidak tahu bereaksi seperti apa, dan Biandra hanya cengegesan menunjukkan senyum pepsodentnya. Kembali memejamkan kedua matanya, mencoba untuk pura-pura tidur.

"Rumah sakit ini adalah segalanya bagiku, merawat seseorang yang berbeda dari orang lain dan menunjukkan kepadanya jalan untuk kembali. Tak mudah tapi itulah keistimewaannya. Dan aku sangat membenci manusia yang cuman menyia-nyiakan kewarasannya hanya Karena suatu hal."

Biandra diam saja, dia tau dokter itu tengah menyindir dirinya. Tapi bukannya dokter ini dingin ya! kok banyak banget ngomongnya! Apa gossip perawat disini hoax semua ya bathin Biandra

"Waktu berkunjung kamu disini sudah habis, sebaiknya kamu kembali keruangan kamu" Biandar hanya diam tak menjawab tak juga bergerak. Hingga sebuah genggaman ditangannya yang beberapa saat lalu mengalirkan aliran listrik itu menyentaknya.

"Ikut saya" ucap dokter itu lalu berjalan didepan Biandra masih dengan mengenggam tangan Biandra.

Beberapa perawat yang melihatnya hanya bisa terngangga.

***

Dokter Rabiet memeriksa berkas ditangannya itu. Biandra Lesti Yudhanwira, senyum miring tercetak diwajah manisnya. Layaknya mendapatkan mainan baru dokter itu tertawa bahagia.

Dokter Rayhan masuk kedlaam ruangannya dan disana dokter Rabiet dan spertinya itu biodata pasiennya.

"Biandra yeah!"

"tutup mulutmu. Dan enyahlah"

"Kamu tidak bisa seperti ini terus Ray, kejadian itu sudah lama. Kamu harus ikhlas"

"KUKATAKAN TUTUP MULUTMU DAN ENYAH DARI RUANGANKU"

"okey Ray, aku pergi. Tak perlu menunjukkan sumbu pendekmu itu. Tapi kuingatkan dia bukan dia sobat"

Setelah dokter Rabiet berlalu dari ruangannya Ray mengamuk "Brengsek!"

***

"ini gila banget. Udah seminggu gue disini. Bukannya apat pencerahan malahan apes mulu, itu dokter kerjaannya kok gangguin banget sih. Belum lagi cewek psyco disebelah. Untung aja gue nggak pernah sama jadwal berkunjungnya sama dia. Kalau nggak mungkin gue bakalan metong. Pertemuan pertama aja gue pingsan apalagi kedua jelas-jelas metong. Aneh banget!" dumel Biandra

"Rumah sakit apaan sih ngebatasi gerak banget! Masa dalam seminggu ini gue cuman boleh dua kali keruangan itu. Selebihnya ditempat sampah ini. nggak betah banget"

Biandra mengacak-acak rambutnya. Rasa despresinya semakin dalam saja. Pintu terbuka dan perawat membawanya keluar, Biandra menatap kedua perawat itu pasalnya hari ini bukan jadwal ia diperbolehkan keluar dari ruangan sel. Dan juga di perempuan gila itu juga meninggalkan ruangannya hari ini.

Biandra menatap dari jauh kearah seorang cowok yang tengah bermain dengan smartphonenya, dan semakin jelas ketika Biandra sudah bejarak dekat dengan si cowok tersebut. Cowok itu mendongak, lalu melemparkan senyum khasnya.

Biandra menaikkan alisnya, kenapa hal terburuk selalu terjadi. bahkan orang yang tidak diharapkan tau keadaannya malahan berdiri didepannya ini.

"Hai" ucap sicowok

***

menatap kearah langit biru yang menjulang diatasnya membuat Rayhan sadar, bahwa dia masih dibumi dan masih menatap langit yang sama. Hanya waktu saja yang pergi begitu cepat tak bisa kembali keelakang walaupun hanya sedetik dan juga tak dapat berhenti. Mungkin jika waktu itu datang maka semua akan terhenti.

Seakan ada yang mengawasi geriknya Rayhan menatap sekelilingnya taka da siapapun disini hanya dirinya sendiri. Rasa despresi kembali menyerangnya, lucu disaat dokter jiwa lainnya sibuk merawat pasiennya untuk sembuh. Dia sendiri juga harus berjuang dengan sistem sarafnya sendiri menyadarkan diri sendiri untuk tidak mengikuti pasien-pasiennya.

Tepukan dibahunya membuat Rayhan berjengit.

"kamu selalu seperti ini Ray, aku daritadi berdiri sana. Dan kamu Cuma memperhatikan sekilas sekitar kamu" jawaban dari mulut Rabiet

Rayhan tidak menjawab, semarah apapun dia terhadap rabiet hanya disaat ini semua emosinya tidak berkutiku. Karena ini adalah jadwal checknya yang dilakukan oleh sahabatnya sendiri.

***

"Apa yang kalian lakukan. Kenapa dia masih hidup di sel itu" teriak pria tua dibalik kursi kebesarannya

Para bawahannya hanya terdiam mendapati amukan sang atasan

"Kalian tahu, satu-satunya kunci membuat Deyan keluar Cuma dengan membunuh putrinya. Begitu putrinya mati maka dia akan ikut menyusul."

"Aku tidak mau tau suruh wanita itu membunuhnya malam ini juga"

Terpopuler

Comments

Faix Kamal

Faix Kamal

thor dokter Reyhan ikut kena saraf juga eaaaa....🤣🤣🤣🤣
semoga yang baca gk ikut gila ea...

2021-01-04

0

Neng Niehan

Neng Niehan

perempun yg di sebelah pembunuh bayaran si om tua...

2020-10-05

2

Lia Kanano

Lia Kanano

wah jangan sampai Bian jd gila beneran krn trnyata perawat suruhan bpk tua itu sedang mengincar nyawanya, ini semua taktik politik rupanya.
wah dirumah bahaya, di rumah sakit jiwapun bahaya ckckck

2020-07-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!