Bab 2

Cintaku terjatuh padanya,

Sosok wanita yang cantik jelita,

Siang dan malam terpikir parasnya,

Senyumnya hadir dalam mimpi dan nyata.

Semakin hari,

‌Kebimbangan kian mrnghantui,

Berusaha mencari celah sepi,

Agar bisa keluar dari sini.

Semoga hati senantiasa tegar,

Meski keraguan kian memagar,

Aku mencintaimu,

Sahabatku, Apsara Arsya Praditya.

"Kita sudah sampai rumah, Mas Dafa"kata seorang sopir memecahkan lamunan seorang pria muda yang duduk di belakangnya, pria itu menutup kembali buku diarynya dan memasukannya ke dalam tas ranselnya.

Pria itu adalah Dafa Atma Jaya, cucu dari Herdian Atma Jaya pemilik yayasan Atma Jaya, sebuah yayasan sekolah elit dari TK sampai universitas terbaik dan rumah sakit di Indonesia. Dafa turun dari mobil dan sekarang dia menginjakkan kaki di halaman rumah kakeknya.

Dia menghirup udara pagi kota Jakarta yang masih segar karena saat ini masih pukul setengah enam pagi. Rindu. Ya, Dafa rindu kota kelahirannya. Setelah kedua orang tuanya meninggal saat dia SMA, Dafa memilih melanjutkan sekolahnya di Amerika.

"Mas, kakek ada di teras belakang rumah"kata Bi Inem, pembantu terlama keluarga Atma Jaya saat melihat Dafa melangkah memasuki rumahnya.

"Iya Bi"jawab Dafa tenang.

"Mau dibuatkan sarapan apa Mas?"tanya Bi Inem.

"Apa saja. Oh ya, Zahra di mana?"kata Dafa melihat ke penjuru rumah mencari keberadaan Zahra, adiknya.

"Mbak Zahra masih tidur, katanya sih hari ini dia kuliah jam delapan, jadi bangunnya nanti jam setengah tujuh"jelas Bi Inem.

"Bilang sama adik saya, kalau kakaknya sudah pulang"kata Dafa datar.

"Baik Mas. Bibi permisi"ujar Bi Inem bergegas naik ke lantai dua menuju kamar Zahra.

Dafa pun melangkahkan kakinya menuju teras belakang rumah. Sudah kebiasaan kakeknya jika setelah solat subuh, dia akan duduk di teras menikmati udara pagi, dan hal itu yang menjadi rutinitas kakeknya.

"Assalamu'alaikum Yangkung (eyang kakung)"sapa Dafa berjalan menghampiri Herdian dan menyalaminya.

"Wa'alaikumsalam, kamu sudah sampai?"kata Herdian penuh kebahagiaan.

"Sudah Yang, baru saja sampai. Yangkung sehat?"tanya Dafa sudah duduk di bangku rotan bersebelahan dengan kakeknya.

"Yangkung sehat, lebih sehat lagi kalau kamu bawa perempuan ke rumah"goda Herdian dengan menaikkan sebelah alisnya.

Dafa mengernyitkan dahinya mendengar perkataan kakeknya, dia tahu kakeknya menginginkan dia segera menikah. Tapi hingga saat ini, Dafa belum memikirkan untuk menikah, karena hingga saat ini dia masih mencintai gadis yang sama.

"Kakak!!!"teriak Zahra yang masih memakai piyama dan dia langsung memeluk Dafa begitu eratnya hingga membuat kakeknya harus memukul pahanya agar dia menghentikan aksinya.

"Aduh Yang, loro iki pupuku..."kata Zahra meringis sambil mengelus paha mulusnya.

"Lambemu iku kok yo mbrisiki tenan toh Ndok, yangkung lama-lama budeg ini dengar kamu teriak"omel Herdian.

Dafa hanya terkikik mendengar ocehan kakeknya yang tidak bisa akur dengan Zahra yang bawel jika sudah bertemu dengan dia. Dafa menyuruh Zahra untuk duduk dengan benar di sebelahnya.

"Sekarang kamu mandi terus kita sarapan bersama. Nanti kakak antar kamu ke kampus"ucap Dafa mengelus rambut adiknya.

"Memang kakak mau langsung ngajar di kampus?"tanya Zahra penuh selidik.

Universitas Atma Jaya tempat di mana Zahra berkuliah di sana, tapi tidak ada yang tahu kalau dia cucu pemilik yayasan itu. Dia berkuliah mengambil S1 fashion design.

"Cuma ngantar kamu, Zahra"kata Dafa penuh penekanan.

