Dua

Hamparan perkebunan teh menemani perjalanan pulang Adi dan Papanya, Adi melirik Papanya senyum nya tidak memudar setelah mendengar jawaban Siti, “Papa senang?” tanya Adi basa-basi padahal sudah jelas dia lihat senyum yang mengembang di bibir Papanya.

Gunawan menatap Adi masih dengan senyum bahagianya, “Bagaimana Papa tidak senang Adi, sebentar lagi kamu menikah,” jawab Gunawan.

Adi hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Papanya, ponsel di sakunya bergetar tanda notifikasi masuk. Dia merogoh sakunya membuka pesan yang di kirim dari Anggun kekasihnya.

 “Bagaimana Sayang?” begitu isi pesan singkat dari Anggun.

Dengan cepat Adi membalasnya, “Dia menerimanya.”

“Pa, sebenarnya apa yang Papa liat dari gadis desa itu?” tanya Adi mengungkapkan rasa penasarannya.

“Dia perempuan baik Adi,” jawab Gunawan singkat.

“Anggun juga baik,” ujar Adi. 

Nampak jelas wajah Gunawan tidak suka mendengar ucapan Adi, “Anggun itu tidak ada apa-apanya di bandingkan Siti.”

“Jelas Anggun lebih unggul Pa. Anggun baik, cantik, sopan juga. Apa yang membuat Papa menolaknya?”

Gunawan membuang mukanya ke samping, merasa kesal mendengar Anaknya yang membanggakan Wanita ular itu, “Pokoknya kamu jauhi Anggun setelah pernikahan kalian.”

Adi menggelengkan kepalanya, “Aku gak bisa Pah, aku cinta sama Anggun.”

Gunawan menatap Adi tajam, tidak suka mendengar penuturan Anaknya, “Bodoh kamu,” gerutu Gunawan di dalam hati kecilnya.

Di tatap seperti itu membuat Adi risih, dia mencoba mengalihkan pandangannya pada jalanan di depannya.

***

Matahari mulai naik dari barat, suara kicauan burung menambah sensasi tersendiri untuk setiap pendengarnya. Siti duduk di atas tempat tidurnya dengan satu buku di atas pangkuannya. Halaman demi halaman dia baca dengan teliti. 

Fokusnya hancur saat mendengar suara alaram dari ponselnya, Siti bangkit dari duduknya, mematikan alaramnya. Dengan sigap Siti mengambil tas kerjanya dan memasukan ponsel kedalamnya.

Siti keluar dari kamarnya dengan wajah riang, tampak ibunya yang sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi. Dia menghampiri Ibunya, “Ibu Siti berangkat dulu ya,” pamit siti seraya mencium punggung tangan Ibunya.

“Hati-hati nak,” Jawab Ibu.

Siti berjalan dengan perasaan riang gembira, gamparan pernikahan impian nya terlihat jelas di benak Siti, “Semoga pernikahanku bisa menjadi ladang pahala untukku,” doa Siti di hati kecilnya.

Tepat pukul tujuh tiga puluh Siti sampai ditempatnya mengajar, Nampak ruangan guru sepi hanya ada Mba Dini, “Assalamualikum,” ucap Siti memberi salam dengan senyum yang mengembang.

“Nah gini dong, tetap waktu siapa tau jodohnya datang tepat waktu juga,” ucap Dini dengan nada bercanda.

“Yaelah Mbak, udah datang kali,” ujar Siti malu-malu.

“Serius?” tanya Dini penasaran.

Melihat tingkah Siti yang terlihat malu-malu sudah bisa Dini simpulkan, “Siapa jodohnya? Mas Abi?” tanya Dini mencoba menebak.

“Bukan Mbak. Namanya Mas Adi, dia anak majikan Ayah dulu saat bekerja di kota, dan kami akan menikah minggu ini,” ucap Siti menjelaskan.

“Baik gak orang nya?” 

“Aku gak tau Mbak,” jawab Siti ragu.

“Astaga Sitiii, kenapa kamu langsung terima gitu aja. Gak semua Pria itu sama seperti dalam bayanganmu, apalagi dia orang kota, kamu belum mengenalnya sama sekali,” ucap Dini mencoba mengingatkan sahabatnya itu.

Apa yang di ucapkan Dini benar, kenapa dia tidak kepikiran sampai sana saat menjawab lamaran tersebut, “Terus bagaimana Mbak, tinggal tiga hari lagi pernikahanku?” tanya Siti.

