Bab ~ 05

Gadis cantik itu masih dalam lamunannya. Ia memikirkan jalan keluar dari masalah yang di buatnya. Mengapa dan mengapa secepat itu dirinya harus menikah dengan usia yang terbilang masih muda?

Pecah lamunannya saat suara pintu berbunyi. Ia pun segera turun dari tempat tidur dan membukakan pintu. Laura melihat wanita paruh baya yang sangat cantik dan terlihat modis berdiri di hadapannya.

"Boleh ibu ngomong sama Kamu sebentar?" Ani meminta persetujuan dari wanita muda nan cantik di hadapannya itu.

Laura mengangguk cepat. Ia pun membuka pintu cukup lebar untuk Ani masuk ke dalam kamar. Wanita tua itu langsung duduk di kursi sofa. Sedangkan Laura masih berdiri di ambang pintu sembari melihat Ani.

Kerutan alis di wanita paruh baya itu terlihat jelas. "Duduklah di sini bersamaku, Nak. Kamu jangan takut dan berpikiran bahwa aku akan memarahimu," ucap Ani sembari menepuk pelan kursi di sisi sampingnya. Senyuman manis terukir di wajah wanita tua itu.

Laura sangat gugup berhadapan dengan wanita yang terlihat sepertinya sangat tegas dalam berbicara. Namun gadis itu tidak sama sekali merasakan ketakutan yang menekan jiwanya.

"Ayo sini, jangan takut. Ibu nggak akan memakanmu," gurau Ani agar gadis yang terlihat takut padanya menjadi lebih rileks.

Garis bibir Laura melebar. Wanita paruh baya di hadapannya ternyata sangatlah baik dan ramah. Ia pun mengikuti perintah wanita yang terus mendesaknya untuk duduk bersama.

Ani langsung meraih tangan Laura agar mereka menjadi dekat satu sama lain. Gadis cantik itu tentunya merasa nyaman dengan perlakuan Ani. "Kamu wanita yang sangat cantik Nak." sanjung Ani dengan Laura merasa malu di puji.

"Te-terima kasih Buk," balas Laura yang masih gugup dan malu.

Ani mendengar suara Laura yang merdu menjadi ikut terbawa arus. Pantas saja anak asuhnya memilih gadis manis ini. Suaranya saja begitu menyentuh hati. Ani semakin setuju. "Namamu Laura bukan?" tanya Ani berpura-pura tak mengetahui nama Laura.

Laura mengangguk mantap. "Kalau ibu namanya siapa?"

"Kenalkan, nama ibu Ani Jahyani, panggil saja ibu Ani. Saya ibu asuh Renggra dari kecil. Kamu ingat nggak siapa Renggra?"

"Saya tau bapak Renggra adalah orang yang terkenal. Beliau juga pengusaha sukses di negara ini." hanya itu yang Laura ketahui. Dia tidak mungkin menjelaskan bahwa Renggra mempunyai simpang siur dalam cerita kehidupannya di kalangan masyarakat setiap kali membahasnya.

Ani menggeleng pelan dengan panggilan Laura ke Renggra. "Kenapa panggil bapak sih? Panggil aja mas Renggra."

Laura masih tak mau memanggil pria asing yang baru ia lihat itu, bagaikan seorang yang dekat dengannya.

"Iya sudah jika itu aja yang Kamu ingat. Ibu hanya mau kasih tau, Renggra ingin menikah denganmu karena dia tau semua tentangmu. Jangan sesekali membuatnya marah. Hanya Kamu satu-satunya wanita yang di bawa oleh Renggra ke rumah dan tinggal di kamar ini."

Laura tersentak atas perkataan wanita cantik dihadapannya. Tidak mungkin rumor itu benar-benar nyata adanya.

"Siapa pun wanita yang dibawa oleh Renggra, dialah yang akan menjadi pasangannya. Jangan menolak! Coba terima Renggra pelan-pelan ya Laura," pinta Ani sembari menasehati.

Laura mengerenyitkan keningnya. 'Aneh banget! Apa sih yang membuat pak Renggra mau menikahi gue? Ibu ini juga pengen banget gue menikah dengan pak Renggra. Apa ada sesuatu di antara mereka?'

