Bara mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang sembari memerhatikan jalanan Jakarta yang sudah lama tidak dia lihat. Bahkan bertahun-tahun dia hanya terus memandangi jalanan Amerika yang dipenuhi oleh wanita-wanita seksi.
Bara menghentikan mobilnya ketika ada sebuah angkot berhenti di depannya. Terlihat angkot itu diberhentikan oleh calon penumpangnya. Bara pun menunggu penumpang itu sampai masuk ke dalam angkot.
"Bukannya itu perempuan yang kemarin"kata Bara saat melihat perempuan itu membantu seorang ibu paruh baya menaiki angkot.
Setelah ibu itu masuk ke dalam angkot, kendaraan itu pun meneruskan perjalanan. Bara dibuat bingung kenapa perempuan itu tidak naik ke dalam angkot juga. Apa dia lebih mementingkan ibu tadi?
Bahkan sekarang wanita itu sedang berdiri di tengah teriknya panas siang hari ini menunggu angkot lewat lagi. Bara tersenyum melihat betapa hebatnya wanita itu menahan panas. Kini, Bara melihat masih ada perempuan rela berpanas-panasan tanpa memedulikan dirinya, selain Apsara.
Bara memajukan mobilnya dan menghentikannya tepat di depan wanita itu. Dia pun keluar dari mobil dan menghampiri wanita itu.
"Kita bertemu lagi"sapa Bara dengan nada dingin.
Wanita itu langsung terkejut dan menoleh. Seketika dia langsung melongo saat melihat siapa yang ada di hadapannya.
Oh tidak, pria yang kemarin. Pasti dia mau menagih ganti rugi, batin wanita itu.
"Kenapa wajah kamu jadi pucat?"tanya Bara datar.
"Maaf tuan, saya belum punya uang. Uang yang kemarin aja saya pakai buat membeli bahan-bahan untuk jualan mie ayam, jadi saya sama sekali tidak memegang uang"jelas wanita itu.
Bara melirik beberapa kantong plastik yang tergeletak di bawah kaki wanita itu. Dia mengernyitkan keningnya saat melihat betapa banyaknya belanjaannya, dan wanita itu membawanya seorang diri.
"Saya antar kamu, lagi pula sepertinya tidak ada angkot yang lewat lagi"kata Bara.
"HAH??" Kata itu keluar dari mulut wanita ini karena dia merasa terkejut dengan perkataan Bara.
"Jangan sampai saya berubah pikiran"tegas Bara dengan tatapan tajam.
Wanita itu langsung gelagapan, dengan segera dia memasukkan belanjaannya ke kursi bagian belakang, dan dia duduk di sebelah Bara. Bara pun melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
"Siapa namamu?"tanya Bara dengan tatapan fokus ke jalan.
"Asmara"jawab Asmara.
"Rumah kamu di mana?"tanya Bara.
"Di dekat pabrik tekstil"balas Asmara.
Bara pun membelokkan mobilnya menuju arah pabrik tekstil yang dimaksud Asmara.
"Tuan, ke mana mobil anda yang kemarin? Kenapa mobil anda berubah dengan cepat dalam semalam?"tanya Asmara keheranan.
Bara hanya tersenyum tipis mendengar pertanyaan dari wanita yang ada di sebelahnya.
"Panggil saja Bara jangan tuan. Aku bukan bosmu. Dan masalah mobil kemarin, mobil itu sedang diperbaiki di bengkel"jawab Bara.
"Pasti biaya perbaikannya sangat mahal. Astaga..."ucap Asmara frustasi.
"Aku bahkan sampai dimarahi oleh bos"sela Bara.
"Bos?" Asmara menatap Bara dengan rasa penasaran.
"Aku bekerja sebagai asisten pribadi seorang pengusaha, dan mobil itu adalah milik bos"sambung Bara.
"Astagfirulloh, jadi aku merusak mobil bos kamu? Pasti uang gaji kamu dipotong oleh bosmu itu"ujar Asmara dengan nada penyesalan.
Bara tertawa dalam hati ketika kebohongannya membuat wanita di sebelahnya mengoceh dan meminta maaf berkali-kali. Astaga Bara selalu saja mengarang cerita yang menyedihkan. Bahkan orang tuanya saja tidak tahu bahkan tidak peduli jika ada mobil rusak. Karena jika ada mobil yang rusak maka mereka tinggal mengganti dengan yang baru.
"Maafkan aku, aduh aku jadi tidak enak denganmu. Bagaimana nasib keluargamu jika gajimu dipotong oleh bosmu"kata Asmara lagi.
"Diamlah, suara kamu membuat telingaku sakit"ketus Bara yang langsung membuat Asmara diam dalam sekejap.
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Bara menghentikan mobilnya tepat di depan gang yang ada di seberang pabrik tekstil. Sebuah perkampungan padat penduduk dan agak kumuh. Asmara pun menurunkan belanjaannya dari mobil Bara.
"Terima kasih atas tumpangannya"kata Asmara yang susah payah menenteng belanjaannya.
Bara melihat wanita itu sedang kesusahan tapi sepertinya, dia sendiri tidak peduli jika belanjaan itu mempersulit hidupnya. Tanpa berbicara Bara langsung merebut beberapa kantong plastik dari tangan Asmara.
