Suara gedoran pintu yang cukup kuat membuat seorang gadis yang terduduk di pojok kamarnya tersadar. Gadis itu buru-buru menyeka air matanya dan merapikan sedikit penampilannya.
Dengan langkah tergesa-gesa, gadis itu membuka pintu kamarnya. Ia menelan gumpalan salivanya, menatap takut pada sosok wanita di hadapannya.
"Bagus kamu ya, sedang ramai pelanggan dan kau malah enak-enakan di kamar. Sudah bosan tinggal dirumah ini hah!" Wanita itu bicara dengan nada yang cukup tinggi.
Gadis itu memejamkan matanya saat mendengar teriakan dari bibinya. Tubuhnya bergetar ketakutan setiap kali mendengar suara wanita itu.
"Maaf, maafkan aku, Bi. Aku akan keluar dan mengantar makanan nya." Ucap gadis itu dengan kepala yang tertunduk.
"Memang sudah seharusnya begitu. Sadar lah dirimu itu menumpang disini, jika bukan karena kebaikanku, maka kau sudah jadi gelandangan di luar sana." Ketus wanita bernama Nety itu.
"Iya, Bibi." Balas gadis itu menganggukkan kepalanya patuh.
"Jangan iya-iya aja kamu, Ayesha." Ucap bibi Nety lalu pergi meninggalkan kamar keponakannya.
Ayesha Hayfa Dilara, gadis sebatang kara yang tinggal bersama paman dan bibinya setelah kepergian kedua orang tuanya dalam kecelakaan.
Hidup Ayesha dulu sangat bahagia, namun semua lenyap dalam satu malam ketika kecelakaan ia alami bersama orang tuanya.
Hanya dia yang selamat, ia ditinggalkan seorang diri dan dipaksa menanggung penderitaan dengan bahunya yang tidak sekuat orang pikir.
Ayesha menangis, ia sudah tidak punya masa depan. Mimpinya bisa lulus kuliah memasak dan menjadi chef terkenal nyatanya harus pupus karena keterbatasan biaya.
Ayesha harus ikhlas mengubur cita-citanya memiliki restoran ternama karena takdir tidak merestuinya.
Sekarang Ayesha hanya bisa mensyukuri apa yang ia miliki. Ia cukup berterima kasih pada Tuhan karena masih memiliki paman dan bibinya, meski dirinya harus menjadi pengantar makanan.
Bohong jika Ayesha tidak sedih setiap kali melihat gadis seusianya berkuliah dan berkumpul dengan teman-temannya. Sementara dirinya harus berjuang mati-matian untuk hidup.
Andai kata Ayesha bisa memilih, mungkin ia lebih baik ikut bersama kedua orang tuanya. Ayesha lebih baik tiada bersama papa dan mamanya daripada melanjutkan hidup di dunia yang kejam ini.
"Tidak! Ingat pesan mama, Ayesha. Kau gadis yang kuat, kau bisa melewati ini semua." Ucap Ayesha penuh semangat, lalu menyeka air matanya.
Gadis 20 tahun itu lekas memakai topi dan tas pinggangnya. Tidak lupa ia memakai jaket berlogo restoran sederhana milik paman dan bibinya.
Bukan. Restoran itu adalah peninggalan kedua orang tua Ayesha, namun karena hampir bangkrut, akhirnya Nety dan Wardi lah yang mengambil alih restoran tersebut.
Saat kedua orang tuanya tiada, usia Ayesha baru 15 tahun, ia belum mengerti cara mengelola restoran. Andai kata ia paham, mungkin lebih baik ia mengelolanya sendiri.
Ayesha menghela nafas, ia memasang wajah penuh senyuman, lalu segera pergi dari rumah. Kisah hidup Ayesha sangat panjang dan penuh derita, mungkin ia akan cerita saat menemukan teman yang cocok nantinya.
Restoran sederhana itu berada tidak jauh dari rumah paman dan bibinya, sehingga Ayesha hanya perlu jalan kaki untuk sampai di sana.
Ayesha membuka pintu restoran. Baru juga sampai, Ayesha sudah di hujani tatapan tajam dari paman dan bibinya.
Ayesha tetap berusaha untuk tersenyum, gadis itu melangkah mendekati paman dan bibinya.
"Paman, Bibi. Dimana makanan yang harus aku kirim?" Tanya Ayesha lembut.
"Tidak perlu, Ay. Biar aku yang mengantarnya, aku dengar kau tidak enak badan, jadi istirahat saja." Sahut seorang pria yang sudah memakai helm dan jaket seperti Ayesha.
Pria itu adalah Aaron, anak paman dan bibinya atau kata lainnya adalah sepupu Ayesha. Ya, hanya Aaron yang baik pada Ayesha, sedangkan paman dan bibinya selalu bersikap semena-mena.
