Flashback...
Renggra Wijaya adalah nama yang menggetarkan dunia bisnis di Jakarta. Dengan wajah tampan, pembawaan tenang, dan kecerdasan yang melampaui usianya, ia telah berhasil membangun kerajaan bisnis yang mencakup properti, teknologi, dan kuliner.
Tidak hanya dikenal sebagai pengusaha sukses, ia juga seorang filantropis yang kerap membantu mereka yang membutuhkan tanpa banyak publikasi.
Sosoknya yang rendah hati, meski dikelilingi kemewahan, membuatnya dikagumi dan sulit dijangkau oleh banyak orang.
Hari itu, Renggra sedang melakukan kunjungan ke salah satu mall terbesar di Jakarta. Mall yang kebetulan berada di bawah naungan bisnisnya. Kehadirannya membuat suasana mall berubah.
Para staf dengan tergesa-gesa menyambutnya, tak ingin terlihat ceroboh di depan sang pemilik. Langkah Renggra penuh keyakinan, pandangannya menyapu setiap sudut dengan ketelitian yang khas.
Ia tidak hanya seorang pemimpin yang mengandalkan bawahan, tetapi juga pria yang memantau langsung setiap detail dari bisnisnya.
Perlahan Renggra berjalan sembari mengamati suasana mall dengan teliti. Posturnya tegap, auranya dingin namun memancarkan kewibawaan yang sulit diabaikan.
Di balik kesuksesan dan penampilannya yang sempurna, ada satu hal yang selalu ia jaga jarak dari wanita. Ia tidak pernah bersentuhan dengan wanita, kecuali dengan dua orang. Ibu angkatnya yang ia hormati dan adiknya yang ia sayangi.
Namun, kesibukan mall hari itu mempertemukan Renggra dengan sebuah insiden yang di luar kebiasaannya. Seorang wanita berhijab, mengenakan pakaian kerja, datang dari arah berlawanan dan tanpa sengaja menabraknya.
Gadis itu terhuyung ke belakang, nyaris terjatuh. Tubuhnya sedikit membungkuk, tampak gugup dan canggung. Bibirnya bergerak mengucapkan permintaan maaf, wajahnya merah padam karena malu.
Namun, Renggra hanya diam. Tatapannya tetap datar, tanpa menunjukkan sedikit pun emosi. Seolah-olah tabrakan tadi hanyalah angin lalu.
Namun, beberapa detik kemudian, gadis itu terlihat kehilangan keseimbangan. Tubuhnya limbung, hampir seperti ingin pingsan.
Mata Renggra sempat menyipit, seolah menimbang apa yang harus ia lakukan. Tapi, sebelum pikirannya sempat mempertimbangkan lebih jauh, tubuhnya bergerak lebih cepat daripada logikanya. Dengan tangannya yang kokoh, ia menangkap gadis itu sebelum tubuhnya benar-benar terjatuh ke lantai.
Seketika suasana di sekitar menjadi hening. Semua orang yang melihat kejadian itu terperanjat. Renggra Wijaya, pria yang dikenal dingin dan tidak pernah bersentuhan dengan wanita, kini memegang seorang wanita di hadapan umum.
Wajahnya tetap tenang, tapi ada kilatan tak nyaman di matanya.
Di sisi lain, Angga, asisten sekaligus sahabat dekatnya, berdiri membeku. Pria itu ternganga, matanya membulat seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Angga tahu betul prinsip Renggra. Sejak kecil, sahabatnya itu punya pandangan yang keras terhadap wanita. Sesuatu yang tumbuh akibat masa lalunya yang penuh luka.
Sebagai asisten pribadi, Angga selalu memastikan jarak Renggra dari interaksi fisik dengan wanita. Bahkan dalam situasi formal seperti acara bisnis atau pertemuan besar, Renggra selalu menjaga prinsipnya untuk tidak menyentuh tangan wanita sekalipun untuk berjabat tangan. Tapi hari ini, di depan mata kepala Angga, sahabatnya melanggar prinsipnya sendiri.
'Gue nggak salah lihat kan? Renggra… nyentuh cewek? Ini nggak masuk akal!' Jantung Angga berdegup kencang.
Angga buru-buru melangkah mendekat. "Sini gue aja yang membawanya pergi," ucap Angga yang tidak mau wanita yang dipegang Renggra mengalami hal yang lebih mengerikan seperti wanita yang pernah tidak sengaja menyentuh Renggra.