Akhirnya Zahra pun mandi, dan setelah dia selesai mandì, Zahra langsung turun untuk sarapan bersama kakak dan kakeknya. Akhirnya setelah sekian lama, Herdian menikmati pemandangan seperti ini. Setelah anak dan menantunya meninggal suasana rumah menjadi sepi seperti tidak ada penghuninya.

"Zahra gimana kuliah kamu?"tanya Dafa.

"Biasa aja"jawab Zahra dingin.

Dafa merasa heran dengan jawaban adiknya, yang dia pikirkan adalah seorang cucu Herdian Atma Jaya berbicara bahwa kuliahnya biasa saja? Herdian yang tahu mimik wajah Dafa pun akhirnya buka suara.

"Tidak ada yang tahu kalau Zahra itu cucu, Yangkung"kata Herdian.

"Kenapa?"tanya Dafa.

"Karena mereka pasti akan berlomba-lomba ingin menjadi temanku karena aku cucu pemilik kampus. Dan aku tidak suka berteman dengan manusia munafik"tegas Zahra sambil menyendokkan makannya.

Kagum. Iya, Dafa kagum dengan sifat adiknya. Bahkan saat dia menilai penampilan adiknya sekarang sangat jauh dari kriteria mahasiswa fashion designer dan cucu pemilik kampus. Penampilan yang santai, hanya memakai kaos dengan celana kulot, dan memakai tas gendong biasa. Dafa tersenyum memandangi adiknya, sifat Zahra sangat mirip dengan wanita yang dia sukai, sama-sama tidak mengumbar identitas keluarga.

*****

"NENDRA!!!"

Nanda berteriak sambil mengejar kakak kembarnya yang sudah menuruni tangga, hingga Nendra berlari menuju ruang makan. Mereka pun kejar-kejaran dan membuat orang tua mereka yang sudah berada di sana pusing dibuatnya.

"Nendra, aku udah bilang jangan mainin laptopku. Itu tugas makalah aku, harus dikumpulin hari ini kunyuk"omel Nanda yang berusaha menangkap Nendra yang berlari memutari meja makan.

"Kembar, bisa tidak kalian nggak rusuh pagi-pagi"ucap Isyan yang sedang memegang mangkok sop.

PRANG

Nendra menabrak Isyan hingga membuat mangkok sop itu meluncur dengan mulus ke lantai. Dan sialnya, kaki Isyan terkena cipratan kuah sop karena dia telat untuk menghindar. Isyan mulai menampakkan wajah dinginnya, dan menghela napas sangat panjang sebelum berteriak.

"SYAINENDRA WIRA PRADITYA, SYAINANDA CITRA PRADITYA, MAMA POTONG UANG JAJAN KALIAN BULAN INI!!!"

BOOMM

Seperti sebuah ledakan bom, begitulah jika Isyan sudah mengeluarkan sifat dingin dan ngaungan singanya yang bisa membuat semua orang diam mematung dan tak berkutik. Apsara, Bara, dan Langga yang sudah berdiri di depan pintu ruang makan hanya bisa diam melongo saat melihat keganasan mama mereka yang sudah lama tidak mereka lihat.

Isyan jarang bahkan cenderung tidak pernah memarahi anak-anaknya, bahkan lebih sering Rara yang mengomel. Tapi jika Isyan sudah mengeluarkan sungutnya, maka rumah seketika akan berubah jadi goa es.

"Mama jangan dong..."rengek Si Kembar langsung menghampiri Isyan dan memohon belas kasih.

"Mama, maafin Nendra ya. Nendra ngga sengaja"kata Nendra memohon.

"Nanda juga minta maaf, Ma"sambung Nanda.

Arya sebenarnya sedang menahan tawanya. Tapi dia tidak tega dengan istrinya yang mungkin sedang menahan rasa perih dan panas di kaki karena kuah sop itu.

"Sayang, duduk dulu"ucap Arya lembut lalu menuntun Isyan untuk duduk.

Langga berjalan mendekati Isyan, di sudah mengambil kotak obat ketika mangkok itu pecah, "Biar Langga obatin, Ma."

Langga pun dengan sigap langsung mengobati kaki Isyan. Sementara Si Kembar merasa sangat nenyesal karena telah membuat mama mereka terluka.

"Sudah-sudah, mama kalian nggak papa kok, mending kalian duduk dan sarapan. Kalian harus kuliah kan?"ujar Rara merangkul kembar.

Akhirnya semua orang duduk dan makan dengan tenang. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara sama sekali. Setelah sarapan selesai, para orang tua pun pergi ke kantor. Isyan diantar oleh Arya, sementara Dion mengantar Rara ke restoran.

"Nih uang jajan buat kalian"kata Apsara memberikan beberapa lembar uang kepada kembar.

"Nggak usah, Kak. Kalau mama tahu, nanti nama kakak dicoret dari daftar ahli waris gimana?"jawab Nendra dengan wajah murung.