Ayesha menggelengkan kepalanya. "Jangan, Kak. Biar aku saja, kakak kan harus belajar." Larang Ayesha.
Aaron tertawa pelan. "Nggak kok, Ay. Aku sudah selesai belajar, jadi biarkan aku yang antar semua ini." Sahut Aaron.
Aaron mengambil makanan yang harus diantar, ia lalu menatap Ayesha dan kedua orang tuanya.
"Baiklah, aku pergi mengantar ini dulu ya." Pamit Aaron kemudian pergi meninggalkan restoran.
Setelah kepergian Aaron, Ayesha langsung menatap paman dan bibinya dengan penuh rasa takut.
Bibi Nety memberikan kode pada Ayesha untuk pergi ke dapur, dan gadis itu menurut saja. Ayesha yakin, ia akan habis dimarahi.
Nety dan Wardi melangkah ke dapur, mereka harus memberi pengertian pada gadis yang menumpang di rumah mereka itu.
Sampai di dapur, mereka langsung melipat tangan di dada sambil terus menatap Ayesha tajam.
"Kau benar-benar sudah bosan tinggal di rumah kami. Datang terlambat, dan membuat putraku harus mengerjakan tugasmu. Kau senang kan?" Tanya Nety mencecar.
Ayesha lekas menggelengkan kepalanya tepat, ia menatap paman dan bibinya dengan penuh permohonan.
"Tidak, Bi. Aku tadi benar-benar lelah dan pusing, aku hanya ingin istirahat sebentar. Tolong maafkan aku, Bi." Pinta Ayesha menyatukan kedua tangannya.
"Tidak ada lagi maaf, keluar dari rumah kami. Sudah cukup kami menanggung benalu sepertimu, lebih baik kami mencari orang lain yang bisa bekerja dengan baik." Sahut Wardi tanpa belas kasihan.
Ayesha langsung bersimpuh di depan paman dan bibinya, menjatuhkan harga dirinya untuk yang kesekian kalinya.
"Hiks … aku mohon jangan, Paman. Jika kalian mengusirku, aku tidak tahu harus tinggal dimana. Aku mohon, hiks …" pinta Ayesha sambil menangis.
Nety dan Wardi saling pandang dengan senyuman miring. Melihat Ayesha menangis penuh penderitaan adalah hal yang paling membahagiakan untuk mereka.
"Jika kau masih mau tinggal, seharusnya kau ikuti perintah kami. Awas saja jika melakukan kesalahan yang sama, kami benar-benar akan mengusir mu." Ancam Nety kemudian pergi dari dapur bersama suaminya.
Ayesha menangis sejadi-jadinya dengan suara yang ia tahan. Andai saja rumah orang tuanya masih ada, mungkin ia tidak akan tinggal bersama paman dan bibinya.
Ayesha tidak tahu mengapa rumah orang tuanya sampai di jual, paman dan bibinya mengatakan jika kedua orang tuanya memiliki banyak hutang sehingga harus menjual rumah.
Ayesha terduduk sambil bersandar di tembok. Gadis itu menangis, merasakan betapa sakitnya ia saat ini.
"Hiks … mama, papa. Bawa aku, bawa aku pergi bersama kalian." Lirihnya Ayesha dengan tangis yang semakin kejar.
Wajah Ayesha tampak pucat pasih. Tubuhnya masih lemas dan pusing, tetapi paman dan bibinya dengan kejam tidak membiarkannya istirahat.
Ayesha tidak tidur sejak semalam, pikirannya melayang tentang kejadian malam itu, sesuatu yang benar-benar sudah menghancurkan masa depan Ayesha sampai ke akarnya.
Ayesha merasa sudah tidak ada tujuan hidup, ia sudah hancur. Ayesha sudah kehilangan satu-satunya aset yang ia jaga selama ini.
Ayesha tidak tahu siapa pria itu, ia tidak mengenalnya. Apalagi pria itu sedang mabuk, jadi menurut Ayesha mustahil pria itu akan mengingat dirinya.
"Kenapa? Kenapa hanya penderitaan yang terus aku rasakan, Tuhan …" bisik Ayesha lalu memeluk tubuh sendiri dengan kepala yang bersembunyi di balik kedua lututnya.
MBAK AYESHA, SINI AKU PEYUK🥺
Bersambung..........................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
AKU TUH SUKA BACA NOVEL YG PERAN CEWEKNYA,TEGAS,GAK LEMAH,JUTEK DAN CEWEK TANGGUH JUGA MANDIRI,APALAGI BONUS KALO BISA ILMU BELA DIRI,GAK GAMPANG DI TINDAS..
2025-01-16
0
Marhaban ya Nur17
paling di jual ama paman bibi nya tuh rumah buat modal restoran tp seaakan" itu punya nya kan licik tuh
2025-02-18
0
Alifah Azzahra💙💙
Sungguh kisah Ayesha bikin aku😭😭😭
2024-05-05
0