Hanya menyentuh saja bisa kehilangan arah, apalagi sampai Renggra yang pegang, berarti dunia Wanita itu akan segera kiamat.
Angga dengan cepat mengulurkan tangannya, siap mengambil alih tubuh Laura dari genggaman sahabatnya.
Namun, sebelum tangannya mencapai gadis itu, Renggra dengan cepat menepis tangan Angga. Gerakannya tegas, membuat suara tepukan kecil terdengar jelas di tengah suasana mall yang mulai lengang.
"Jangan lo sentuh wanita ini!" ucap Renggra dengan nada dingin bercampur sinis. Matanya menyipit, seolah memperingatkan Angga untuk tidak mencoba hal yang sama lagi.
Angga terdiam, seolah kena pukulan tak terlihat. Sepanjang hidupnya sebagai sahabat sekaligus asisten Renggra, belum pernah sekalipun pria itu bertindak seperti ini terhadapnya.
Tubuhnya membeku, sementara pikirannya mulai berputar dengan pertanyaan-pertanyaan yang semakin menyesakkan.
'Apa-apaan ini? Renggra... dia serius banget soal cewek ini? Apa gue kelewatan sesuatu?' Angga melirik gadis di tangan sahabatnya itu. Matanya membulat sedikit, campuran antara bingung dan takut.
Renggra tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Dengan satu gerakan mantap, ia mengangkat tubuh Laura dengan gaya bridal style, lalu berjalan santai menuju pintu keluar mall. Langkahnya mantap, penuh wibawa, seolah tidak ada yang berani menghalangi.
Angga masih berdiri mematung di tempat. Pandangannya terpaku pada punggung Renggra yang semakin menjauh. 'Astaga, apa gue mimpi? Dia nyentuh cewek, terus... dia gendong gitu? Gue nggak salah lihat kan?'
Namun, detik berikutnya, pikirannya beralih. 'Tapi... kalau ini soal bawa cewek ke tempat lain buat urusan penting, apa nggak sebaiknya gue ikut? Ya ampun, gimana kalau ini salah paham besar?'
Angga menelan ludah. Cepat-cepat ia mengejar Renggra, langkahnya terburu-buru seperti hendak menghentikan sesuatu yang buruk.
Security mall yang melihat Renggra membawa seorang wanita dengan santai juga ikut terperanjat. Beberapa pengunjung yang masih berada di sana mulai berbisik-bisik, sebagian memandang dengan iri, sementara yang lain menyimpan spekulasi liar.
Renggra tiba di mobilnya yang sudah menunggu. Tanpa ragu, ia membuka pintu belakang dan menempatkan Laura di pangkuannya.
Tubuh gadis itu yang kecil terlihat nyaman bersandar di dada bidangnya, sementara tangan Renggra tetap kokoh menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.
Angga segera masuk ke mobil dan duduk di samping sopir, mencoba membaca situasi. Ia melirik melalui spion ke arah sahabatnya yang duduk diam dengan pandangan terpaku pada wajah Laura. Ada ketenangan di raut wajah Renggra, tetapi juga ketegangan yang tidak biasa.
"Ga," suara Renggra memecah keheningan, nada suaranya rendah namun penuh otoritas. "Batalkan semua rapat hari ini. Gue ada urusan. Lo langsung aja ke perusahaan. Kalau ada kerjaan yang harus gue lihat, kirim lewat email."
Angga menelan ludah. "I-iya, Reng."
Namun, ia tidak bisa menahan diri lebih lama. Dengan hati-hati, Angga mencoba mencari celah, suaranya sedikit ragu. "Tapi, Reng... lo yakin nggak ada yang salah dengan ini? Maksud gue... lo tau kan gimana gosip bakal nyebar?"
Renggra menoleh, sorot matanya tajam seperti belati. "Lo cuma perlu nurut. Gue nggak butuh opini lo sekarang."
Angga langsung terdiam, mulutnya terkunci rapat. Namun, di dalam hatinya, berbagai spekulasi terus bermunculan. Ada sesuatu yang berbeda dengan Renggra hari ini, dan Angga tidak yakin apakah itu pertanda baik atau buruk.
Mobil melaju perlahan meninggalkan keramaian mall, menyisakan rasa penasaran di antara semua orang yang melihat kejadian tersebut. Sementara itu, Renggra tetap diam, menatap gadis di dekapannya dengan ekspresi yang sulit ditebak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
🌺awan's wife🌺
lanjut baca terus
2023-06-16
1
Rapa Rasha
masih penasaran q ini ada apa
2023-06-09
0