“Ya, mau bagaimana lagi, sudah di tetapkan, kita berdoa saja semoga lelaki itu jodoh yang terbaik untukmu.” Sebenarnya Dini tidak habis pikir pada sahabatnya itu, dia memang mempunyai impian yang mulia untuk mejadi istri solehah, tapi kan ini dunia nyata banyak ujian di dalamnya dan Dini sudah merasakannya sendiri setelah menikah. “Semoga kamu diberi kekuatan dalam menghadapi ujian pernikahan,” Dini memanjatkan doa di dalam hati kecilnya.

***

Seusai mengajar Dini dan Siti kembali keruang guru, “Saya duluan ya,” ujar seorang perempuan teman mengajar Siti.

“Hati-hati,” jawab Siti dan Dini bersamaan.

Dini duduk di mejanya membuka buku tugas muridnya, “Kalau setelah menikah kamu berhenti mengajar atau tetap lanjut?” tanya Dini pada Siti tanpa menoleh sedikitpun.

“Kayanya aku berhenti Mbak, aku mau jadi ibu rumah tangga aja,” jawab Siti sambil fokus pada layar laptopnya.

Mereka memang sudah terbiasa mengobrol seperti ini, mulut tetap berbicara tapi fokus mereka berbeda.

Terdengar lembut suara yang keluar dari laptop Siti “Untuk hati yang tak pernah tau kemana akan berlabuh,” membuat rasa penasaran di hati Dini, dia mencoba memperhatikan layar laptop Siti yang ada di sampingnya. 

Tampak pelaminan pernikahan yang megah dari layar laptop Siti, “Untuk jiwa yang tak pernah bosan mencinta. Ini lah aku yang menempah diri walau tak dekati sempurna. Naik lewat geladak takdir menuju bahtera rumah tangga. Pernikahan impian hijrah nikah berkah,” suara perempuan itu mengalun lembut memenuhi seisi ruang kerja mereka.

“Semoga pernikahanku gitu ya Mbak,” ucap Siti berharap.

“Aamiin, itu film apa sih?” tanya Dini penasaran.

“Ini itu pembukaan film Cinta fisabililah, aku seneng denger pembukaannya. Kalau mbak mau nonton dari awal boleh, ini aku baru download episode 9.”

“Emangnya ada berapa episode?” tanya Dini.

“Ada 14, Cuma belum aku download semua, kalau mba mau nonton full, ada di YT,” jawab Siti masih fokus pada layar di depannya.

“Nanti deh aku nonton sendiri, tanggung ini rekap nilai anak-anak biar cepet beres, aku harus pulang cepat soalnya,” ujar Dini.

“Mbak bagi tips dong buat jalani pernikahan?” kini Siti mematikan laptopnya dan memperhatikan Dini.

“Apa ya, yang pasti suami itu adalah ujian dan banyakin stok sabar menghadapi suami. Seburuk apapun masalah yang terjadi dalam rumah tangga, kita harus bisa menyimpan rapat-rapat aib rumah tangga kita. Jika ada masalah dalam rumah tangga jangan pernah egois, jika tidak ada yang mau mengalah mungkin bisa hancur sebuah pernikahan, maka dari itu harus ada yang mengalah di antara suami istri. Apalagi ya … ah mungkin itu aja. Lagian kamu minta tips sama aku yang pernikahannya masih seumur jagung.”

“Ya gak papa Mbak, setidaknya aku bisa denger pendapat Mbak,” seulas senyum Nampak di bibir Siti.

“Kalau kamu mau minta tips, sama ibumu lebih akurat pastinya, Ibumu pasti sudah merasakan pahit manisnya kehidupan,” ujar Dini enteng lalau menutup buku muridnya.

“Kamu serius mau menikah dengan Pria yang sama sekali tidak kamu kenal?” Dini menampakan wajah khawatir pada Siti, dia tau siti sedang mencoba hijrah namun keputusannya ini terlalu cepat. Dini rasa Siti terlalu gegabah dalam mengambil tindakan. Ini bukan dunia dongeng yang indah pada akhirnya.

“Iya,” jawab Siti yakin.

“Mbak doakan yang terbaik untuk pernikahanmu,” Dini mencoba berpikir positif, semoga apa yang ada di pikirannya hanya kegundahan semata.

Terpopuler

Comments

Devinta ApriL

Devinta ApriL

bener banget apa kata mbak Dini Siti..

2023-03-26

0

Diana Susanti

Diana Susanti

aku contohnya,,,,menikah sama orang yg nggak kenal seluk beluk keluarganya,,,,,,sifat perilaku dan GIMANA orangnya tapi sejodoh,,,sampai sekarang Alhamdulillah baik baik saja punya anak tiga dr awal berat tapi itu tadi RT KAYAKNYA salah satu harus ada yg mengalah,,,dan itu aku

2023-03-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!