"Kita juga salah kok Kak, jadi nggak papa kalau kita dihukum mama"sambung Nanda.

"Kakak juga nggak akan jadi miskin walaupun nama kakak dicoret dari daftar ahli waris"jelas Apsara tenang.

"Sombong"sindir Bara dengan tatapan dingin.

"Dan ini untuk kamu juga, Langga"tambah Apsara memberikan uang pada Langga.

"Makasih Kak, lumayan buat nambah-nambah beli buku praktek"kata Langga mengucap syukur sambil menepukkan lembaran uang itu ke dahinya.

"Kalian kuliah naik Innova?"tanya Bara saat melihat tiga mobil Innova sudah siap di depan halaman rumah.

"Iya"jawab Nanda singkat.

"Kenapa pakai Innova?"tanya Bara lagi.

"Karena kita nggak mau ada yang tahu kalau kita anak Arya Praditya dan Dion Wijaya"jawab Langga.

"Dan...nggak ada yang tahu kita bertiga saudara"sambung Nendra.

Apsara dan Bara langsung menepuk kening mereka bersamaan. Mereka tidak menyangka ketiga adik mereka mengikuti jejak kakak-kakaknya. Merahasiakan identitas keluarga dan hubungan persaudaraan.

"Ya udah yuk berangkat, aku jam pertama matkul dosen killer tahu"teriak Nanda langsung masuk ke mobilnya disusul dua saudara laki-lakinya yang memasuki mobil masing-masing.

"Hati-hati adik-adik!"seru Apsara kepada ketiga adiknya.

"Yoi Kak"sahut ketiganya saat kaca mobil mereka masih terbuka dan setelah itu ketiganya meninggalkan rumah.

"Sepertinya percuma papi membelikan mobil mahal untuk mereka, kalau pada akhirnya mereka lebih memilih pakai Innova yang harganya cuma 300 juta"ucap Bara dengan nada dingin.

"Hhhmm"balas Apsara dengan senyum judesnya.

"Kita berangkat sekarang"ucap Bara menoleh ke arah Apsara melemparkan kunci mobil dan dengan cepat Apsara menangkapnya.

Apsara menatap dingin Bara saat laki-laki itu menantang dia untuk menyetir mobil. Apsara berjalan menuju garasi yang masih tertutup rapat. Lalu dia menempelkan jarinya pada alat finger print yang membuat pintu garasi terbuka secara otomatis, dan ada banyak deretan mobil mewah tersimpan rapi di dalamnya.

Lalu Apsara menekan tombol pada kunci mobil untuk mengetahui mobil mana yang akan dia kendarai dan ternyata lampu sen yang menyala berasal dari mobil Bugatti Divo seharga 87 milyar.

"Are you sure, Bara?"tanya Apsara meyakinkan.

"Yes, I'm sure. Drive it"perintah Bara.

Apsara menyunggingkan senyum sinis khas Si Kutub Selatan, lalu dia masuk dan duduk di kursi kemudi sementara Bara di sebelahnya. Dan Apsara langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah dengan kecepatan tinggi. Apsara pun memamerkan skill mengemudi seperti pembalap untuk menyusuri jalanan Jakarta.

*****

Universitas Atma Jaya.

Tiga bersaudara itu menghentikan mobil masing-masing di area parkiran. Mereka pun turun dari mobil sambil menenteng perlengkapan kuliah mereka.

"Guys, hari ini aku pulang telat, soalnya ada praktek pembedahan. Jadi kalian nggak usah nunggu aku"kata Langga yang sedang menyampirkan jas dokternya di lengan.

"Hari ini aku juga ada praktek bikin program komputer, mungkin aku juga akan pulamg terlambat"ucap Nendra.

"Kok sama sih? Aku juga ada tes debat hukum pidana jadi nggak tahu pulang jam berapa. Astaga naga dragon ball, pusing kepala Nanda"ucap Nanda memegangi kepalanya dan menggoyangkannya dengan lebay.

Mereka pun berjalan bersama meninggalkan area parkir, sebelum akhirnya mereka berpisah karena gedung masing-masing fakultas mereka berbeda. Jadi tidak akan ada acara saling mengantar ke kelas. Akhirnya mereka pun berpisah dan fokus untuk menimba ilmu sesuai keinginan mereka.

Terpopuler

Comments

Putrie

Putrie

putri mampir kak..sukses terus ya kak.

2020-06-10

0

Rabaniyasa

Rabaniyasa

semangat thor, imajinasimu luar biasa

2020-06-10

0

Shella Amelia

Shella Amelia

Hay kak aku mampir lagi nih
Semangat

2020-06-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!