"Eeehh.."desis Asmara saat Bara merebut belanjaannya.
Dengan tatapan dingin, Bara menggerakkan bola matanya sebagai isyarat agar Asmara jalan terlebih dahulu. Asmara yang paham dengan isyarat itu langsung jalan mendahului Bara. Sepanjang menyusuri gang, banyak warga yang terpesona dengan ketampanan seorang Bara Wijaya. Bahkan sesekali ada ibu-ibu yang mencubit tangan Bara. Sementara Si Kutub Utara hanya diam dengan ekspresi datar.
"Taruh saja di situ"kata Asmara menunjuk lantai.
Bara melihat sekelilingnya, sebuah rumah petak sederhana, bahkan jika dijual tidak bisa disamakan dengan harga jam tangan yang sedang dia pakai.
"Oh ya, kamu mau minum apa?"tanya Asmara.
"Apa saja"jawab Bara singkat.
Asmara pun pergi menuju dapur untuk membuatkan Bara minum. Sementara Bara duduk lesehan di ruang tamu karena tidak terdapat sofa atau kursi.
"Ini minumnya. Cuma ada air putih"ucap Asmara memberikan segelas air putih.
Bara mengernyitkan keningnya melihat apa yang disodorkan wanita itu. Sebegitu sulitkah hidup Asmara, sampai dia hanya memberikan Bara segelas air putih. Bara menerima gelas itu tanpa berkata apapun hingga tidak ada setetes air yang tersisa di dalam gelas.
"Assalamu'alaikum Kak"panggil seorang gadis berbaju SMA memasuki rumah itu.
"Waalaikumsalam, kamu udah pulang Dek?"jawab Asmara mengulurkan tangan saat adiknya hendak menyalaminya.
"Udah Kak. Itu siapa?"tanya gadis itu.
"Itu orang yang kemarin mobilnya kakak rusakin"bisik Asmara.
Adiknya langsung melotot dan badannya menegang. Bara yang melihat hal itu langsung nampak kesal.
"Apa kalian akan terus berbisik?"tegur Bara dengan suara dingin.
Kedua kakak adik itu langsung terdiam dan menoleh ke arah Bara dengan ekspresi malu.
"Oh ya Bara, perkenalkan dia adikku namanya Almira"kata Asmara memperkenalkan adiknya.
"Hai Kak"sapa Almira lalu menyalami Bara.
Bara terkejut saat gadis itu menyalaminya, dia jadi teringat dengan Si Manja Nanda. Nandalah yang paling bersikap lemah lembut diantara kelima saudara itu.
"Al, kakak udah belanja. Sekarang bantuin kakak nyiapin mie ayam buat jualan nanti sore"kata Asmara.
"Oke Kak, aku ganti baju dulu"kata Almira lalu pergi ke kamarnya.
Setelah itu kedua kakak beradik itu membuat adonan mie bersama. Bara terus memandangi kedua wanita itu.
"Apa aku boleh membantu?"tanya Bara.
"Oh tidak perlu, nanti bajumu yang mahal itu jadi kotor"kata Asmara.
Dengan cepat Bara melepas jasnya, lalu menggulung lengan kemeja sampa siku, dan mendekati Asmara.
"Bagaimana cara membuat mienya?"tanya Bara datar tanpa menoleh.
Asmara terkejut saat Bara benar-benar berada di sebelahnya. Dia tidak pernah sedekat ini dengan seorang pria.
"Hei"tegur Bara yang memecahkan lamunan Asmara.
"Oh iya, kamu masukkan adonannya ke mesin penggiling ini"kata Asmara memberi instrusksi.
Bara pun melakukan apa yang dikatakan oleh Asmara tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Laki-laki yang dingin begitulah yang ada dipikiran Asmara saat ini.
Setelah adonan mie selesai dibuat, Asmara pun membuat semur ayam di dapur bersama Almira.
"Kak, aku mau minta uang buat bayar uang semester"kata Almira sambil mengaduk semur ayam.
"Nanti ya Dek, sekarang kakak belum ada uang"jawab Asmara.
"Kak kalau emang kakak nggak ada uang, aku nggak usah kuliah nggak papa kok. Uang hasil jualan mie aja cuma cukup buat makan sehari-hari"balas Almira.
"Nggak. Kamu harus kuliah. Cukup kakak aja yang cuma lulus SMA, kamu harus kejar cita-cita kamu menjadi dokter. Bukannya itu janji kamu ke almarhum bapak dan ibu"tegas Asmara.
Bara mendengar percakapan kedua wanita itu. Terdengar pilu menurutnya. Sungguh luar biasa walaupun ekonomi sulit tapi mereka memiliki cita-cita yang luar biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Nilaaa🍒
hadir kk
aku mampir bawa like
semangat selalu
mampir juga yu ke karya aku
2020-06-13
0
Khanza
semngatt
2020-06-13
0
Arthur
Coba perhatikan pemakaian tanda koma:
1. Mari makan Santi.
2. Mari makan, Santi.
Bayangkan bagaimana perasaan Santi jika membaca contoh nomor satu.
So, para author, hati-hati.
🔥Salam novel Fur Therese
2020-06-12
0