Suara ketukan kembali terdengar. Keduanya sontak melihat ke arah pintu. "Sebentar ya Buk, a-aku buka pintu dulu. Kayaknya ada yang mengetuk pintu." Laura meminta izin ke Ani.

Ani mengangguk pelan. Laura melepaskan pegangan Ani dengan segera membukakan pintu. Ia melihat seorang wanita paruh baya lainnya yang tengah membawa banyak makanan.

"Permisi Non! Saya mengantarkan makanan dan minuman untuk Anda. Ini semua atas perintah tuan."

Laura melihat makan itu memang sangat menguji perutnya. Namun hatinya menghalangi pemberian dari seseorang yang memaksanya untuk menikah. Apakah ini cara pria itu untuk merayunya? Laura menjadi menyeringai. "Saya nggak lapar Buk! Kembalikan aja sama pak Renggra," tolaknya.

Ani melihat Laura dengan wajah yang tidak senang, ia pun berdiri mendekati dan memegang bahu calon menantunya. "Saya yang menyuruh Renggra membawakan makanan dan minuman untuk Kamu. Sekarang sudah waktunya jam makan siang. Makanlah selagi masih hangat. Dan perkenalkan ini bik Siska, asisten di rumah ini. Jika Kamu membutuhkan sesuatu, panggil aja dia."

Laura semakin kurang nyaman jadinya. Kenapa orang di rumah itu seperti memaksanya? Seolah juga ia akan menjadi nyonya di rumah itu.

"Laura Sayang, sini ikut ibu. Kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh. Makanlah dulu! Nanti kita sambil membahas apa yang sedang Kamu ragukan terhadap kami semua." Ani menarik pelan Laura agar bisa duduk bersamanya kembali.

Laura hanya diam mengikuti Ani, sedangkan Siska masuk mempersiapkan hidangan makanan dan minuman di hadapan kedua insan beda usia itu.

"Kamu jangan takut di racuni oleh kami semua," ucap Ani mengambil nasi untuk Laura.

"Maaf Buk, biar saya aja." Laura tidak enakkan kalau wanita di hadapannya itu melayaninya begitu saja. Ia pun memegang piring di tangan Ani.

Ani mengulas senyuman dengan memberikan ke Laura sesuai yang calon menantunya inginkan. Laura mengambil lauk seadanya. "Ibu harap Kamu banyak-banyak makannya. Niat kami sangat baik untuk mengajak Kamu menjadi keluarga ini. Saya sudah tua ini membutuhkan seseorang untuk mengurus Renggra. Entah kapan lagi saya bisa melihat Renggra menikah dan memberikan saya cucu." Ani sedikit meneteskan air mata sembari menghapus pelan. Ia ingin Laura sedikit memiliki hati untuk mengasihaninya.

Laura menduga bahwa pria yang mengajaknya menikah, tampaknya terdesak juga demi ibu angkatnya. Lalu kemana kedua orang tua kandung pria itu?

"Kayaknya kita ngomong sampai di sini dulu ya Ra. Kebetulan ibu baru ingat ada kerjaan yang belum selesai. Nanti kita lanjutkan lagi ngomong masalah Renggra. Makanlah yang banyak." Ani harus bergegas juga menyiapkan pernikahan anak asuhnya itu, sebelum wanita di hadapannya bertindak untuk menolak berulang kali.

"I-iya Buk, terima kasih banyak." Laura juga tak berniat berbicara panjang lebar saat ini.

"Kalau udah selesai makanya di meja sudut ruangan ada telepon." Ani menunjuk meja kecil berwarna putih, di ujung ruangan. "Tekan saja nomor 113, nanti bik Siska yang akan membereskan ini semua. Dan kamu segeralah beristirahat. Pulihkan keadaanmu dulu Ra."

Laura mengangguk kecil. Ani dan Siska tersenyum, mereka berdua pergi meninggalkan Laura sendirian di dalam kamar.

Terpopuler

Comments

🌺awan's wife🌺

🌺awan's wife🌺

menyedihkan sekali hidup mu reng😢😢😢

2023-06-16

1

Rapa Rasha

Rapa Rasha

lanjut kakak

2023-06-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!